Gejolak Batin

20 1 0
                                    




Diiringi suara AC yang berdengung. Pagi yang sedikit mendung. Matahari yang malu-malu untuk bangun. Aku sudah mengutuki sepi sendiri di ruangan itu. Membayangkan kau dan ceceran kenangan yang lalu.


Nyatanya membuat pilihan tak semudah kita berucap. Ada beberapa potongan hal yang harus dikorbankan. Ada beratus ingatan yang harus diluluhkan. Bahkan ada sesosok yang harus disimpan dalam-dalam.
Inginnya begitu bukan jika kita bersama seorang yang lain. Namun, gejolak dalam batin meronta seraya memanggil namamu kembali, meneriaki bahwa kenyataan memang pahit untuk dirasakan, menghujam pikir dengan lantunan suaramu yang tak kunjung usai, dan menjabarkan peristiwa yang telah dilalui bersama neraca waktu. Oh, lalu apa yang harus ku tanyakan padaNya perihalmu?

Aku terlalu tebal hati padamu yang selalu memberikan apapun yang ku mau. Aku terlalu keji meninggalkanmu bersama waktu. Aku terlalu sadis membiarkanmu bagai seonggok reranting yang tak ada penyangga.

Lalu apa yang harus ku lakukan?
Aku tetap menulis perihal dirimu bukan tentangmu. Sebab dirimu sudah terpaut syahdu di mataku yang sedikit kuyu.


BUIH (Kumpulan Puisi Segala Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang