19

113 4 0
                                    

Pria paru baya duduk bersandar di sofa sambil menatap sebuah foto, di dalam foto itu terlihat keluarga kecil yang bahagia. Senyum seorang anak kecil yang berusia 6 tahun itu sangat menampakkan rasa bahagianya.

Garis bibir pria paru baya itu membentuk sebuh senyuman kala mengingat kembali masa itu.

"Yaya mau foto sama papa dan mama, boleh gak ?"

"Boleh dong sayang"

"Asiiik"

Gadis kecil yang selalu merengek padanya kini sudah tumbuh menjadi gadis yang tangguh.

"pa, lutut Yaya sakit, hiks... hiks..."

"Emang tadi Yaya main apa sih ? Sampai jatuh gini"

"hiks... hiks... tapi papa jangan marah ya ?"

"Papa gak marah sayang"

"Yaya  main lari-lari terus jatuh deh, sakit papa... hiks... hiks..."

"Cup cup cup.. anak papa jangan nangis dong"

Mengingat kenangan itu membuat Arlan tersenyum, ia mengingat begitu jelas anak gadisnya menangis sangat lucu, pipi gembul dan badan yang sedikit berisi membuat putrinya itu menggemaskan.

Tapi sekarang mungkin gadis itu tak akan pernah mau memaafkan dirinya, 1 minggu hari yang lalu ia mendapatkan kabar bahwa mantan istrinya meninggal dunia, tapi saat itu ia masih berada di Belanda dan tidak mungkin kembali ke Indonesia. 

"Maafkan papa, tidak ada saat kamu membutuhkan papa, sayang" batin Arlan dengan penuh penyesalan.

Lamunan Arlan terhenti saat ia mendengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Ia yakin itu adalah Yasmin, putri kecilnya.

"Ada apa anda datang ke sini ?"
Tanya Yasmin yang masih berdiri bahkan gadis itu enggan untuk menatap sang ayah.

Mendengar nada bicara putrinya membuat Arlan menarik nafas panjang, ia tau Yasmin kecewa padanya.

"Maafkan Papa"

Dua kata itu mampu membuat Yasmin tertawa.

"Papa minta maaf sama aku ? Untuk apa, pa ?"

"Untuk papa yang tidak hadir di pemakaman mama mu"

"Maaf kata papa ? Semudah itu pa ? Ohh... Yasmin tau papakan udah punya keluarga baru, mana ingat sama aku ataupun mama lagi"

Mendengar penuturan anaknya membuat pria paru baya itu tertunduk lesu, bingung cara menjelaskan pada Yasmin bagaimana.

"Kenapa diam pa ? Jawab pertanyaan Yasmin"

"Sayang, maafkan papa. Papa sayang sama kamu papa juga sayang sama Mama kamu, papa cuman-..."

"Cuman apa pa ? Apa papa pikir perpisahan papa sama Mama gak bikin aku sakit, haa ? Aku sakit pah. Setiap hari aku merenung, kenapa papa sama mama pisah ? Apa karena aku ? Apa karena aku anak yang nakal ? Kenapa pah, tolong jelasin sama Yasmin. hiks... hiks...."

Yasmin memukul dadanya yang terasa sakit, mengingat kembali perpisahan sang papa dan mamanya membuat Yasmin seakan membuka kembali luka yang menganga itu.

"Papa mungkin sekarang bahagia sama istri dan anak baru papa, tapi apa pernah papa pikirin bagaimana kebahagiaan Yasmin ? Bagaimana penderitaan Yasmin yang harus pura-pura bahagia saat orang tuanya pisah"

Arlan tak bisa berbicara apapun, hatinya teriris saat mendengar  begitu menderitanya Yasmin saat hubungannya dengan mantan istrinya harus berpisah.

"Maafkan papa nak, papa gak bisa berbuat apa-apa saat itu. Papa bimbang, kakek kamu gak pernah restuin hubungan papa sama mama. Papa juga gak mungkin bantah perkataan kakek kamu, papa takut kamu dan mamamu kenapa-napa"

"Cukup pah, dari dulu selalu alasan itu yang papa katakan. Tolong pa, sekarang keluar dari rumah ini. Yasmin gak mau liat papa"  Yasmin langsung pergi tak mau lagi menatap papanya yang sudah meneteskan air mata itu. Entah apa itu air mata sungguhan atau bukan.

"Maafkan papa"

Setelah mengatakan itu Arlan pergi, ia harus memberikan waktu kepada Yasmin, ia pasti akan kembali untuk mengajak anaknya untuk tinggal bersama dirinya.

"Yasmin cuman mau keluarga yang lengkap. Ada papa, mama, dan aku itu aja" Batin Yasmin saat melihat punggung papanya yang semakin menjauh dari pandangannya.

***

Siang ini Yasmin pergi ke perusahaan yang mamanya tinggalkan untuk di kelola oleh Yasmin. Gadis itu meminta Juna untuk mengantarkannya.

"Nanti gw jemput ya. Soalnya ada urusan sebentar" ucap Juna saat Yasmin tengah melepas helm yang ia pakai.

"Urusan apaan sih sampe nemenin gw aja gak bisa. Penting ya ?" Yasmin penasaran, apa sebenarnya yang Juna akan lakukan.

Dengan sedikit bingung Juna tidak tau mau menjawab apa pertanyaan Yasmin itu.

"Umm... Nanti deh aku cerita. Pokonya kalau urusan lu udah selesai kabarin gw aja, gw langsung datang untuk jemput lu. Oke ?"

"Oke. Hus hus hus sana pergi" usir Yasmin.

"Lu kira gw kucing"

"Iya kucing imut"

Mendengar itu Juna tertawa mencubit pipi Yasmin dengan gemas.

"Apaan sih sakit tau"

"Dadah"

Juna langsung pergi dari hadapan Yasmin, hal itu tidak luput dari pandangan Yasmin. Ia bersyukur hubungannya kembali membaik seperti dulu, walaupun terlihat sedikit canggung karena pria itu sudah tau perasaannya.

Tidak mau menunda waktu lagi Yasmin langsung masuk, di dalam sudah terlihat banyak sekali karyawan yang sibuk bekerja.

Sesekali ada yang menyapa dirinya, ya mungkin sebagian saja yang mengenal Yasmin karena tau Yasmin merupakan anak dari pemilik perusahaan.

"Selamat siang"
Sapa salah satu karyawan pada Yasmin saat gadis itu lewat.

"Siang" sapa balik Yasmin.

"Non Yasmin, apa non mau ke ruangan ibu ?"

"Iya"

"Mari saya antar"

Yasmin dan karyawan yang bernama Melawati itu langsung membawanya ke ruangan sang mama.

"Silahkan masuk non, saya mau lanjut kerja dulu"

"Hmm"

Saat sampai di ruangan Yasmin hanya bisa diam, di lihatnya foto yang terpajang rapi. Fotonya bersama papa, mama dan dirinya tersenyum hangat di sana. Anak kecil yang mungkin berusia 4 tahun dengan gigi depannya tidak ada itu tersenyum manis.

Setetes air mata Yasmin keluar, ia merindukan masa itu di mana keluarganya masih lengkap.

***

Maaf jika cerita yang aku buat gak jelas dan banyak sekali typo
Aku sudah berusaha semaksimal mungkin buat cerita ini, huhuhu😢

I'am YasminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang