Epilog

103 27 19
                                    

Suasana tenang dan damai turut menghiasi pagi ini. Angin sesekali meniup rambut orang-orang yang tengah menatap kosong ke satu titik yang sama.

Mereka semua berpakaian dengan warna yang selaras. Satu persatu orang-orang itu pergi meninggalkan pemakaman hingga menyisakan sesosok pria yang membawa dua tangkai bunga seorang diri. Jimin tak sedikit pun mengalihkan pandangannya dari batu nisan dihadapannya. Air mata tak henti-hentinya mengalir dari kelopak matanya setiap melihat nama yang tertera di batu nisan dengan guci abu  yang tersanding rapi di depannya.

Nama Lee Taerin beserta nama sang kekasih menjadi goresan apik pada batu nisan tersebut.

Ya. Jeon Jungkook, pria dingin nan angkuh yang beberapa saat lalu berkata akan tidur dengan tenang, kini telah membuktikan ucapannya itu. Nyatanya dia bukan hanya sekadar tidur dan kembali bangun setelah hari esok tiba. Dia tidur untuk selamanya, meninggalkan dunia yang selalu dia bilang kejam karena telah memisahkannya dari sang kekasih.

Tapi, lihatlah sekarang. Bahkan Tuhan sepertinya tidak akan tega melihat perpisahan antara dua makhluk ciptaannya itu. Alam bukan lagi pemisah antara dua orang yang saling mencintai. Apakah ini akhir yang Jungkook harapkan? Orang pasti akan menganggapnya tidak waras jika mengetahui secara detail kisah cinta yang mereka jalani.

Dari sejak kejadian malam itu, Taerin tidak pernah lagi terlihat di sekeliling Jimin. Apa dia sudah tenang? Apa dia sudah mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya? Mungkin saja iya. Tapi bisakah dia mengucapkan salam perpisahan terlebih dahulu sebelum pergi. Menghilang begitu saja tanpa salam perpisahan itu sangat menyakitkan bagi Jimin.

"Huft ... dasar hantu menyebalkan. Datang tanpa diundang, dan pergi tanpa berpamitan. Dia memang benar-benar menyebalkan," gerutu Jimin menghapus kasar air mata yang keluar dari mata sipitnya.

Jimin menaruh kedua bunga krisan di tangannya ke depan guci abu milik Taerin dan Jungkook. Dia memejamkan mata dan berdoa untuk kedua sosok yang sudah ia anggap bagian penting dalam hidupnya.

Setelah selesai berdoa Jimin berniat pergi meninggalkan pemakaman. Tapi ketika baru berbalik badan, suara panggilan yang begitu familiar menghentikan langkah kakinya. Dia berputar balik dan melihat siapa yang memanggil namanya dari belakang.

"Taerin? Jungkook?" Jimin tersenyum melihat kedua sosok yang tengah berdiri berdampingan. Mereka berpakaian serba putih dengan wajah sedikit berkilau.

Taerin tersenyum manis pada Jimin, beda halnya dengan Jungkook yang memasang ekspresi biasa saja. "Kalian masih di sini?" tanya Jimin. Mereka mengangguk bersamaan, sungguh pasangan yang sangat serasi.

"Jimin terima kasih sudah mau membantuku selama ini, maaf ya aku selalu merepotkanmu. Kau pria yang sangat baik, kau harus bahagia menjalani hidup ini. Jika ada masalah selesaikan baik-baik, jangan gegabah dan mengambil tindakan yang membuatmu merasakan penyesalan nantinya," ucap Taerin diiringi senyuman manis. Jimin mengangguk paham, dia tidak akan bertindak seperti waktu itu lagi.

Jungkook berdehem pelan membuat keduanya menatap ke arahnya. Dia tersenyum kecil sebelum mengatakan sesuatu. Kali ini wajah Jimin yang berubah menjadi datar, dia menatap tajam sosok Jungkook yang tengah tersenyum padanya.

"Kau mengelabuhiku dengan berkata ingin tidur dengan tenangkan? Kau membuatku semakin merasa bersalah, kau tahu itu?" Ucapan Jimin terdengar lirih. Sepertinya dia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri jika dilihat dari tatapannya.

Jungkook menghela napas mendengar ungkapan Jimin. Padahal dia tidak mempermasalahkan hal itu sejak awal.

"Bukankah dari awal aku sudah mengatakannya? Jangan merasa bersalah atau menyalahkan dirimu sendiri. Kau pria yang baik, maka dari itu aku rela mempertaruhkan hidupku. Ini memang sudah menjadi takdir yang Tuhan berikan untukku, jadi tidak perlu merasa bersalah lagi," ujar Jungkook memperjelas lagi.

Jimin tersenyum haru, tidak disangka sikap Jungkook akan sebaik ini dari yang dia duga. Taerin menatap Jungkook sekilas seolah memberikan kode, Jungkook mengangguk mengerti. Pandangan keduanya terpaku kembali pada pria di depannya.

"Jimin kami tidak bisa berlama-lama lagi, kami harus segera pergi ... ingatlah baik-baik. Kau pria kuat, hidupmu masih panjang, jangan pernah kau sia-siakan. Semoga kau selalu bahagia, terima kasih atas semua kebaikan yang telah kau berikan selama ini. Kami harus pergi, jaga dirimu baik-baik. Sampai jumpa, Park Jimin. Kami menyayangimu," ucapan panjang Taerin menjadi pamungkas pertemuan terakhir mereka.

Mereka saling melemparkan senyuman, hingga secara perlahan sosok Taerin dan Jungkook sedikit demi sedikit menghilang dari pandangan Jimin dan terbang ke atas sana.

Jimin melambaikan tangannya sejenak, dia menatap langit biru Kota Seoul tanpa memudarkan senyumannya.

Setiap pertemuan pasti selalu ada perpisahan. Dan setiap perbuatan yang kita lakukan selalu ada konsekuensinya. Tidak ada hidup yang sesuai dengan apa yang kita harapkan, tapi setidaknya kita selalu berusaha untuk menjadi lebih baik untuk hari-hari yang akan datang.

Akhir tidak selalu menjadi penutup dalam sebuah cerita, bisa saja akhir itu menjadi awal untuk cerita baru yang akan dimulai. Hidup terus berjalan, jika tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, maka ikuti saja sesuai dengan alur yang telah ditentukan.

"Akhir yang menjadi awal baru untukku. Aku juga berterima kasih, karena kalian sudah menemani perjalanan kisahku dan menjadi salah satu warna dari pelangi dalam hidupku," ucap Jimin sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkan pemakaman tersebut.

.
.
.

(Makasih buat yang udah dukung dan mau berkunjung ke ceritaku. Maaf kalo semisalnya ada kesalahan dalam menulis, yang mau beropini yuk di kolom komentar. Makasih ya sekali lagi 💜)





Sweet Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang