Part 01

123 71 10
                                    


Cuaca Kota Seoul tidak secerah biasanya, awan hitam menyelimuti ibu kota Korea Selatan hari ini. Seakan-akan ikut menggambarkan suasana hati seseorang yang sedang terombang-ambing karena cintanya yang memutuskan untuk pergi meninggalkannya beberapa jam yang lalu.

Seorang pria dengan bibir tebal pucat itu terlihat rapuh karena gadis yang dia cintai lebih memilih pergi bersama pria lain. Dia terus berjalan menelusuri jalanan Kota Seoul yang basah akibat hujan yang turun secara tiba-tiba.

Dia terus berjalan tanpa arah dan tujuan, membiarkan air hujan membasahi tubuh kekarnya yang saat ini tengah rapuh. Jimin duduk disalah satu kursi taman dengan tatapan kosong, air matanya jatuh dan menyatu dengan rintikan air hujan yang turun menyapa wajah tampannya. Sehingga orang-orang tidak melihat dirinya yang sedang menangis.

"Mereka hanya ingin memanfaatkanku tanpa memikirkan perasaanku," lirih Jimin terdengar sangat miris. Jimin mengusap kasar wajahnya, padahal dia sangat mencintai mantan kekasihnya itu. Tetapi cinta dan kasih sayang yang selalu si wanita tunjukan ternyata hanyalah sebuah topeng untuk menguras harta keluarga Jimin. "Criminal love. Ketulusanku sama sekali tidak ada artinya di mata Mina," ujar Jimin.

Sudah tiga jam Jimin berada di taman dengan pakaian yang basah kuyup. Badannya menggigil kedinginan karena hembusan angin dan air hujan yang terus menusuk tubuhnya. Dia bangkit dari duduknya, berjalan lunglai menuju jembatan yang jaraknya cukup dekat dari taman.

Jimin mulai menaiki pembatas jembatan itu dengan tatapan kosong. Tangannya telentang di udar. Hanya tinggal dua langkah saja kakinya maju, maka tubuh Jimin akan terjatuh ke dalam aliran air sungai yang deras. "Hei berhenti!" Suara teriak seseorang dari belakang membuat Jimin menghentikan niatnya dan turun dari pembatas jembatan. Tubuh Jimin menegang saat melihat seorang gadis berlari menghampirinya. Tapi siapa dia? Jimin sama sekali belum pernah melihat gadis itu sebelumnya.

"Ya! Apa yang kau lakukan eoh! Apa kau mencoba bunuh diri?! Bunuh diri itu bukan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah bodoh, kenapa kau lakukan itu!!" bentaknya. Jimin bahkan sampai tersentak kaget.

Apa dia baru saja mendapat bentakan dari orang asing? Sungguh gadis di depannya membuat Jimin mengalami syok mendadak. Baru kali ini ada orang tidak dikenal datang secara tiba-tiba menghampiri dirinya dan memberikan bentakan diselipi kata umpatan.

"K—kau siapa?" Pertanyaan pertama Jimin membuat gadis itu bungkam seribu bahasa. D-dia bisa melihatku? Aduh bagaimana ini, batin sang gadis. Dia bingung harus menjawab apa. Sedangkan Jimin sedari tadi menatapnya sayu, menunggu jawaban yang sebenarnya sangat mudah untuk dijawab. Tapi gadis itu sepertinya enggan untuk menjawab, jadi dia mengalihkan pembicaraannya.

"Lu—lupakan. Sebaiknya kau pulang saja, kalau tidak kau bisa sakit karena kehujanan terlalu lama," dalih gadis itu agar Jimin teralihkan dari pertanyaan yang pertama kali dia tanyakan.

Jimin mengernyit, dia berjalan mendekati gadis di depannya yang refleks membuat gadis itu gugup dan melangkah mundur. Dia menatap nanar wajah gadis itu "Jangan mengalihkan pembicaraan, nona". Suara halus Jimin seakan menghipnotis tatapan gadis itu. Pandangan mereka terkunci, gadis cantik itu dapat mendengar detak jantung Jimin yang berdegup sangat kencang.

Entah apa yang sedang Jimin pikirkan, tetapi tangan kanannya seketika terangkat dan berniat mengelus surai panjang gadis itu. "Kenapa pria ini?! Dia tidak bisa membedakan aku dengan manusia, atau bagaimana?" pikir sang gadis yang dibuat mati kutu oleh tingkah Jimin.

Belum sampai menyentuh surai gadis cantik itu, Jimin sudah kehilangan kesadarannya. Tubuh Jimin terjatuh ke aspal yang basah dan dingin, sepertinya dia sudah kedinginan terlalu lama. Hingga dia tidak sanggup untuk menahan rasa dingin yang menyerang tubuhnya selama berjam-jam.

"Apa? Dia pingsan?! Astaga, hei bangun! Kalo mau pingsan tuh tahu tempat, sekarang? Siapa yang akan mengangkat tubuh sebesar gajah ini eoh? Aku mana bisa mengangkatnya, menyentuhnya saja tidak bisa," gerutu gadis itu frustasi. Dia mengacak rambutnya bingung, tidak mungkin dia tinggalkan Jimin begitu saja di tengah-tengah jalan. Apalagi dalam keadaan pingsan seperti ini.

Tidak ingin membuat pria itu terbaring bebas di jalanan yang basah. Dengan sangat terpaksa dia mencari seseorang agar bisa membantunya membawa Jimin pergi dari sana. "Dasar merepotkan, untung aku baik, jadi tidak meninggalkan dia begitu saja di jalanan," sepanjang perjalanan dia tidak henti-hentinya menggerutu.

Sungguh pertemuan mereka adalah pertemuan yang paling menjengkelkan. Baru pertama bertemu tapi sudah dibuat repot dengan Jimin yang tiba-tiba pingsan. Hari ini akan terus dikenang oleh gadis itu sebagai hari tersial baginya.

Tetapi, mungkin beda lagi jika diterangkan dalam takdir kehidupan. Seperti yang sering orang-orang dulu bilang. Pertemuan pertama selalu membawa sesuatu yang tidak terduga. Bagaimana jika kesialan yang dialami oleh sang gadis berubah menjadi sebuah keberuntungan.

Takdirkan sangat sulit untuk ditebak, bisa saja apa yang kita bayangkan berbanding terbalik dengan yang kita dapatkan.

To be continued....

Sweet Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang