BAB 6 : Aku Tetap Mencintaimu, Paman!

14.4K 944 91
                                    

14 tahun yang lalu ....

Gadis kecil berumur 5 tahun itu duduk di salah satu bangku tunggu taman kanak-kanak sambil menangis. Sejak tadi tak ada seorang guru pun yang bisa membuat gadis itu berhenti menangis. Tak lama datanglah seorang pemuda dengan wajah tampan, sambil tersenyum. Dia berjongkok di depan gadis itu lalu menghapus air matanya dengan lembut dan penuh sayang.

Gadis kecil itu memelankan suara tangisnya menjadi isakan pelan. Pemuda itu tersenyum, lalu mencium pipi chubby gadis itu dengan penuh kasih. "Sella kalau nangis terus bikin hati uncle sakit," ucap Dio sambil memegang dadanya.

Gadis kecil itu pun berhenti menangis, lalu mengucapkan kata 'maaf' karena sudah membuat hati pamannya sakit.

Dio memeluknya dan berkata, "Sella masih punya Uncle D, jadi jangan nangis lagi ya. Uncle sedih kalau lihat Sella nangis kayak gini."

"Maapin Cella, Uncle," ucap gadis cadel itu sambil memeluk erat leher Dio.

Dio mendengar cerita dari beberapa guru yang mengajar di taman kanak-kanak, bahwa Sella bertengkar dengan beberapa murid laki-laki. Sella menangis saat mereka mengatakan bahwa Sella tak punya mama dan papa. Dio sangat kesal mendengarnya, tapi dia pun tak bisa berbuat apa-apa karena mereka yang menyakiti hati keponakannya itu juga masih anak-anak.

"Gadis pintar ... kita pulang ya, nanti sampai di rumah uncle buatin Sella susu coklat yang enak."

Gadis itu mengangguk di balik pundak Dio ketika Dio mulai menggendongnya.

"Uncle ...."

"Hem?"

"Cella mau ketemu sama mama," pinta gadis itu.

"Hari Minggu kita ketemu sama mama ya," jawab Dio.

Sella mengangguk lagi. Gadis itu bergumam pelan, namun Dio masih bisa mendengarnya. "Aku masih punya mama," ucap gadis itu, sepertinya lebih kepada teman-teman sekelasnya yang mengatakan bahwa dia tak punya orangtua.

Mimpi itu membuat Dio membuka mata, tak terasa air mata jatuh membasahi pipinya. Masa lalu itu masuk ke dalam bunga tidur, membuat hatinya menjadi sangat sakit dan sesak.

Dio sama sekali belum memberitahu kondisi Miki pada semua orang, bahkan dia belum sempat membahasnya dengan Gio. Dio mengusap kasar wajahnya, dia pun beranjak untuk membasuh muka.

●●●●●

Sambil menggenggam minuman hangat yang baru saja dibuatnya, Dio berjalan ke arah kamar. Di atas ranjangnya Sella masih terlelap dengan pulas. Sudah dua hari ini gadis itu menginap di tempatnya, membuat Dio harus tidur di sofa ruang tamu. Tadi malam saat diajak pulang ke rumah utama, Sella menolak. Gadis itu meminta Dio untuk mengantarnya besok pagi dan lagi-lagi Dio kalah debat dengan gadis yang baru saja hadir di dalam mimpinya.

Dio meletakkan minuman hangatnya di atas nakas di samping ranjang. Dia duduk di samping Sella yang tidur miring menghadapnya. Beberapa sulur rambut gadis itu menutupi wajahnya, dengan lembut Dio menyingkirkannya.

Wajah damai Sella membuat Dio tersenyum lembut. Sejak dulu Dio paling suka menjahili Sella sampai menangis, tapi dia paling tidak suka melihat tangis kesedihan di wajah gadis itu. Hal itu selalu membuat dadanya sakit. Dia paling benci mendapati gadis itu tersakiti hatinya. Namun akhir-akhir ini dialah sumber dari rasa sakit yang dirasakan oleh gadis itu.

"Aku harus bagaimana?" gumam Dio sambil menyentuh lembut pipi Sella. Dio memikirkan mimpinya, dia bingung harus mengatakan apa mengenai kondisi Miki saat ini kepada Sella. Apakah dia akan menambah rasa sakit di hati gadis itu?

Sentuhan lembut itu sedikit mengusik lelap Sella. Gadis itu sedikit menggeliat, namun tetap memejamkan matanya. Dio menjauhkan tangannya, dia tak ingin lebih mengusik lelap gadis itu.

Uncle D, Please be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang