Perlahan Jimin membuka matanya ketika merasakan ada sesuatu yang terasa berat menimpah tubuhnya. Apa dia masih hidup, atau sudah mati. Kenapa rasanya sangat berat untuk melihat apa yang tengah menimpah dirinya saat ini.
Bagai disambar petir kala langit begitu cerah dan bercahaya, air mata Jimin mengalir tanpa ia izinkan. Jika ini hanya mimpi, tolong segera bangunkan dia. Jika ini hanyalah sebuah ilusi, maka tolong sadarkanlah dirinya agar dia bisa keluar dari ilusi itu.
Tetesan darah senantiasa mengalir dari dada bidang pria dihadapannya. Bagaimana bisa dia berada di sana dan mengorbankan nyawanya begitu saja. Apa dia sudah tidak waras.
Manik Jimin menatap sendu wajah dingin dari pria bergigi kelinci tersebut. "Ju-Jungkook? Ap-a yang kau lakukan," lirih Jimin teriris.
"Wah lihatlah, sepasang kekasih ini lenyap di tangan yang sama ... hahahah benar-benar menakjubkan!" Tanpa merasa berdosa sama sekali, Taemin terus tersenyum melihat darah yang terus keluar dari tubuh Jungkook.
Peluru-peluru yang Taemin lepaskan mengenai tubuh kekar Jungkook, bukan Jimin. Kemeja putih Jungkook sudah berlumuran darah, sepertinya peluru itu menembus dari punggung ke dada karena posisi Jungkook yang membelakangi Taemin.
Jimin menahan tubuh lunglai Jungkook yang hampir terjatuh ke lantai. Dia letakkan kepala Jungkook di pahanya dan menepuk pelan pipi gembul pria itu yang hampir kehilangan kesadaran. "Jungkook kau harus kuat oke?! Aku akan menghubungi pihak rumah sakit dan membawamu pergi!!" Jimin merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya untuk menghubungi pihak rumah sakit yang sudah Seokjin siapkan untuk misi mereka.
Tangan penuh darah milik Jungkook menghentikan gerakan Jimin. Dia menatap Jimin datar, tetapi di balik ekspresi datarnya itu, dia sedang berusaha menahan rasa sakit yang semakin menjalar di tubuhnya. "Aku tidak mau. A-ku bukan p-pria lemah," ucap Jungkook terdengar begitu angkuh.
Jimin menatap tajam kekasih dari Lee Taerin ini, kenapa di saat kondisinya sedang separah ini dia malah membuat lelucon yang tidak masuk akal. "Ya kau bukan pria lemah, tapi pria terbodoh yang pernah aku temui di dunia ini," ujarnya ketus. Tapi Jungkook justru tertawa kecil seakan ucapan Jimin barusan adalah lelucon yang sangat menghibur dirinya. "A-ku tidak b-bodoh. Kau yang b-bodoh, Park Jimin".
Jimin tidak menghiraukan ucapan Jungkook, dia melihat kehadiran Seokjin, polisi dan beberapa perawat yang tengah berjalan ke arahnya. Taemin masih di posisi yang sama, dia hanya menatap datar semua orang yang ada di sana.
Para perawat dan juga Seokjin membawa tubuh tidak berdaya Jungkook dan mayat Taerin ke ambulans yang sudah terparkir di depan rumah. Di kamar itu hanya tersisa Jimin, Taemin, dan tiga orang polisi yang siap menangkap Taemin. Jimin menatap lurus ke depan, tidak terima jika sosok Jungkook yang sudah dia anggap bagian dari keluarganya, disakiti oleh pria kejam seperti Taemin.
Jimin berjalan ke arah Taemin dan ... plak! Satu tamparan keras mengenai pipi mulus Taemin. Dia menatap tajam pria di depannya itu, ingin rasanya menghilangkan pria seperti Taemin dari muka bumi ini. Tapi jika dia bener-benar melakukan itu, apa bedanya dia dengan Taemin.
"Apa salah mereka padamu eoh? Kenapa kau setega itu pada mereka!!" Jimin berteriak tepat di depan wajah Taemin.
Salah seorang polisi mencoba menenengkan Jimin agar tidak memperkeruh keadaan. "Tn. Park Anda tidak boleh main hakim sendiri, mohon kerja samanya," ujar sang polisi. Jimin menatap sinis petugas keamanan yang bertugas menjaga keamanan masyarakat. "Kalian tidak becus, bukankah kalian sudah dihubungi lebih awal oleh Kim Seokjin? Kenapa baru sekarang kalian datang ke sini setelah semua ini terjadi!!" bentak Jimin membuat sang polisi bungkam seribu bahasa.
Mereka meminta izin untuk membawa Taemin, dan Jimin tidak peduli itu. Dia membiarkan Taemin dibawa begitu saja dengan pesan terakhir, Taemin harus dihukum dengan seberat-beratnya.
