Tertius Decimus

246 22 7
                                    

Setelah semuanya mengikuti Yuda untuk masuk kedalam gedung megah itu, mereka sampai di lobby gedung. Atap-atap tinggi yang membuat angin berhembus semilir, ukiran-ukiran rumit disetiap pilar penyangga bangunan tersebut, koridor panjang seperti tidak berujung yang menghubungkan lobby dengan gedung lain disisi kanan dan kiri.

"Selamat datang di rumah baru kalian"

Lagi, seseorang mengejutkan mereka. Kali ini suara yang berbeda dari suara lembut Emi, suara rendah yang menakutkan mendominasi diantara mereka.

"Aku Sashin. Silahkan ikuti aku, akan kutunjukkan kamar kalian" ucap Sashin memperkenalkan dirinya kepada keenamnya dan hanya diikuti pasrah. Selain karena bingung, mereka juga lelah, jadi mau tidak mau mereka memilih untuk menurut saja.

Saat perjalanan menuju kamar yang dibilang Shasin, mereka semua menatap keadaan sekitar. Tidak bisa dibilang ramai, tapi sulit juga untuk dikatakan sepi, jadi benar ini universitas yang terkenal ketat seleksi itu?

"Mm maaf Tuan Sashin, aku- eh saya boleh bertanya?" Kalimat dari Putra itu membuat semuanya menatap kearahnya.

"Ya?"

"Dimana kita bisa mengambil jurusan? Dari awal dapat undangan sampai sekarangpun kita datang tanpa tau apa-apa" jelas Putra mencoba mengeluarkan pertanyaan dari kepalanya.

Sashin hanya tersenyum kecil mendengar pertanyaan dari salah satu mereka yang saat ini berjalan dibelakangnya "Bukankah temanmu sudah pernah menjelaskan?"

"Siapa?"

"Yuda, betul?"

"Tapi-

"Sudah sampai, ini kamar kalian. Terserah bagaimana kalian membaginya, aku sediakan 2 kamar semoga bisa diterima. Selamat istirahat"

"Dia ngomong sepanjang itu dan langsung pergi gitu aja? Hah?! Bisa-bisanya, Yuda ini kita ngapain disini, kenapa nggak jelas banget! Lo gak pernah mau jelasin dengan jelas ya. Begitu sampe disini juga malah dibalikkin lagi suruh nanya ke lo, terus gimana gue mau paham ini kenapa?!"

"Jun, omongan lo yang barusan lebih panjang dari omongan orang tadi, kalo lo mau tau" sahut Deka yang berdiri disebelah Juna, telinganya pengang karena dengerin omelan Juna.

"Udah lah ayo bagi kamar. Nggak capek kalian?" Usul Rey menyudahi.

"Jadi gimana?"

"Gue sama Yuda, mau gue interogasi habis ini!" Celetuk Juna mengawali pembagian kamar mereka.

"Hhh" helaan nafas panjang terdengar dari Yuda.

"Kenapa mau protes lo?! Enggak ayo, jawab pertanyaan gue!" Ucap Juna sambil menyeret Yuda masuk ke salah satu kamar didepan mereka.

"Kita dapet 2 kamar, berarti nanti ada yang 4 ada yang 3. Kalian mau yang mana?" Tanya Rey kepada tiga lainnya yang masih diluar kamar.

"Gue sama Putra, sama Abi aja ya. Pecah ntar gendang telinga gue kalo sama Juna" tawar Deka kepada semuanya.

"Yaudah gitu aja. Nanti tinggal Raga pilih mana, atau nggak nanti dia bisa pindah2 kalo mau" kalimat dari Abi menutup kegiatan mereka membagi kamar. Setelahnya mereka menyiapkan dan menata barang di kamar masing-masing.

Kamar mereka ada di lantai 3, saling berhadapan dan persis di paling ujung dari deretan kamar yang ada dilantai itu, walaupun kamar mereka di paling ujung itu bukan hal yang buruk. Nyatanya mereka punya balkon yang bisa melihat pemandangan luar dengan leluasa, bukan seperti kamar lainnya yang memiliki balkon dengan satu arah pandang saja.

-

Disini, ditempat tadi Raga masih menunggu Jiwa sadar. Setelah Raga menemukan Jiwa, Jiwa pingsan. Jadi Raga harus menunggu dan menemani Jiwa sampai sadar, setidaknya sampai sedikit lebih baik dari sebelumnya.

PERSONALITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang