15: Confess

205 36 18
                                    

Aku benci tahun ketiga. Aku harus terlibat dalam banyak drama. Seperti Cedric, Draco, teman-temanku, dan aku juga harus menjalani hukuman dari Snape.

Aku telah menyelesaikan essay sebanyak 3 perkamen, 2 perkamen lagi untuk terbebas dari hukuman sialan ini. Aku tak menyelesaikannya di perpustakaan, tapi di menara astronomi. Perpustakaan sangat membosankan dan tidak bisa bicara keras-keras.

Draco meminjamiku buku-buku miliknya. Draco sangat handal dalam hal ramuan dan dia adalah ranking dua seangkatan, Ia banyak sekali membantuku dalam essay ini. Dia sekarang juga menemaniku di menara astronomi sambil memakan apel hijaunya.

"Aku benar-benar sudah tidak bisa melakukannya. Snape sialan! Kenapa dia bisa sejahat ini pada sesama slytherin?! Aku juga belum membereskan Common Room slytherin," rengekku sambil mengacak-acak rambutku frustasi karena essay sialan ini seperti tidak kelar-kelar.

Draco terkekeh melihatku, "Kau benar-benar telihat berantakan sekarang," ucap Draco.

"Terima kasih, pujiannya!" kataku menekankan kata 'pujiannya.'

Aku sudah mengerjakan essay sejak sore sampai malam. Aku bahkan melewatkan makan malam, belum mandi, dan wajahku benar-benar terlihat seperti orang yang mempunyai banyak beban.

Draco melemparkan apel hijau dari kantungnya padaku, "Makan ini agar Kau tetap hidup,"

Aku langsung memakannya. "Thanks. Setelah semua essay ini selesai, aku akan melemparkan semua perkamen ini di wajah Snape yang kaku itu!" teriakku.

Inilah mengapa aku tak belajar di perpustakaan. Aku banyak berteriak mengeluh. Terkadang aku bernyanyi ditengah mengerjakan tugas.

Tiba-tiba Draco mendekat padaku dan merapihkan rambutku yang berantakan. Menyisirkan rambutku dengan tangannya dan menguncir rambutku dengan karet gelang yang Ia bawa.

"Kau dapat karet gelang darimana?" tanyaku.

"Aku dapat dari Blaise entah dia dapat karet darimana. Blaise bilang mengkuncir rambut wanita itu romantis," kata Draco.

Aku tersenyum kecil mendengar bocah pirang berkara seperti itu. Setelah selesai menguncir rambutku, Draco memutar kepalaku untuk melihat hasil kuncirannya. "Jelek," katanya.

Aku memukul pundak Draco dengan buku berkali-kali, "Draco bodoh, matamu rusak, ya? Bisa-bisanya Kau bilang aku jelek,"

Draco menggaduh kesakitan sambil tertawa. "Aw, berhenti memukulku, Jane. Kau terlihat cantik tapi kunciranku terlihat jelek," Ia menahan pukulan yang aku berikan, kemudian aku berhenti memukulnya.

"Aku sudah berencana membelikanmu kacamata agar Kau bisa melihat dengan jelas betapa cantiknya aku," aku mengerucutkan bibirku.

"Tidak perlu, mataku baik-baik saja. Buktinya aku masih bisa melihat wajah cantikmu dengan jelas," katanya sambil mencubit kedua pipiku.

"Berhenti mencubit pipiku, Blondie!" aku membalas mencubit pipinya, kami malah saling mencubit pipi masing-masing seperti anak kecil.

Perlahan Draco mulai melepas cubitannya, tapi tangannya beralih mengusap wajahku lembut. Aku juga melepaskan cubitannya dan mengusap wajahnya.

Mata kami saling bertemu. Aku merasa jantungku semakin berdebar kencang setiap saat aku menatap netra abunya. Perlahan wajah kami saling mendekat, aku semakin bisa merasakan hangat nafas Draco di kulitku. Hidung kami mulai bersentuhan, diikuti bibir kami yang hampir bersentuhan-

"Janice?"

Shit! Aku langsung mendorong Draco hingga Ia terjatuh. Maaf Draco, aku mendorongmu sangat keras.

how we become friend, (𝘥𝘳𝘢𝘤𝘰 𝘮𝘢𝘭𝘧𝘰𝘺 x oc) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang