6. sorry

409 39 1
                                    

Mulai dari part sebelumnya, aku akan mengajakmu untuk kembali ke masa lalu. Dimana Raga, masih sehat dengan mental yang tak lagi baik.

 Dimana Raga, masih sehat dengan mental yang tak lagi baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Memaafkan itu tidak sulit, yang sulit adalah melupakan."

.
.
.
.
.

Setelah kejadian dimana Daniel mengucapkan perkataan yang sangat menyakiti Raga. Pemuda kecil itu tak lagi mau menemuinya. Mentalnya kembali terluka. Untungnya ada mama dan papa yang kini menjadi keluarga sah,nya. Yang selalu mendukungnya. Serta sesosok kakak yang sangat ia banggakan.

Daniel sungguh menyesal luar biasa. Ingin mengunjungi bungsunya pun dilarang keras oleh Kakak iparnya.
Daniel hanya pasrah. Ia memang bukan ayah yang baik. Tidak mau mendengarkan cerita dari keduanya.

Dari pintu dapur, Ajuna menatap ayahnya dengan sendu. Ayahnya sudah beberapa hari ini melamun. Setelah perlombaan Dikta yang sukses dan entah apa yang dikatakan Dikta, ayahnya menjadi sering melamun. Dan terkadang menangis tanpa suara.

Kakinya melangkah. Mendekati sang ayah, yang tengah duduk di pantry dapur dengan kopi yang sudah dingin.

"Ayah," ucapnya pelan yang membuat ayah tersentak kaget.

"Eh, Abang Ajun." Daniel melirik jam dinding sebelum melanjutkan ucapannya.

"Ini sudah jam dua. Kenapa belum tidur?"

"Kebangun karena haus yah. Ini mau ambil minum tapi malah lihat ayah melamun."

"Ayah lagi banyak fikiran ya?"

Daniel menghela nafas pelan kemudian tersenyum menenangkan sang anak yang tampak khawatir.

"Ayah rindu adik Raga bang. Ayah sudah jahat banget sama adikmu." Daniel menunduk.

"Ucapan ayah memang benar-benar keterlaluan. Ajun aja masih kecewa sama ayah gara-gara itu. Pasti perasaan Raga sakit banget." Ajuna bersikap realistis. Tidak membela ayah yang memang bersalah.

"Tapi Ajun tau kalau ayah waktu itu kelepasan. Emosi ayah tinggi banget waktu itu. Maka dari itu, ayah harus minta maaf sama Raga."

"Raga tidak ingin menemui ayah. Mama kamu,pun juga tidak mengijinkan ayah untuk menemuinya."

"Yaudah nanti Ajun bantu deh buat bicara baik-baik sama Raga supaya mau menemui ayah."

Daniel menatap si tengah dengan senyum tipisnya. Mengelus Surai Ajun yang agak panjang itu.

"Terimakasih ya Abang Ajun."

"Sama-sama ayah."

.
.
.
.
.

Pemuda mungil dengan piyama kebesarannya itu berjalan keluar dari kamarnya dengan membawa boneka panda kecil. Ia berjalan dengan pelan. Matanya masih terpejam dan sesekali ia tertabrak oleh benda di depannya.

after(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang