Part 08

46 23 4
                                    

Jimin memejamkan matanya erat, semakin ia menahan, semakin ia merasakan rasa sakit yang dahsyat pada dadanya. "Jimin kau kenapa? Apa kau marah padaku karena aku keluar tanpa memberitahumu?" tanya Taerin. Taerin mendekati Jimin yang sedang tidur memunggunginya.

"Jimin jangan seperti ini kumohon, hanya kau manusia yang bisa aku ajak bicara di dunia ini," lirih Taerin.

Tapi Jimin sama sekali tidak peduli. Bukan, bukannya dia sudsh tidak peduli lagi pada Taerin. Tetapi dia sedang mencoba mengendalikan perasaannya terhadap hantu cantik itu.

"Apa kau akan membiarkanku pergi begitu saja? Hari-hari terakhirku di dunia ini sudah dimulai ... apa kau hanya akan mendiamiku, sampai aku pergi untuk selamanya," ucap Taerin sambil menundukkan kepalanya. Entah apa alasan Jimin mendiami dirinya seperti ini. Dia sama sekali tidak tahu, apa dia telah membuat kesalahan pada pria itu. Tapi apa ... dia benar-benar tidak tahu apa kesalahan yang sudah ia perbuat.

Jimin yang mendengar perkataan Taerin barusan langsung bangun dan menatapnya tajam. "Apa maksudmu! Kau akan meninggalkanku, begitu!?" teriak Jimin tidak terima dengan ucapan Taerin.

Taerin mengalihkan pandangannya, itu bukan keputusan yang dia ambil dan dapat diubah sesuai dengan keinginannya. Jika dia bisa mengubah takdir mungkin keputusan tersebut bisa ia ubah. Tapi apa dayanya, dia hanya satu dari miliaran makhluk yang Tuhan ciptakan. Sesosok roh dari manusia yang sudah tiada, kekuasaan pun tidak punya, apalagi mengubah kehendak Tuhan. Mustahil.

"Tubuhku ada di rumah Jungkook. Ketika tubuhku sudah dimakamkan, aku akan meninggalkan dunia ini dan pergi ke alam baka. Itu keputusan Tuhan, kita tidak bisa menentangnya," ucap Taerin sedikit memberikan penjelasan pada Jimin.

Mata Jimin mulai berkaca-kaca, wajah polos itu kini memerah menahan kekesalan yang membara. Kesal pada takdir, kesal pada Taerin, dan kesal pada dirinya sendiri. Dulu sang mantan pergi meninggalkannya, dan sekarang? Sosok yang selalu menemaninya akan pergi meninggalkan dia untuk selama-lamanya. Apa takdir sejahat itu pada pria malang dan menyedihkan seperti Jimin.

"J-jadi? Kau tidak akan pernah kembali lagi ke sini? Bagaimana denganku, kau akan meninggalkanku begitu saja ... kau sama saja seperti dia, bahkan rasa sakit yang kau berikan jauh lebih menyakitkan dari yang aku rasakan saat dia meninggalkanku demi pria lain," lirih Jimin.

Kata-kata Jimin terasa sangat menusuk bagi Taerin, tapi mau bagaimana lagi, mereka tidak bisa berbuat apa-apa sebagai makhluk Tuhan. Takdir sudah ditentukan dan mereka yang Tuhan ciptakan harus menjalankan takdir yang sudah Tuhan tentukan untuk mereka. Menentang takdir sama saja dengan melawan kehendak Tuhan.

"Aku harap kau mau mengikhlaskan diriku suatu hari nanti. Aku akan tenang di sana, kau juga harus fokus pada kehidupanmu ke depannya," ujar Taerin tersenyum tulus sambil menatap lekat wajah tampan Jimin.

Jimin yang ditatap seperti itu jadi salah tingkah sendiri, jantungnya berdebar bersamaan dengan rona merah yang tiba-tiba menyembur dari kedua pipi gembulnya. Mata tajam Taerin yang tidak sengaja menangkap rona merah di wajah Jimin pun dibuat menyipit karena tersenyum lebar. Dia tertawa kecil dan sedikit meledek Jimin.

"Kya Jiminie kau kenapa? Ahahaha ... wajahmu seperti tomat atau kau mengenakan sedikit blush on di pipimu itu?" tanya Taerin menyelipkan sedikit gurauan.

Tatapan Jimin seketika berubah menjadi datar dan sedikit menyeramkan. Hantu dihadapannya ini benar-benar susah ditebak, tadi membuat suasana menjadi sendu dan sekarang, dia membuat gurauan yang agak menyebalkan dan mengubah suasana menjadi lebih menjengkelkan.

Si pria mulai mendekat, menatap dalam manik milik Taerin. Hingga sang empu merasa gugup karena ditatap sedalam itu. "Kau sama sekali tidak peka atau berpura-pura bodoh, Lee Taerin".

Suara berat Jimin sontak membuat Taerin terkejut. Mata Taerin melebar sempurna, dia sama sekali tidak mengerti apa maksud dari ucapan Jimin barusan. Tidak peka bagaimana. Dan ... berpura-pura bodoh untuk apa. Dia bingung dengan kata-kata yang Jimin lontarkan.

Untuk apa aku berpura-pura bodoh, batin Taerin. Dia mengerutkan keningnya ketika merasa ucapan Jimin tidak bisa ia pahami.

"Kya Jiminie aku sama sekali tidak mengerti apa maksud dari ucapanmu itu. Aku hanya berpura-pura bodoh saat sedang mengerjakan ujian di sekolah," ucap Taerin yang masih sibuk bergulat dengan pikirannya.

Ingin sekali Jimin menyentil dahi Taerin. Tapi semua itu tidak dia lakukan karena percuma saja, dia tidak bisa menyentuh Taerin.

Apa harus dijelaskan dulu supaya dia bisa mengerti maksud dari ucapanku, batin Jimin.

Jimin menghela napas panjang, dia ingin mengungkapkan semuanya sekarang agar dia merasa lega karena tidak memendamnya lagi. Sementara Taerin sedari tadi hanya diam dan memasang wajah polos seperti kucing. Dia menunggu kata-kata yang akan Jimin ucapkan padanya. Sepertinya penting sampai-sampai Jimin dibuat gugup saat ingin mengatakannya.

"Aku hanya ingin bilang, kalau aku mencintaimu. Aku tahu ini salah, perasaanmu hanya akan selalu tentang Jungkook. Tapi setidaknya, aku merasa lega karena sudah mengungkapkan semua perasaan yang selama ini aku pendam padamu," ucap Jimin pelan, tapi Taerin masih bisa mendengarnya dengan jelas.

Bukannya terkejut mendengar pengakuan Jimin, Taerin palah tersenyum manis pada pria di depannya itu. "Perasaanmu padaku tidak salah. Perasaan itu datang dengan sendirinya, tanpa kau minta, kau hanya perlu menghargai keberadaannya," ucapnya.

Jimin tersenyum tipis, lega rasanya karena sudah mengeluarkan semua yang ia pendam selama ini. Dia tidak mau egois di sini, jadi seberusaha mungkin dia menghargai perasaannya tanpa harus memaksakan kehendaknya sendiri. Yang Tuhan titipkan belum tentu itu menjadi milik kita.

"Aku sangat berterima kasih karena kau sudah mau mencintaiku. Maaf ya, aku tidak menyadarinya, pasti kau sangat tersakiti karena terus memendamnya," ujar Taerin. Dia menghargai perasaan Jimin, tapi sebisa mungkin dia menolaknya tanpa harus menyakiti hati lembut Jimin.

Meski kadang sikap Taerin menyebalkan dan sangat cerewet, Taerin selalu tahu situasi. Kapan dia harus bersikap kekanakan, dan kapan dia harus bersikap lebih dewasa dan bijak.

"Aku sudah memutuskan akan membantu memakamkan mayatmu, Taerin. Aku akan mencoba mengiklaskanmu meski ini terasa berat untukku," ucap Jimin tulus. Taerin terkekeh saat melihat mata sipit Jimin yang mulai mengeluarkan air mata.

"Hahaha ... kau jangan menangis Park Jimin, aku tidak punya permen atau es krim untuk menghiburmu," gurau Taerin. Jimin mengelap butiran kristal yang keluar dari kelopak matanya, dia ikut tersenyum kala melihat Taerin tertawa.

"Kya kau yang membuatku menangis lagi karena cinta, cih. Dasar jahat," gerutu Taerin. Jimin terus merutuki Taerin karena hantu itu tidak henti-hentinya menertawakan dirinya.

Taerin yang sempat tertawa terlalu lama, akhirnya berhenti dan menatap lekat manik sayu Jimin. "Walaupun aku tidak bisa menjadi kekasihmu, aku selalu menyayangimu, Jimin. Aku yakin kau akan mendapatkan gadis yang lebih baik dariku. Kuharap kau selalu bahagia setelah aku pergi, dan bisa bertemu dengan cintamu yang sesungguhnya nanti," ucap Taerin, Jimin tersenyum seraya mengangguk pelan.

Mereka menghabiskan waktu bersama sebelum hari esok datang dengan berbagai kejutan.

Kuharap kau menjadi sosok yang lebih kuat nantinya walaupun sekarang kau harus merasakan kehilangan sosok yang kau sayangi untuk yang kesekian kalinya, batin Taerin.

To be continued....









Sweet Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang