Long chapter ahead (Almost 4k words 🤕)
[ TW : Abuse, violence, mention of murder & death.
* Jadilah pembaca yang bijak, jika merasa uncomfortable dengan Trigger Warning di atas. Kalian bisa skip chapter ini.]
Angin malam yang dingin dan menusuk seperti menyapa kehadiran Minju, baru saja ia memarkirkan vespa miliknya di teras rumah. Samar ia bisa melihat lampu ruang tamu yang menyala dari jendela, meskipun pintu itu tertutup rapat.
Biasanya saat mendiang Ibu masih ada, pasti wanita paruh baya itu akan membukakan pintu dan menyapanya.
Namun sudah dua tahun setelah kepergian beliau tapi nampaknya Minju masih merasa sulit untuk menerimanya. Terlahir menjadi anak bungsu, sudah tentu ia mendapatkan perhatian lebih dari Ibunya, meskipun Papah sering kali membandingkan dirinya dengan sang Kakak.
Tapi Ibu selalu ada di pihaknya, apapun yang terjadi.
Dengan hati-hati ia membuka pintu dan matanya melihat sosok pria paruh baya yang tengah duduk di sofa ruang tengah, bau khas alkohol langsung menyerbak ke seluruh ruangan dan Minju tersadar, semua itu berasal dari satu botol kaca berisikan minuman alkohol yang berserakan di lantai.
Ia menatap Papah dengan hati-hati memastikan bahwa pria itu masih tersadar atau tidak, namun semua itu terjawab saat Papah membalikan tubuhnya dan melihat ke arahnya.
Pandangan kosong dan penuh kebencian itu tak pernah berubah.
"Darimana kamu? Tau kan ini jam berapa?" Pria itu angkat bicara, Minju merutuki dirinya dengan kesal.
Seharusnya ia langsung saja pergi ke kamar, tidak perlu mengecek keadaan Papah.
"Aku habis dari tempat Kak Chaewon." Jawabnya dengan jujur.
"Jadi kamu lebih milih santai-santai dibandingkan belajar? Saya terima info dari Pak Prapto. Nilai kamu turun." Ucap Papah dengan nada yang sedikit keras membuat Minju mengernyit.
Kenapa Pak Prapto harus laporan ke Papah segala tentang nilainya, ini benar-benar udah keterlaluan. Hanya sebatas nilai turun kenapa Guru Matematika itu bertindak sampai sejauh ini dan ia pikir semua akan berakhir setelah Minju mendengarkan ocehan Guru itu berjam-jam di Ruang Guru.
Tapi nyatanya, enggak.
"I still managed to be the first, Pah. Gak pengaruh sama peringkat aku." Minju memberanikan diri mengatakan itu dan memang benar adanya, nilai ia turun tapi Minju tetap menjadi peringkat pertama juga mendapatkan nilai akhir terbesar di antara murid-murid yang lainnya.
"Ya tapi kamu harus mempertahanin nilai kamu juga dong! Kamu kan juga pemenang Olimpiade Matematika. Apa gak malu?"
Malu? Bagi Minju gak ada yang salah atau harus dipermasalahkan sampai ia merasa malu. Sudah wajar kalau nilainya bisa berbeda karena Materi per-semester mempunyai level hang berbeda dan memiliki tingkat kesulitan tesendiri.
"Pah yang penting peringkat aku tetep sama. Udah, ya? Aku mau-" Minju mencoba untuk menyudahi pembicaraan ini, ia lelah dan butuh istirahat.
Tapi nampaknya Pria paruh baya ini berkata lain, dia menahan Minju untuk tetap diam ditempatnya "Diam kamu, Papah belum selesai." Sahut sang Papah.
"Bisa gak sih kamu tuh gak ngelawan kalau lagi dibilangin? Contoh dong Kakak kamu." Lanjutnya dengan nada yang lebih keras.
Hal itu cukup untuk membuat Minju emosi, kenapa Papah masih bisa membela Kakak yang sekarang tidak tau dimana keberadaanya dan bagaimana kabarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DINAMIKA | MINYUL
Teen FictionJo Yuri - "Gue pengen narik lo keluar dari lubang masalah ini." Kim Minju - "Gue pengen kita berdua bahagia." Sepenggal cerita dari hubungan yang terbentuk di antara dua remaja dengan rahasia dan kisah kelam mereka. Tertutup rapih di balik topeng...