Gadis berhijab hijau mint yang tengah berdiri di depan minimarket 24 jam itu melambai melalui dinding kaca depan. Mata birunya berbinar menemukan lelaki berkemeja putih yang sedang melayani pembeli di meja kasir. Pria itu balas tersenyum, membuat kedua lekuk di pipi semakin kentara.
“Good luck! Kekasihmu menunggu di depan, serahkan sisanya padaku.” Perempuan berambut perak di sisinya mengusir secara halus.
“Oh, come on, Jess! Biarkan aku selesaikan pekerjaan terakhirku di sini sebelum ....”
“Ya, ya, ya, sebelum kamu kembali ke Indonesia dan berniat meminangnya,” potong Jess diiringi senyum di sudut bibir yang mulai terlihat keriput halus. Wanita berusia 60 tahun itu menyayangi Abi—pegawai kasir minimarketnya selama hampir 1 tahun ini. Ia merasa kehilangan sebab Abi akan segera pulang ke negaranya. Namun, mimpi pemuda ini terlalu indah untuk dipupus hanya karena pekerjaannya sebagai kasir di minimarket milik Jes.
“Thank you.” Pria dengan tato naga yang melingkar di lengan kanan memberikan kantung belanja pada pembeli antrean terakhir.
Manik abu-abu Jess terpaku pada punggung tangan kiri Abi. Ada sederet huruf bertuliskan “Nami” di dekat pangkal ibu jari dan telunjuk. “Hei, sampai kapan kamu akan terus merajah tubuhmu? Tidakkah itu sakit?” Jess menatap ngeri dengan bahu mengedik sekali. Ia menggantikan posisi Abi berdiri di belakang meja kasir.
Abi hanya terkekeh sembari menutup laci dan membereskan meja. “Ini yang terakhir. Aku membuatnya 6 enam bulan yang lalu, kok. Nami marah, tapi sekarang tidak lagi.”
“God, pembuktian cinta yang konyol.” Jess menggeleng.
Jess melirik sosok berkerudung yang masih berdiri di depan sambil sesekali menilik arloji di pergelangan tangan kiri. Gadis itu mendongak, bertemu muka dengan perempuan tua berambut keriting di sisi Abi. Ia tersenyum dan mengangguk. Ah, senyum yang sama manisnya dengan senyum ramah Abi. Keduanya sama berlesung pipi. Terlihat cocok bila sedang berdiri berdampingan.
“Go! Dia sudah menunggumu sejak tadi!” Jess menabok lengan kanan pekerjanya yang bandel, membuat Abi tertawa pelan.
“Okay, Jess! Thank you. Aku tidak akan bisa melalui hidupku tanpamu di kota ini.” Pemuda berusia 24 tahun itu memeluk perempuan tua bertubuh sedikit bungkuk. Ia menepuk pelan dan mantap bahu Jess sebelum pergi. “Bye!”
“Oh, anak nakal! Kamu membuatku ingin menangis sekarang.” Jess menghapus sudut matanya.
Abi tersenyum simpul, melangkah mundur, dan melambai. Perempuan yang hidup sebatang kara itu membalas senyum dan lambaiannya. Jess segera berbalik dan Abi tahu perempuan itu sedang menangis.
Usai mengucap salam perpisahan dengan teman baiknya, Abi mendorong pintu kaca. Ia menelisik area tepi jalan depan minimarket. Ke mana gadis itu?
Pemuda itu masih mengedarkan pandangan ketika terdengar teriakan di ujung jalan gang sempit dekat situ. Itu Nami. Kaki jenjang beralas sneakers biru tua itu melangkah cepat lalu berlari. Bertepatan sebelum sampai di tikungan, dua orang pemuda berlari dan salah satunya menubruk Abi. Pemuda itu terjatuh di atas tubuhnya. Kedua manik hitam anak muda bermasker menghunjam mata kelabu Abi.
Kekasih Nami itu mengerjap dan berkata ragu, “Roy?”
“Help me! Help!” Seorang wanita berambut pirang yang menggendong putrinya berteriak histeris.
Abi mendorong tubuh lelaki yang menimpa dirinya dan orang itu berlari tak peduli. Sosok yang disebut Roy itu pergi dengan sebilah pisau Swiss berlumur darah.
“Hei!” Abi memanggil. Namun, kepanikan wanita berambut pirang itu mengalihkan perhatiannya. Ia berlari memasuki gang sempit bersama wanita itu.
Detik itu juga, lutut Abi melemas. Napasnya tercekat menemukan gadis berhijab hijau mint itu terkapar dan meringkuk tak berdaya. Abi meraih Nami, meletakkan kepala gadis beriris mata biru itu ke pangkuan. Cairan merah berbau anyir terus merembes pada blouse di bagian kiri perut.
“Oh, My God, I’m so sorry,” isak perempuan berambut pirang. Ia sambil berusaha menenangkan putrinya yang menangis ketakutan. Perempuan itu menyambar tas tangan yang teronggok di samping kaki. Ia masih berharap ambulans dan polisi segera datang ketika telepon darurat itu dilayangkan melalui ponsel genggamnya meski sambil tersedu-sedu. Wanita itu sama takut dan gemetarnya.
Malam itu, pukul 11 malam di sebuah gang sempit Kota New York, impian Abi pupus. Harapannya hilang ditelan takdir yang tak memihak. Lelaki itu terus berusaha menepuk kedua pipi Nami agar terjaga kesadarannya. Namun, gadis itu hanya mengerang sakit tak sadarkan diri. Darah terus mengucur, membuat Abi semakin histeris dalam tangis kekhawatiran yang mencekam. Ia terlalu tak berdaya melihat perempuan ini terkapar.
“Bangun, Sayang. Kita berangkat besok. Aku janji akan menemui ayahmu. Kita menikah ... dan berhijrah bersama ....”
Air mata Abi meleleh, menitik pada pipi pucat Nami. Ia pikir gadis ini mendengar ucapannya. Telapak tangan sedingin es dalam genggaman Abi bergerak pelan sebelum akhirnya melemah dan pergi, tak kembali untuk selamanya.
Teriakan histeris pun pecah, berbaur dengan sirine ambulans dan polisi yang datang. Lelaki itu memeluk erat gadis yang setahun ini menemani dan menerima Abi apa adanya. Darah yang semula hanya menodai blouse putih kini sama melumuri tangan kanan Abi. Lelaki itu berusaha menutup bekas tusukan, menghentikan pendarahan yang nyatanya sia-sia. Ia pun menangis berdeguk-deguk.
Ia baru mau mulai menapak dan kembali percaya kehadiran Tuhan lewat gadis ini. Namun, mengapa Tuhan sebegitu kejam merenggut Nami? Abi belum siap dan tak akan pernah siap.
**Repost: 16-07-2021
《===🌻🌻🌻===》
Hai, selamat datang di work aku yang keberapa, ya? Lupa. 🤭
Jadi, cerita ini sudah pernah diposting di Grup Facebook Lovrinz and Friends dan My Book selaku mitra Penerbit Lovrinz. Naskah ini aku ikutkan event parade menulis selama 30 hari.
Alhamdulillah dapat juara 3. Yeay, selamat untuk diriku sendiri yang berhasil melawan kemalasan sampai nekat begadang demi merampungkan naskah ini! 😆😆
(Kumat narsisnya. 👆😆 Tak apa. Aku senang dan alhamdulillah banget pokoknya. 😍)
Ini cerita spiritual, ya. Konfliknya cenderung ke konflik batin bagaimana seorang Tya berubah menjadi pria baik-baik sebelum menemukan jodohnya.
So sweet, kata pembaca dan fans Tya begitu. 😘😘
Yang mau baca sampai part 20 siapa? Vote dan komen, ya. 😍
Terima kasih. 😍😍
《===🌻🌻🌻===》
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Bertato Naga
RomanceAiyla menggigit bibir. Ia bangkit dari kursi, mengekor wanita paruh baya di depannya. Perlahan gadis itu membuka tirai, membiarkan Ummi lewat dahulu. Takut tak sesuai bayangan, Aiyla menunduk, enggan menatap pada sosok pria yang duduk di sofa single...