Part 09

43 21 1
                                    

Keesokan harinya, Taerin pergi ke sebuah bangunan tua yang dulu menjadi tempat tinggalnya sebelum bertemu Jimin. Bangunan yang diselimuti oleh lumut dengan dinding yang sedikit retak menjadi tempat penuh kenangan. Berbeda dengan bangunan tua yang berada di pinggiran kota.

Jika bangunan di pinggiran kota menjadi saksi bisu dari pembunuhan yang menimpah Taerin. Bangunan tua yang kini Taerin datangi adalah tempat dia bertemu dengan teman-temannya yang sama-sama sesosok roh dari orang yang sudah tiada.

Taerin masuk ke dalam bangunan tua itu sambil tersenyum kecil. Dia berjalan mengambang di atas tanah dengan langkah yang teramat pelan. Apa mungkin mereka masih tinggal di sini, batin Taerin bertanya-tanya.

Semakin dalam kaki Taerin melangkah, telinganya semakin jelas mendengar ada suara keributan yang tengah terjadi di dalam bangunan tua tersebut. Dia kenal betul siapa pemilik suara-suara itu.

"Keyra! Taeho! Yeon!" teriaknya.

Taerin terlihat sangat antusias melihat keberadaan ketiga temannya. Dia berlarian ke arah mereka tanpa melepas senyum bahagia yang terukir indah di wajah jelitanya. Ketiga sosok yang sedang berdiri di sana merasa tidak percaya siapa yang datang berkunjung ke tempat mereka.

"Lee Taerin!!" teriak ketiganya secara bersamaan.

Mereka berpelukan seperti teletubbies dalam sebuah acara televisi yang di pertontonkan untuk anak-anak. Keempat sosok roh itu saling melepas rindu setelah beberapa bulan tidak bertemu. Tidak ada kecanggungan di sana, hanya ada kebahagiaan yang terpancar jelas dari wajah mereka berempat. Sangat harmonis, seperti sebuah keluarga bahagia yang tercipta karena pertemuan tidak di sengaja.

Taerin melepas pelukannya, dia menatap ketiga temannya secara bergantian. Tidak terlihat adanya perubahan di antara mereka.

"Bagaimana kabar kalian?" tanya Taerin memulai pembicaraan lebih dulu.

Ketiganya mengangguk disertai senyuman seakan mengatakan bahwa mereka baik-baik saja. "Bagaimana denganmu? Sudah lama menghilang tanpa memberi kabar sama sekali, kami pikir kau sudah melupakan keberadaan kami," ujar Keyra terdengar sinis.

"Hahaha ... Keyra nada bicaramu membuat kami semua merinding. Tolong jangan seperti itu," ucap salah satu dari dua bersaudara, dia adalah Taeho.

Taeho merupakan kakak dari Yeon, mereka berdua sama-sama korban dari kecelakaan konstruksi, begitu juga dengan Keyra. Keyra dulunya bekerja di sana sebagai pengurus konsumsi para pekerja konstruksi, sedangkan Taeho dan Yeon bekerja sebagai arsitek yang ditugaskan untuk merancang bangunan tersebut. Sayangnya kala itu ada seorang pekerja yang lalai saat sedang menggunakan alat-alat berat yang mengakibatkan kecelakaan. Sebagian besar bangunan runtuh hingga akhirnya Keyra, Taeho, dan Yeon yang tengah berada di bawah tertimbun material bangunan.

"Taeho oppa kalau kata-kata Keyra tidak sinis rasanya itu bukan Keyra yang sesungguhnya," ucapan Taerin sontak membuat Taeho dan Yeon tertawa. Sementara Keyra menatap ketiganya dengan raut wajah masam.

Melihat raut wajah Keyra, Taerin menyengir kuda. Dia memasang ekspresi imut supaya Keyra tidak marah padanya. "Aku ingin muntah rasanya melihat wajahmu itu Lee Taerin," sarkas Keyra menutup mulutnya seakan ia sedang menahan muntah.

"Sudahlah Keyra, kau ini. Saat Taerin pergi kau selalu bilang rindu sampai menangis, sekarang dia sudah kembali kau palah mengajaknya bertengkar. Dasar hantu labil," celetuk Yeon menatap jengah Keyra.

Seperti itulah mereka, ada saja bahan untuk menciptakan pertengkaran kecil. Tapi justru pertengkaran itu yang membuat mereka terasa lebih dekat. Tidak jauh berbeda dengan sebuah cerita. Tanpa konflik cerita itu akan terasa hampa, seperti ada bagian yang kurang sebagai bumbunya.

Taeho sebagai sosok yang lebih tua di antara mereka akhirnya menyuruh ketiganya ikut ke sebuah ruangan yang biasa mereka jadikan sebagai tempat bersantai dan bercerita tentang banyak hal.

Ruangan luas penuh debu dan beberapa benda yang mereka gunakan sebagai tempat duduk menjadi bagian yang paling dirindukan oleh Taerin. Kehangatan layaknya keluarga bisa dia rasakan saat berada di sana sambil mendengar dan berbagi cerita satu sama lain.

Mereka duduk tak beraturan. Ada yang duduk di sebuah meja dan ada yang duduk di balok berukuran besar. Sedangkan Taerin terus melayang di udara, hantu yang satu ini memang susah jika disuruh diam di tempat.

Taeho tersenyum hangat melihat wajah berseri Taerin. "Sepertinya kau jauh lebih baik dari sebelumnya, Lee Taerin. Apa ada kabar baik yang ingin kau sampaikan pada kami?" Taerin yang tadinya tersenyum ceria kini berubah menjadi cemberut. "Taeho oppa kau ini cenayang atau apa eoh? Aku bahkan belum memberi tahu apa pun, tapi kau sudah mengetahuinya lebih dulu," cibirnya membuat Taeho terkekeh.

"Wah kau membawa kabar baik, apa itu? Cepat katakan pada kami!" Yeon terlihat antusias menunggu kabar baik yang akan Taerin sampaikan.

Keyra pun tidak kalah antusiasnya dengan Yeon. Walaupun dia sedikit judes, hatinya tetap putih seperti butiran salju. Ya bisa di bilang dia gadis yang gengsi untuk mengutarakan isi hatinya. Tapi dibalik itu semua, dia gadis yang sangat perhatian jika dirasakan dari dalam.

Gadis bermarga Lee itu terdiam sekejap, seakan memikirkan sesuatu yang membuat dia mempertimbangkan akan memberi tahunya atau tidak. "Em, kalian yakin ini kabar baik?" tanya Taerin. Ketiga temannya saling menatap satu sama lain, bingung apa maksud dari pertanyaan Taerin barusan.

"Kau ini! Tinggal bilang kenapa harus tanya seperti itu? Dasar bodoh," gerutu Keyra merasa kesal pada Taerin.

Taerin terkekeh, dia tidak yakin ini akan menjadi kabar baik untuk mereka. Tapi justru sebaliknya.

"Aku sudah menemukan tubuhku, mungkin sebentar lagi aku akan meninggalkan dunia ini," ucap Taerin menundukkan kepala.

Blam. Tidak ada yang bersuara lagi di sana, semuanya diam mencerna kata-kata Taerin. Keyra menatap lurus ke depan, dia mematung setelah mendengar kata-kata terakhir yang Taetin ucapkan. Seperti ada yang janggal. Me-meninggalkan dunia ini? Batin Keyra.

Keyra menatap tajam sosok hantu yang usianya lebih muda darinya. Taerin yang ditatap nyalang oleh Keyra pun dibuat mati kutu.

"Kau ingin meninggalkan kami? Kau ingin meninggalkanku Taerin!?" teriak Keyra menahan tangis.

Taeho dan Yeon menatap sendu ke arah Taerin. Mereka mengerti kalau Taerin ingin merasakan ketenangan yang abadi di alam sana. Mereka pun sama, tapi sangat sulit karena tidak ada yang bisa membantu mereka.

Namun, sepertinya Keyra sulit jika harus berpisah dari Taerin. Dia sudah menganggap Taerin seperti adiknya sendiri walau perhatiannya tidak terlihat mencolok. Pasti berat untuk melepaskan sesuatu yang sudah dicap sebagai bagian dari dirinya.

"Aku akan selalu mendukung keputusanmu. Jika itu yang terbaik untukmu ... maka lakukanlah," ucap Taeho.

Yeon mengangguk menyetujui ucapan kakaknya. "Benar kata Taeho hyung. Jika kau bahagia maka kami juga akan ikut bahagia. Kami akan mencoba untuk mengikhlaskan dirimu," tambah Yeon.

"Terimakasih Taeho oppa, Yeon oppa. Aku tidak akan melupakan kalian," lirih Taerin disertai senyuman kecil.

Mereka saling melempar senyuman. Tapi tidak dengan Keyra, dia menatap kosong ke arah Taerin. Apa yang harus dia katakan. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan dan pengorbanan. Tidak bisakan Tuhan agar mengizinkan Keyra ikut bersama Taerin. Sungguh dia sudah terlanjur menyayangi Taerin.

"Noona?" Suara panggilan Yeon sama sekali tidak mempengaruhi lamunan Keyra.

Taeho dan Taerin saling melempar pandangan, mereka agak tidak tega melihat Keyra. Hingga akhirnya Taeho memanggil Keyra.

"Keyra? Hei?" Keyra menghela napas. Dia menatap Taeho sekilas dan beralih pada Taerin.

Rasanya kaku untuk berbicara, namun seberusaha mungkin Keyra harus mengatakannya walau dia sendiri agak ragu dengan apa yang akan dia katakan.

To be continued....

Sweet Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang