Sealine beranjak pergi, namun Reeano mencekal pergelangan tangan kembarannya itu sambil menatap tajam. "Kamu mau ke mana?"
Sealine gugup melihat tatapan intimidasi dari Reeano. Reeano tahu bahwa Sealine akan berlari untuk memberitahu kejadian itu pada kedua orangtua mereka.
"Jangan katakan hal ini pada siapa pun!" ujar Reeano.
"Kak Reno lihat apa yang Paman Dio lakukan, bukan? Yang dia lakukan itu salah!"
"Dia memang bodoh, tapi dia tetaplah pamanku!" Reeano menatap Sealine. "Tidak ada yang boleh merendahkannya, termasuk Opa Daniel!" Sealine mengerti apa yang saudara kembarnya itu katakan.
Reeano memang selalu menganggap Dio sebagai saingannya dalam memperebutkan hati Sella, namun hal itu bukanlah alasan untuk dia membenci Dio. Sebaliknya, Reeano sangat menyayangi dan berterima kasih kepada Dio lebih dari siapapun. Jika bukan karena Dio, kemungkinan besar dia sudah kehilangan orang yang paling berharga di dalam hidupnya.
"Jika Opa Daniel sampai tahu hal ini, kamu bisa bayangan bukan ... apa yang akan dia katakan?"
Sealine mengangguk, dia pun bisa membayangkan apa yang akan terjadi.
"Dia pernah menyelamatkan hidup kita berdua, anggap saja kita sedang membalas budinya. Aku akan bicara dengan Uncle D. Kamu tetap diam dan jangan katakan apapun di depan mama dan papa, oke?"
Sekali lagi Sealine mengangguk.
"Apa Paman Dio akan nekat?" tanya Sealine. "Dia pasti sangat menyukai Kak Sella. Kalau nggak, dia nggak akan melakukan hal itu."
"Entahlah, biar itu menjadi urusannya."
"Kak Reno akan menghentikannya, bukan? Opa Daniel pasti tidak akan tinggal diam."
"Itu resikonya," ujar Reeano.
Reeano mengandeng tangan Sealine menjauh karena Dio akan keluar dari kamar Sella. Sealine mengikutinya tanpa membantah.
●●●●●
Dio masih berkutat di dapur membuat bubur untuk Sella. Reeano bersandar di kitchen bar sambil bersedekap dada, memerhatikan Dio yang masih mengaduk-aduk bubur dalam panci.
"Mau sampai kapan?" tanya Reeano.
"Masih belum matang," jawab Dio tanpa mengalihkan tatapannya dari bubur yang sedang dia buat. Dio mengira Reeano mempertanyakan bubur yang sedang dia buat.
"Kenapa nggak jujur saja?" ucap Reeano.
Dio mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu?" tanya Dio.
"Tingkah orang dewasa begitu membingungkan."
Dio akhirnya menatap Reeano. "Dari tadi kamu itu ngomong apa sih?"
Reeano menghela napasnya. "Pamam mencintainya bukan?"
"Siapa?" tanya Dio.
"Sella ...."
Dio sejenak menatap Reeano tanpa berkedip, lalu mengalihkan tatapannya pada bubur yang masih dia masak. "Ya, seperti putriku sendiri," jawab Dio.
Tak lama Dio berbalik menatapnya lagi. "Ah ya, kamu nggak boleh memanggil dia hanya dengan namanya. Dia kakakmu!" Dio mengacak pucuk kepala Reeano.
Reeano berdecak kesal lalu menampik tangan Dio. "Tingkahmu menyebalkan!" kesal Reeano. "Kalau memang tidak mencintainya, menjauhlah darinya!"
Dio menyadari Reeano sedang menatapnya tajam. Dio tidak pernah menyangka bahwa keponakannya yang masih berusia 14 tahun bisa memiliki tatapan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncle D, Please be Mine
RomanceWARNING!!! : Adult Content 21++ (On Going) "Sampai saat ini aku masih mencintaimu, Uncle!" ungkap Sella. Dia masih belum menyerah juga, batin Dio-Sang Paman. Dio menghela napas. "Oh, ayolah! Aku ini pamanmu, umur kita beda jauh. Aku sudah menganggap...