Bab 12

597 83 2
                                    

Have fun!!!^^

Jika ada penyamaan alur cerita secara tidak sengaja. Maka saya tidak akan melanjutkan cerita ini dan menghapusnya, jangan lupa vote ya!



"Pantai? Kau ingin pergi ke Pantai? Itu jauh dari rumah sakit sayang..." Pagi ini Asahi sudah menyuapi Noya dengan bubur ayam buatannya, "Hmm musim semi akan segera tiba, lebih baik kalian istirahat terlebih dahulu" ucap suster yang mengantarkan obat Noya di meja.

"Mio chan, tolong ambilkan tisu" Suster itu bernama Chibana Mio, ia melayani Noya secara pribadi, selalu menemani Noya saat Asahi sibuk melakukan pekerjaannya. "Apakah aku boleh membawa Noya bermain di taman?" Tanya Asahi kepada Mio yang sedang merapikan meja.

"Saya ambilkan kursi roda dulu, Asahi san pakaikan dia baju yang hangat, jangan sampai Noya san kedinginan" Asahi menganguk menanggapi saran Mio, wanita ini sudah begitu dekat dengan Noya, karena persamaan sifat, cerewet. Mio sudah menganggap Noya seperti kakaknya dan Noya pun sebaliknya.

"Asahi san..." Noya tersenyum begitu lebar, ia melihat Asahi memakai jersey SMA nya dulu, six pack nya pun terlihat jelas. "Aku ingin menggoda Asahi san" bisik Noya pelan.

"Baju ini sangat ketat, ahh aku akan bermain beberapa service habis itu kita beli bakpao yaa.." Asahi mencium dahi Noya lembut, ia sebenarnya kasihan melihat kantung mata Noya yang hitam akibat mimpi buruknya. Entah kenapa Asahi begitu bodoh, kekasihnya sudah memendam begitu banyak masalah dan penyakit dan menutupinya sendirian, tapi dirinya baru tahu saat lulusnya Noya.

"Dukk..."

Service pertama Asahi luncurkan dengan pelan, service kedua... ketiga.... hingga Asahi kelelahan. Noya tertawa di pinggir lapangan didampingi Mio disampingnya, Asahi menghampiri kekasihnya dan menciumi wajah Noya.

"Aku tidak akan pernah menyerah melawan kanker ini, karena ketulusan kalian menjagaku, aku merasakan kehangatan keluarga di hidupku. Dan seperti menikmati udara dengan paru paru yang sehat..."

Mio teringat perjuangan kakaknya yang melawan penyakit yang sama seperti Noya, hanya saja nyawanya diambil saat ia tertidur dengan tenang.

"...Aku ingin mati secara heroik... uhuk.. uhuk..."

"Kau harus makan, kata Mio berat badanmu turun drastis saat ditimbang..." Noya menutup mulutnya saat Asahi menyikapinya dengan bubur buatan rumah sakit.

"Aku mau bubur ayam Asahi san..." Noya menundukkan wajahnya, sebenarnya ia tidak mau merepotkan Asahi karena permintaannya.

"Tidak usah Asahi san, aku takut merepotkanmu"

"Tidak apa apa sayang aku nyari dapur dulu ya, aku panggil Mio untuk menjagamu....."

"Jangan, jangan panggil Mio, dia baru saja istirahat Asahi san, aku gapapa sendirian disini" Asahi menghela nafasnya dan mengusap pipi kurus Noya.

"Kalo ada apa apa, telpon aku ya..." Noya menganguk menanggapi Asahi, laki laki itu berbalik badan pergi menuju pintu, tubuhnya pun sudah tak terlihat setelah pintu tertutup rapat.

Noya menyandarkan tubuhnya lemas, dadanya sangat sakit dikala ia bernafas dengan tak beraturan. Untung saja Noya sudah terbiasa dicium oleh Asahi, setelah makan pun rasanya ia ingin muntah.

Tangannya meraih handphone pemberian Asahi waktu ia ulang tahun diumur 18 tahunnya. Ia menyalakan lagu dengan tenang, Dandelions, harapan dan mimpi Noya bercampur menjadi satu dengan lagu yang ia mainkan.

"...Ladang bunga... bersama Asahi san...Ahahaha pasti menyenangkan uhuk... hahhh tidak lupa makan bakpao kacang merah... aku menyukainya" Noya mengusap air mata nya yang jatuh.

"Menikah... dan ibu uhukk menghadiri pernikahan kami..."

"Menikah? Kau bercanda kan?" Suara itu mengejutkan Noya, "orang mana yang akan menikahi dirimu yang cacat pernafasan seperti itu"

"Ibu..."

"Hah?! Ibu?! Aku bukan ibumu bodoh, kau hanya anak pinggir jalan yang kupungut!!!"

"Ibu bohong kan? Aku anakmu iya kan bu..." Noya tersenyum sambil meneteskan air mata yang ia bendung.

"Plak..."

"KAU... BUKAN... ANAKKU... CAMKAN ITU NISHINOYA YUU!!!" Wanita itu menampar sekaligus menunjuk nunjuk Noya. Noya tersenyum masih bersyukur karena dapat melihat ibunya yang masih sehat.

Ia menggenggam tangan wanita itu, "Ibu, aku bersyukur bisa melihat ibu yang masih sehat, suatu saat Noya lah yang akan membahagiakan ibu" .

"Diam kau tukang bual !!" Sekali lagi wanita itu mendorong tubuh Noya hingga kepalanya membentur dinding.

"Hei wanita jalang, apa yang kau lakukan ke Noya san!!" Mio menghampiri ibu Noya dan mendorongnya.

"M-mio uhuk uhuk... " mulut Noya mengeluarkan darah dengan jumlah yang lebih banyak.

"Noya san!! Sebentar kupanggilkan dokter" Mio menyeret ibu Noya keluar ruangan dan meninggalkannya.

"Halo Asahi san, Noya san tadi batuk batuk dan ngeluarin banyak darah. Asahi san ada dimana? Tolong jaga Noya sebentar saya mau panggilkan dokter dahulu." Mio berlari menyusuri lorong memanggil dokter dan beberapa suster lainnya.

"Kenapa harus sekarang...." Asahi segera mematikan kompor dan langsung menuju lantai atas. Letak kamar Noya tak begitu jauh dari tangga.

Asahi mendapati seorang wanita yang berlari dari arah kamar Noya, perasaan Asahi mulai tidak enak tangan wanita itu berlumuran darah.

"Ngga... ngga... Ga mungkin... YUU!!"

Nafas Asahi terengah engah, dengan cepat ia segera membuka pintu kamar Noya.

"YUU!!"
























Haii guys ^^

Terima Kasih sudah mau mampir dan membaca fanfic AsaNoya ini jika ada kesalahan pengetikan (typo) dan alur yang tidak jelas, kalian boleh ngasih kritik dan sarannya love you all ❤️❤️❤️

Surrender [[AsaNoya]] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang