Hari ini Rendi memutuskan untuk berangkat bekerja menggunakan angkutan umum, entah apa tujuannya tapi ia menginginkan keadaan yang berbeda. Sepasang earphone yang terpasang di kedua telinganya benar-benar membuat ia merasa tenang, apalagi ditempat umum yang ramai dan riuh ini.
Perjalanan yang sebelumnya hanya membutuhkan waktu 15 menit kini bertambah menjadi 30 menit. Untung saja Rendi sudah mewanti-wanti hal ini dari awal sehingga ia sudah berangkat bahkan sebelum adik-adiknya terbangun.
Sinar matahari yang menembus kaca jendela membuat matanya menyipit. Pagi ini sungguh cerah.
Mendadak musik itu berubah menjadi nada dering ponselnya. Ia merogoh saku celana abu-abu nya dan mulai menekan icon hijau disana tanpa mengetahui siapa yg sedang menghubunginya.
"Halo?"
"Mas.."
Suara perempuan yang Rendi dengar membuat ia menoleh ke layar ponselnya, memastikan bahwa Mama menelponnya.
"Iya Ma?"
Tumben sekali. Biasanya Mama akan menelpon di saat-saat jam kerjanya berlangsung, mengingat waktu mereka yang berbeda.
"Adik mu.." lirih Mama. Setelahnya hanya isak tangis yang bisa Rendi dengar. Rendi memutuskan untuk membiarkan Mama melanjutkan, tapi hanya tangisan yang Rendi dengar.
Rendi sudah yakin ada hal buruk yang terjadi. Jadi dengan sepenuh hati ia menyiapkan dirinya mendengar penuturan dari Mama.
"Kenapa, Ma?"
"Mama gak bisa, Mas. Mama harus gimana sekarang..?" tanya Mama pada anak keduanya itu, ketahuilah Mama sudah berlinang air mata. Rambutnya sudah berantakan karena ulahnya sendiri.
"Mama emang gak bisa apa-apa." lanjut Mama.
"Dia minta untuk pulang. Adik mu menyerah, Mas. Setiap saat Nael memohon untuk menyelesaikan pengobatannya."
"Gimana ini, Mas? Mama bingung, Mama takut.."
Tempat pemberhentiannya sudah jauh terlewat. Rendi membiarkan dirinya tetap didalam bis. Seorang sosok perempuan yang Rendi pikir tegar kini menyerah dihadapannya, bagai penderitaan bagi Rendi mendengarkan Mama yang pasrah.
Nafas yang tidak beraturan itu terasa sangat berat untuk di hembuskan. Matanya memanas, genggamannya bergetar pada gawai.
"Mas mau ngomong sama Nael ma, boleh?" ucapnya.
|
|
|Senyumnya terpatri indah di wajah membuat sosok di seberang sana terkekeh melihat wajah sang adik yang tidak berhentinya tersenyum lebar. Walaupun wajahnya lebih terlihat pucat, dan binar wajah nya terlihat redup Rendi tidak henti-hentinya mengucapkan kalimat kasih sayang untuk adik manisnya.
Walaupun dirinya harus menahan sesak setiap kali ia menarik napas. Karena yang ia lihat di layar kaca saat ini adalah adik kecilnya yang sedang berjuang. Dan kali ini, Rendi tidak bisa memungkiri dengan melihat sang adik dirinya pun ikut merasa hancur.
"Nael senang banget mas telpon." ucapnya. Kali ini Nael yang terkekeh hingga matanya menyipit.
Lagi-lagi hanya senyum tipis yang bisa Rendi lemparkan. Tidak ada suara lain dari masing-masing mereka, sepertinya Mama sedang tidak berada di dekat Nael dan Rendi yang sedang seorang diri di ruangan kerja miliknya.
"Abang-abang sama adek-adek gimana mas? Sehat?"
Nael selalu seperti itu. Ia akan selalu bertanya apakah saudara-saudaranya yang lain baik-baik saja atau tidak, padahal yang patut di khawatirkan itu adalah dirinya. Rendi tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Nael bertanya seperti itu.
Kalau saja Rendi boleh jujur, ia sangat ingin mengatakan bahwa tidak satupun diantara saudaranya yang baik-baik saja. Semuanya ikut hancur dan tertutup. Suasana rumah rasanya hampa. Tidak ada sapaan hangat tiap sarapan bahkan tidak ada acara makan malam yang dilakukan bersama-sama lagi.
"Mereka semua sehat." jawab Rendi. Sebagaimana mestinya ia harus berbohong, demi menjaga Nael agar lebih fokus terhadap pengobatannya.
"Mas, Nael sudah menyusahkan banyak orang. abang, mas, adek-adek dan juga Mama. Bukannya lelah menjadi orang tidak berguna?"
"Nael sudah putuskan ingin memberhentikan pengobatan ini, mas.."
Namun kalimat dari Nael selanjutnya membuat jantung Rendi berdetak dua kali lebih cepat. Dirinya menggeleng lemah, Rendi tidak setuju sama sekali dengan keputusan itu.
"Nael.. Mas mohon jangan bilang itu lagi.."
Kedua mata indah itu terlihat berkaca, apakah mas-nya ini tidak bisa mengerti dirinya? Mengapa dirinya selalu saja diminta untuk bertahan tanpa memikirkan betapa sakitnya dirinya menjalani pengobatan itu.
Nael hanya terlampau lelah dengan semuanya. Dirinya sudah merasa cukup untuk semua usaha yang sudah ia lakukan, ia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya untuk orang-orang yang berharga baginya. Apakah itu salah?
"Mas, Nael capek.. izinkan Nael buat ketemu orang-orang yang Nael sayang sebelum istirahat lama.."
|
|
|Menjadi dirinya yang sekarang bukanlah mudah. Mama sangat berjuang untuk dirinya sendiri sekaligus seluruh anaknya. Bahkan dirinya harus menerima semua omongan orang-orang ketika permasalahan keluarganya terungkap kala itu. Suaminya selingkuh, dengan perempuan yang bahkan dirinya tidak kenal asal usulnya.
Sosok yang dahulu dikagumi oleh para tetangga karena suaminya terlihat sangat romantis dan humoris. Kini yang Mama dengar hanyalah sebuah olokan. Sungguh sakit mendengarnya. Mereka hanya mengatakan, sedangkan Mama merasakan bagaimana pahitnya ia menerima semua ini.
Maka dari itu, tidak jauh beberapa lama Mama pindah rumah ketempat yang lebih tenang. Dimana tidak ada orang-orang yang mengenal mereka.
Mama pikir ia akan mudah menjalani semuanya. Semuanya akan berlalu seiring berjalannya waktu, batin Mama. Namun ternyata tidak segampang itu, hatinya belum terlalu kokoh untuk menerima orang lain dalam hidupnya.
Apalagi orang itu adalah hasil dari pengkhianatan. Dari dulu Mama tidak pernah membenarkan itu.
Seperti ada gembok yang mengunci hatinya untuk menerima anak itu. Walaupun sosok itu tidak pernah menyusahkan, tetap saja ada yang berbeda.
"Mama, Nael anak Mama kan?"
Tanyanya kala itu selalu mengingatkan Mama pada kejadian masa lalu. Saat yang tidak akan pernah ingin Mama ulang kembali, sejak saat itu ia tidak pernah kepikiran untuk menjalin hubungan dengan siapa-siapa lagi.
Perjuangan Mama tidak sia-sia. Anak itu tumbuh dengan baik, memiliki senyum indah dan sifat yang sangat tulus. sampai sekarang Mama masih tidak tahu, mengapa anaknya diberi cobaan sebegini besarnya. Kini anaknya berjuang sendiri melawan penyakitnya.
|
|
|hai? masih ada yg baca kah? Maaf ya updatenya lama, sekalinya update malah pendek² lagi.
Soalnya lagi sibuk bgt sama kuliah dan kerja, tapi egonya aku gak mau berhentiin cerita ini ಥ‿ಥ
See You! 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Nael and His Family
FanfictionMata indah itu, tak pernah menyiratkan kebencian. Senyum indah begitu tulus, tak pernah dipaksakan. Usapan lembut yang Mama lihat penuh kasih sayang. Mama jatuh hati pada Nael. [Brothership] [Not BxB] < 1000 kata