15. ending

568 27 3
                                    

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹













***

Ayah benar-benar mengabulkan permintaan bungsunya untuk merayakan ulang tahun di halaman rumah dengan barbeque.
Acara sederhana dengan ketujuh anggota keluarga.

Sudah dua hari Raga kembali pulang ke rumah. Padahal tubuhnya masih belum stabil. Raga sering mengalami sakit kepala yang luar biasa. Tetapi ia hanya memendamnya sendiri. Raga tau batasannya, ia tau, sampai mana harus bertahan.

Raga duduk di ayunan kayu sembari memperhatikan anggota keluarga yang tengah sibuk.
Mama dan papa sibuk memanggang daging. Ayah bertugas untuk mengurus arang.
Dikta sibuk makan daging yang sudah matang, sementara Ajun, sibuk mendekor kue tart bersama Lucas.

Raga di larang mendekat, mama tidak ingin Raga terkena asap dari pemanggangan. Makanya ia hanya memperhatikan mereka dari jarak beberapa meter. Ia memakai jaket tebal dan selimut juga ada susu hangat di meja samping ayunan.

"Adek lagi mikirin apa?" Entah sejak kapan, Dikta berada didekatnya dan duduk di sampingnya.

"Lho, kok tiba-tiba Abang sudah disini?"

"Lo melamun dek. Mikirin apa?"

"Nggak apa-apa. Adek lagi bahagia lihat keluarga kita ngumpul lengkap gini."

"Beneran? Nggak mikirin macem-macem?"

"Abang nggak perlu khawatir." Raga menyandarkan kepalanya pada pundak Dikta. Dikta pun merangkulnya.

"Lo kedinginan dek?"

"Nggak, soalnya Abang peluk Raga."

"Lo kalau ada yang ganggu fikiran lo, bagi aja ke Abang. Jangan di pendam sendiri."

Raga mendongak. Menatap Dikta yang nampak serius itu.

"Raga bahagia sekali bisa terlahir dari keluarga yang sempurna ini. Punya Abang dan kakak yang sayang sama Raga. Punya ayah yang keren, dan punya mama papa super hero. Juga... Punya bunda yang cantik tapi serem, hehe..."

"Bang Dikta juga bangga, punya adek bungsu yang kuat banget kayak Thor."

"Rasanya kalau Raga pergi setelah ini, tidak ada penyesalan. Karena nanti, kalian akan saling menguatkan dan menghibur satu sama lain."

"Adek mau pergi kemana?" Dikta tidak bodoh dengan alur pembicaraan Raga. Sebisa mungkin ia menahan air matanya.

"Ketempat paling indah. Ketempat yang buat Raga nggak kesakitan lagi bang."

"Adek nggak kasihan sama kak Lucas? Dia paling hancur saat tau adek kecelakaan dan koma."

"Adek kalau sakit, kita obatin, mama pasti bisa buat adek nggak sakit lagi."

Raga tersenyum. Kemudian, ia beranjak dari ayunan itu.
"Sudah mau jam dua belas. Ayo! Abang, kita tiup lilin." Raga menarik pelan tangan Dikta. Mereka berjalan menuju meja besar disana.

after(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang