Aditya Marvin Pratama,
Sejak nama itu ditakdirkan pada anak pertama Mama, doa dari arti nama itu selalu dipanjatkan. Bahwa Mark akan menjadi lelaki yang pandai dan bijaksana.Ayah dan Mama selalu menambahkan 'Pratama' pada setiap nama anak mereka yang artinya 'Pertama'— atau paling unggul.
Maka Mama mengharapkan Mark bisa menjadi sosok yang pandai, bijaksana serta menjadi yang pertama tentang apapun itu hal yang ia sukai.
Hingga cita-cita Mark yang tak pernah berubah sejak dulu selalu Mama beri semangat. Bahkan Mark sempat berpindah-pindah sekolah karena tidak menemukan ekstrakulikuler yang ia minati.
Ya, Mama memang sangat mendukung apa yang Anaknya cita-citakan.
Sekalipun itu hal yang diragukan orang lain, Mama tidak pernah menyerah untuk Mark.
Jatuh bangun Mark menjadi seorang komposer hingga sekarang ia sudah dikenal oleh banyak artis untuk membeli lagu ciptaannya.
Bukannya ia tidak pernah menyerah, tidak.
Bahkan hampir setiap hari ia berpikir, 'Apakah yang aku lakukan ini sudah benar?'
'Apakah memang ini yang aku cita-citakan?'Bagaimana ia yang dibandingkan oleh Adik pertamanya —Rendi— yang lebih dulu sukses setelah album solo nya rilis, sejalan dengan itu Rendi juga sukses di bisnis restorannya.
Bagaimana dengan Mark yang masih begitu-begitu saja? puluhan judul lagu yang ia kirimkan tak lolos satu pun.
Namun Mama dan Adik-adiknya yang mendukungnya hingga ia menjadi seperti sekarang, Mark tidak bisa tidak berterimakasih akan itu.
"MARVIN! Anak sulung Mama!" Pekik Mama dari seberang telepon membuat Mark tergelak.
Setelah Mama mengirimkan beberapa gambar alat rumah tangga dari situs online shop pada Mark, ia langsung menghubungi Mama.
"Mama disana sehat?"
"Mama sehat nak, gimana kamu sama Adik-adik? sehat?"
Kini Mark berada di dalam kamarnya, setelah sarapan dan mendapat telepon dari Mama ia beranjak naik keatas menuju kamar dan bersandar pada sandaran kasur.
"Sehat kok Ma, cuma Jevan masih pilek gara-gara nyomot es krim nya Nael" adu Mark
"hhh.. Adik mu yang satu itu memang susah dibilangin"
"Mama kapan balik? Aku kangen" ucap Mark, terdengar suara kekehan dari seberang sana. Mark mendengarnya, rasanya tak cukup jika hanya mendengar suaranya. Mark ingin memeluknya, benar-benar rindu.
"Sekitar 1 minggu lagi, sabar ya anak Mama yang sekarang paling kaya seantero komplek cakrawala" ucap Mama dengan gemas.
Mama memang seperti itu. Mama pernah bilang setiap kata yang diucapkan oleh seseorang itu bisa menjadi doa. Maka ucapan yang selalu Mama lontarkan merupakan bentuk doa untuk Anak-anaknya.
"Mama juga rindu, pengen di nyanyin Rendi, pengen diusilin Haikal, pengen dianterin Jevan ke rumah sakit, hehe.."
"Makanya Mama cepat pulang ya, Kami semua nunggu Mama"
|
|
|"Bang Jevan ini air hangat nya ya.. jangan beli lagi loh awas"
Telunjuk tangan ia hadapkan tepat diwajah Jevan yang mengangguk pasrah. Nael sudah menyiapkan perbekalan Jevan untuk hijrahnya ke kampus tercinta.
"Nanti kalau udah siangan obat flu nya diminum lagi ya Bang, vitaminnya juga"
Ada air hangat dalam botol termos ukuran sedang, kemudian obat flu dan vitamin. Tubuh Jevan memang lemas karena pilek yang mengganggu aktivitasnya, tapi ini tidak boleh dijadikan alasan bagi mahasiswa baik-baik.
'Hanya Flu biasa.. bisa jalan kan? berarti masih bisa menjalani perkuliahan' — Begitu pikir Jevan.
"Bareng Mas aja berangkatnya"
Rendi muncul dari tangga, ikut duduk disamping Jevan dimeja makan. Jevan menggeleng, karena hari ini ia sudah janji akan menjemput teman kampus nya.
Maka Jevan dengan tenaga yang ada tetap kuat untuk berangkat ke kampus, tak lupa berpamitan dengan Mak Kelly yang sedang duduk cantik dipinggir pintu rumah.
"Mak Kelly, Jevan berangkat.. doain hidung Jevan gak meler didepan Nisa ya.." Jevan berbisik tepat ditelinga Mak Kelly.
Kucing putih itu mengeong pertanda 'Ya'.
Motor Jevan berhenti tepat didepan rumah bernuansa abu-abu, Jevan sempat memastikan alamat tujuan melalui pesan singkat yang diberikan Nisa. Bagaimana sudah tepat Jevan turun dan menekan bel rumah itu.
Tak beberapa lama Nisa keluar, helm bergambar hello kitty sudah terpasang dikepalanya pun dengan totebag berwarna hitam polos di lengannya.
"Udah lama?"
"Hm.. Baru"
Sangat canggung rasanya.
Bahkan selama diperjalanan Jevan dan Nisa tidak membicarakan apapun, mereka larut dalam pikiran masing-masing.Bukan apa-apa, Jevan hanya merasa berbeda. karena biasanya ia akan selalu beradu argumen dengan teman kampus nya ini, justru sekarang seperti dua orang yang baru saja mengenal.
Hingga ia tak mengira akan bisa mengajak Nisa pergi ke kampus bersama setelah sekian banyak pertengkaran kecil yang mereka lakukan.
|
|
|
jadi, setuju gak Jevan dan Nisa kita jodohkan?
See you!💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Nael and His Family
FanfictionMata indah itu, tak pernah menyiratkan kebencian. Senyum indah begitu tulus, tak pernah dipaksakan. Usapan lembut yang Mama lihat penuh kasih sayang. Mama jatuh hati pada Nael. [Brothership] [Not BxB] < 1000 kata