Decem

192 20 0
                                    

"Mas bro! Kok telat lo?" Tanya Juna ketika mengetahui bahwa Raga baru saja sampai di rumah Yuda.

"Ya ngapain? Kan gue kaga merayakan" jawab Raga asal sambil mengedikkan bahunya.

Satu kalimat dari Raga tersebut mwmbuat semuanya diam, menatap Raga dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Raga yang merasa ditatap pun menatap balik keenamnya sambil membenarkan posisi duduknya, mengambil ruang kosong di sebelah Rey dan menyandarkan punggungnya pada dinding dingin.

"Kenapa lo pada? Jelek banget tuh wajah pfft" celetuk Raga setelahnya. Raga tau mereka berekspresi seperti itu karena kasian padanya, tapi Raga gak mau kayak gini. Benci jika wajah teman-temannya sudah seperti ini.

"Bro sumpah. Kenapa kek gitu? Gue gakpapa, biasanya juga lo pada santai aja kan. TO, simulasi jeblok juga pada ketawa hahaha"

Tidak ada tanggapan dari keenamnya, masih dengan tatapan yang sama, bahkan Abi dan Putra sudah menundukkan wajahnya melihat jarinya yang bermain dilantai.

"Ah gak asik. Gue balik lah!"

"Cih, baper. Ngambek?!"

"Aha..ya gak lah, gimana mau baper. Kan Yuda yang ngajak, gak mungkin ditolak sama gue mah" ucap Raga takut-takut setelah Yuda berkomentar seperti itu. Nggak jadi pulang akhirnya Raga, kembali memosisikan dirinya dengan nyaman di tempat semula. Semua yang melihat itu sudah kembali tertawa, sudah tidak ada lagi momen canggung seperti tadi. Mereka kembali menjadi 7 orang laki-laki biasa yang tidak tau bagaimana nasib dan takdir kedepannya.

-

"Sashin! Kenapa hanya enam?! Master bilang jumlahnya lebih dari itu." Ucapan panik seorang wanita dengan setelan gaun putih panjangnya menggema dilorong panjang itu.

"Kenapa ada apa? Semua dalam kendali Emi" jawab pria yang sedikit lebih tua dari wanita tadi dengan tenang, malahan sangat tenang. Kaki diluruskan pada bangku yang sudah ditata sedemikian rupa, mata memejam, dan tangan yang terus mengambil snack disampingnya itu. Sangat berbanding terbalik dengan wanita yang baru saja datang ini.

"Jangan bercanda! Tahun ini berbeda dengan tahun2 sebelumnya, bangun dan katakan padaku kenapa seperti ini!" Perintah Emi menggebu, matanya menatap tajam kepada pria yang dipanggilnya dengan nama Sashin tadi.

"Apa bedanya dengan sebelumnya. Mereka hanya anak2 yang akan mengerti bagaimana takdirnya, tidak ada yang berubah. Santai saja sebelum hari2 berikutnya kita disibukkan dengan mereka~" jawab Sashin dengan kerlingan matanya yang semakin membuat Emi jengkel.

"Aku akan menghadap Master Bang sendiri. Teruslah seperti ini jika kau ingin besok bekerja memasak di kantin." Ucap Emi tegas. Sashin yang melihat itu segera bangkit dan menahan Emi untuk tidak menghadap Master Bang.

"Oke oke, aku akan beritahu kenapa. Duduklah" kalimat yang keluar dari mulut Sashin barusan bisa membuat Emi berbalik kembali.

"Aku mendengarkan" tagih Emi kepada Sashin yang sekarang sedang menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Master sendiri yang menyuruhku untuk tidak memanggil semua secara bersamaan. Dan bahkan katanya Master sendiri yang akan memanggil, jika beliau tidak sibuk. Jadi aku tidak melalaikan tugasku kan? Tugasku selesai." Jelas Sashin kepada Emi dan diangguki oleh wanita berambut merah gelap didepannya ini.

"Baiklah. Maaf sempat meragukanmu"

"Tak apa. Kau sudah melanjutkan tugasmu?"

"Tugasku siap saat mereka sudah disini. Percuma jika aku melakukannya sekarang, kau tau itu. Aku pergi" setelah mengatakan itu Emi pergi entah kemana meninggalkan Sashin yang melanjutkan acara santainya.

PERSONALITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang