3: Quidditch Stadium

339 77 6
                                    

"Kau bermain gitar di lapangan quidditch?"

Suara lelaki membuatku tersentak kaget. Dari kejauhan aku melihat lelaki itu berjalan menghampiriku.

Gawat, Cedric Diggory! Dia prefect hufflepuff. Apa dia datang untuk merampok poin slytherin? :(

"Cedric? Maaf aku akan segera kembali ke asrama. Aku tau ini hampir jam malam, tapi tetap belum jam malam. Jangan kurangi poin slytherin, ya?" Wajahku panik sambil memohon ke Cedric.

Cedric terkekeh kecil lalu mengacak rambutku. "Kenapa panik begitu? Aku tidak akan memotong poinmu kok," kata Cedric lalu duduk disebelahku.

"Aku kira kau berpatroli disini," jawabku pelan lalu mengjentikan gitarku pelan.

"Kau sering disini malam-malam? Tidak dingin?" tanya Cedric.

"Dingin sih tapi aku sudah terbiasa. common room slytherin ramai kalau aku datang sebelum larut malam. Mereka sering mengangguku," jawabku sambil curhat.

Cedric mengulas senyum sambil membelai rambutku. Senyumnya sangat menghangatkan dibawah sinar rembulan. Dia benar-benar tampan, menurutku julukan pangeran hufflepuff terlalu kecil untuknya. Dia sudah cocok menjadi pangeran Hogwarts.

"Kau pasti lelah ya di asrama slytherin? Maaf ya aku tak banyak membantu," Cedric mendekat kepadaku dan dia menyenderkan kepalaku di dadanya.

"Kau membantu menenangkanku, Cedric," jawabku bersender di pundaknya.

Dengan meminjamkan bahunya saja Cedric sudah cukup membuatku tenang. Bahkan aku cukup senang dan berdebar bersandar di bahu Cedric.

"Kau mau request lagu?" tanyaku.

"Boleh, Tapi aku tak tau banyak lagu," jawabnya sambil menepuk kepalaku pelan.

"Mau dengar lagu favoritku?" tanyaku menghadap ke wajahnya. Wajah kita berdekatan sampai aku bisa merasakan nafasnya yang hangat.

Dia hanya mengangguk pelan. Aku menoleh kearah lain agar wajahku tak lama-lama berpandangan dengannya. Ia menyenderkan kepalanya diatas kepalaku.

Aku mulai memainkan gitarku dan hendak bernyanyi.

"EKHEM!"

Suara dehaman itu cukup keras hingga aku sedikit kaget. Aku dan Cedric menoleh ke sumber suara.

Lagi-lagi Malfoy. Anak ini ganggu saja.

"Sedang apa kau, Malfoy?" tanyaku.

"Kau juga sedang apa disini berdua dengan Diggory?" tanyanya balik dengan ketus.

"Sudah jam malam. Sepertinya kau harus pulang, Janice," kata Cedric dengan lembut.

Aku berdiri dan diikuti juga oleh Cedric. "Aku akan mengantarmu," katanya.

"Dia sudah besar tak perlu diantar," Malfoy lagi-lagi ikutan berbicara.

"Kau sedang apa disini? Janice disini karena ingin berbincang denganku," Cedric masih berbicara dengan ramah dengan Malfoy.

Malfoy menelan ludah Ia terlihat panik. "Mau tau saja urusanku, Diggory," kata Malfoy dengan kesal.

"Sudahlah Cedric. Aku akan kembali ke asrama," kataku sebelum perbincangan ini mulai ribut.

"Biar aku antar. Gitarmu ini biar aku bawa," Cedric membawa mengambil gitarku dan memegang tangan kananku.

"Ck, biar aku saja yang antar dia. Kita akan menuju asrama slytherin bersama-sama," Malfoy menghampiriku dan menarik tangan kiriku secara paksa.

"Aw!" tanganku terasa sakit ketika Draco menariknya.

"Aku takkan membiarkanmu berdua dengan Janice. Kau pasti akan menganggunya," cedric mulai menatap sinis ke Draco.

"Kau tak tau apa-apa tentangku dan Morningstar," Draco juga tak kalah sinis.

Aku merasa suasana semakin tegang. Aku melepaskan genggaman dari mereka berdua.

"Tak ada yang mengantarku malam ini. Jangan memperlakukanku seperti gadis lemah yang tak tau lokasi asramaku berada," aku mengambil gitarku dari Cedric.

"Kalau kalian ingin bertengkar, tunggulah hingga aku keluar dari lapangan quidditch ini. Aku terlalu lelah untuk menonton drama dua anak lelaki. Permisi," lanjutku dan kemudian bergegas jalan dari mereka.

Aku bisa merasakan mereka mengekoriku dari belakang.

Jadi seperti ini rasanya menjadi Malfoy yang diikuti oleh Crabbe dan Goyle.

Setelah sampai di asrama, aku berbalik dan melihat mereka berdua. "Well, terimakasih sudah mengikutiku dari belakang, i guess??" kataku canggung.

Kalau aku hanya masuk ke asrama tanpa mengucap apapun, sangat tak sopan bukan.

"Terimakasih kembali, Janice. Sampai jumpa besok," Cedric mengacak rambutku sebelum ia pergi.

"Lihat apa yang Diggory jelek itu lakukan pada rambutmu," tatapan Draco kesal lalu tiba-tiba tangannya mendarat dan merapihkan rambutku yang acak-acakan.

"Tak perlu dirapihkan, Kau sendiri yang bilang di kereta kalau menyentuhku akan membuat tangan pureblood kotor," aku kembali mengingatkan perkataan di kereta tadi.

"Aku sudah minta maaf, okay? Lagipula aku hanya ingin membantu karena aku tak mau Pansy memukulmu," kata Malfoy.

Aku menggeleng heran, "Kau tak seperti biasanya Malfoy. I mean, kau sering mengangguku dan teman-temanku. Kau bahkan tak peduli jika aku diganggu Pansy atau anak-anak lain," kataku.

"Aku peduli padamu, kok. Kita kan teman, Jane," jawabnya, lalu masuk kedalam asrama meninggalkanku yang masih melongo bingung.

Aku makin membulatkan mataku kaget. Teman? Jane? Dia terdengar sangat-sangat aneh. Apakah dunia akan benar-benar berakhir? Atau Malfoy menjadi aneh karena Ia sedang sakit keras?

Setelah sadar dari lamunan, aku langsung masuk ke dalam asrama. Malfoy sedang duduk di kuris common room.

"Panggil aku Janice, Jane hanya untuk orang-orang tertentu saja," kataku pada Malfoy.

Malfoy menoleh kearahku dari tempatnya duduk, "Aku yakin kita akan segera menjadi teman baik. Atau mungkin hubungan kita akan lebih eksklusif daripada teman,"

Ia langsung menuju ke kamarnya meninggalkanku yang makin ternganga oleh ucapannya.

--

Hi, aku creator work ini. Jangan ragu buat klik vote atau comment ya.

Walaupun aku juga dont really care about vote, karena aku bikin cerita ini buat self-healing, tapi i feel so appreciated if you click the star button.

jangan segan buat dm aku ya, aku mau interact sama kalian juga.

stay save and stay hydrated!

with love, jihan

July 31, 2021

how we become friend, (𝘥𝘳𝘢𝘤𝘰 𝘮𝘢𝘭𝘧𝘰𝘺 x oc) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang