Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ini foto Raga dan tawanya, sebelum terenggut oleh semesta yang tidak menyukai tawanya."
***
Daniel dan mantan istrinya, berpisah saat usia triplets masih tiga tahun. Dan selang dua tahun, sang mantan istri menikah lagi. Waktu itu, sulit sekali mengambil hak asuh bungsu, tidak sesulit dua kakaknya yang lain. Daniel sudah berusaha dengan semampu yang ia bisa, untuk mengambil hak asuk Raga. Tetapi entah kenapa, semuanya terasa sulit.
Jadi, mereka berdua bersepakat untuk membagi waktu. Seminggu raga bersamanya dan seminggu bersama Jihan, mantan istrinya.
Semuanya berjalan dengan baik selama dua tahun. Tetapi, semenjak empat bulan pernikahan Jihan, semuanya berubah. Raga akan sering telat untuk bersamanya. Raga sering murung dan setiap ia berbicara dengan keras, raut Raga akan terlihat ketakutan.
Tepat saat triplets berusia enam tahun. Jihan telat sekitar satu Minggu untuk mengantar bungsu kepadanya. Maka dari itu, dengan desakan Evelyn, sang kakak ipar, Daniel menjemputnya bersama Evelyn tentunya.
Mereka telah sampai di pekarangan rumah mantan istrinya. "Kak Eve mau ikut masuk?"
"Iya. Kakak sangat merindukan Raga." Kemudian, kedua manusia dewasa itu berjalan menuju pintu rumah itu. Di tekannya bel berkali-kali kala tidak ada seorang pun yang membukakan pintu.
"Apa mereka tidak ada di rumah?" Tanya Daniel entah kepada siapa.
"Tidak di kunci, Niel." Evelyn tidak sengaja memutar kenop pintu dan terbuka. Perlahan ia memasuki rumah yang gelap itu diikuti Daniel di belakangnya.
"Permisi," ucap Evelyn dan tidak ada yang menyahut. Sampai netranya menangkap pemandangan yang sangat kacau. Seorang wanita yang tergantung dan lelaki kecil yang berada tak jauh dari wanita tak bernyawa itu, dengan tatapan kosong. Tidak menangis sekalipun lehernya memerah karena ia berhasil menjatuhkan diri dari tali kecil yang berada di samping wanita yang di duga ibunya itu.
"Astaga, Raga." Evelyn segera berlari mendekat. Ia menggendong Raga dan berlari keluar dari rumah setelah sebelumnya memerintah Daniel untuk menelepon polisi.
"Raga tadi bukan apa-apa. Tadi bukan bunda kamu. Tadi hanya laba-laba besar. Raga jangan takut." Tidak ada tangisan. Bocah lelaki berusia enam tahun itu terlampau tenang dengan tatapan kosongnya.
Evelyn menepuk-nepuk pipi tembam itu. Mencoba menyadarkan sang keponakan dari lamunannya. Dan berhasil, bocah enam tahun itu menatapnya.
"Mama," gumamnya pelan.
"Iya ini mama. Raga aman sama mama."
Raga menggeleng. Ia mulai memberontak dalam gendongan Evelyn. "Bunda.... Aga takut, bunda selem ma." Raga menangis histeris, bebarengan dengan suara mobil ambulan dan mobil polisi yang bersahutan.