Tetiba aku mengingat dirimu. Sebab lambaian foto yang mengusik ruang pikirku.
Hai, bagaimana kabarmu saat ini? Aku yakin kau pasti menutup rapat pintu hatimu untukku. Menyapamu lewat angin saja mungkin tidak diperbolehkan. Namanya saja sudah bertegah. Apalagi yang ku perbuat selain mengutuki ingatanku yang lalu denganmu.
Saat itu kita berpelesir sambil berceritera ria tentang apapun. Terlebih kau pasti membumbui dengan sisi agamis yang tinggi. Ya, ku tahu kau dari kalangan kaum yang beragama dengan taat. Berbanding terbalik denganku. Aku terlalu terjerembab dalam dedosa yang sudah menggunung dan melekat.
Hai, aku menyapamu lagi. Lewat kata boleh kan? Aku sengaja tidak melihat raut mukamu. Sebab aku yakin irisan sembilu akan merajam ulu hatiku. Hiperbola memang tapi begitulah faktanya.
Kau tahu sekarang aku memandangi hasil dari potretanmu. Mengabadikan tentangku tentunya.
Kau baik-baik saja kan? Harus ya! Kau tak boleh kenapa-kenapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUIH (Kumpulan Puisi Segala Rasa)
PoetryGoresan aksara yang memuat warna-warni rasa kehidupan. Suatu ketika kita berada di titik terendah maka aksaralah yang menjadi jembatan pengungkapan segala rasa. Mungkin kita diguyur kebahagiaan, aksara yang merekamnya menjadikan sebuah memori yang b...