Jimin mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, berharap dia bisa bisa menemukan roh Taerin di sana. Tetapi nihil, tidak ada sosok Taerin di dalam sana, yang ada hanyalah hembusan angin malam.
Apa dia benar-benar sudah pergi dari dunia ini? Batin Jimin. Dia menundukkan kepalanya dan berjalan keluar dari kamar itu. Di depan kediaman Jungkook, Jimin masuk ke dalam mobilnya, ternyata ada Seokjin yang masih setia menunggu Jimin.
"Kita ke rumah sakit?" tanya Seokjin.
Jimin mengangguk kecil, Seokjin mengerti ini pasti berat untuk Jimin. Jadi seberusaha mungkin Seokjin tidak mengganggu Jimin dengan memilih diam agar Jimin bisa lebih tenang.
Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai ke rumah sakit. Sesampainya di sana Jimin berlarian ke ruangan yang Jungkook tempati, meninggalkan Seokjin yang masih sibuk memarkirkan mobilnya. Tapi siapa sangka di saat dirinya baru saja sampai, seorang dokter memanggilnya agar segera masuk ke dalam ruangan Jungkook. Katanya ada yang ingin Jungkook sampaikan pada Jimin.
Di dalam sana, Jimin kembali menitihkan air mata kala melihat Jungkook terbaring lemah dengan berbagai macam alat rumah sakit yang melekat di tubuh atletisnya. "Jungkook," panggilnya.
Jungkook yang tengah memejamkan mata perlahan membuka kedua matanya dan sedikit menoleh ke arah Jimin. Dia tersenyum kecil, mengisyaratkan pada Jimin agar pria itu duduk di samping brankarnya. Jimin menurut, dia tersenyum hangat melihat Jungkook yang masih bisa bertahan.
Hati Jimin tersentil tiap melihat peralatan rumah sakit yang menghiasi tubuh Jungkook. Karena dia Jungkook jadi mengalami semua itu. "Maaf, aku sudah membuatmu sakit seperti ini," lirih Jimin merasa sangat bersalah.
Jungkook menggeleng pelan seakan tidak setuju dengan perkataan Jimin barusan. "Kau tidak bersalah," ucapnya pelan.
Air mata Jimin mengalir lebih deras, dia tidak tahan ada di situasi seperti ini. Apalagi sampai membuat seseorang terluka. "Tapi kau terluka karena melindungiku".
Lagi-lagi Jungkook tidak setuju mendengar ucapan Jimin. Dia tidak ingin Jimin merasa bersalah karena dia terluka agar bisa melindungi Jimin dari kejahatan Taemin.
"Kau tidak bersalah. Justru aku berterima kasih padamu. Aku sadar selama ini aku sudah bersikap egois dengan menyembunyikan tubuh Taerin. Aku sudah tahu niatmu selama ini yang selalu mencoba mendekatiku. Aku membiarkan kalian mengambil tubuh Taerin dengan cara pergi sebentar dari rumah tapi ... sebelum pergi aku sudah melihat mobil Taemin yang terparkir tidak jauh dari mobil kalian. Kupikir kalian kuat menghalanginya, tetapi malah seperti daun yang tiba-tiba terbang setelah tertiup angin," ucap Jungkook menjelaskan semuanya pada Jimin.
Ekspresi Jimin berubah menjadi datar, dia seakan tidak terima dengan kalimat terakhir yang Jungkook ucapkan.
Jungkook pun sama, dia kembali pada raut wajahnya yang biasa, tanpa ekspresi. "Baiklah. Untuk pertama kalinya kau berbicara begitu panjang padaku, sekarang istirahatlah, jangan banyak bergerak agar jahitannya tidak terbuka lagi," ujar Jimin, dia sangat perhatian, sudah seperti kakak yang memperhatikan adiknya.
Tanpa menjawab, Jungkook mengangguk samar mengiyakan perkataan Jimin. Namun sebelum mata bulat itu tertutup sempurna, Jungkook mengatakan sesuatu yang membuat Jimin merasakan gejolak aneh.
"Aku akan tidur dengan tenang. Kau tidak perlu merasa bersalah padaku, berbahagialah walaupun tidak sesuai dengan yang selalu diharapkan," ucapan Jungkook membuat Jimin gelisah tanpa alasan. Ada apa ini.
END...?
(Jangan lupa share ke temen-temen kalian ya^^)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Rain
FanfictionMenceritakan roh seorang gadis yang berkeliaran di dunia manusia. Dirinya tidak bisa pergi ke alam baka dengan tenang karena jasadnya yang belum ditemukan setelah sekian lama. Dan, di saat ia sedang berjalan-jalan menikmati suasana hujan, dirinya be...