17. Maaf dan Memaafkan

5K 566 12
                                    

Haikal menggigit jarinya dengan cemas, setelah melihat sang adik yang ambruk dihadapannya ia tidak bisa berpikir tenang. Pikiran nya kalut karena merasa ini adalah akibatnya walaupun Kak Mark dan Mas Ren sudah berkali-kali mengatakan bahwa ini bukan salahnya.

Sedangkan Mama yang baru saja keluar dari kamar Nael tersenyum tipis pada Haikal, mengelus salah satu lengan Haikal guna menenangkan.

"Nael kenapa, Ma?" Ucap Haikal, suaranya bergetar dengan raut wajahnya yang khawatir.

Mama menggeleng kecil, lantas mengusap surai Haikal. "Nael gak apa-apa, udah kamu jangan nangis dong Bang..."

Rendi menepuk bokong milik Haikal dengan gemas, terlalu asing baginya melihat Haikal yang menangis seperti gadis.

"Udah ah, Nael gak apa-apa kok" Ujar Rendi

"Beneran, Ma?" tanya Haikal lagi, dirinya ingin memastikan terlebih dahulu sebelum ia tidak bisa tidur malam ini.

Lantas dengan anggukan kepala Mama akhirnya Haikal bisa bernafas lega.

"Udah gue bilang kan? Anak nya lagi istirahat, ngeyel amat.." celoteh Mark, sedangkan sosok yang diceramahi hanya mencibir.

Setelah itu Mama mengajak ketiga anaknya menuju meja makan. Sebentar lagi adalah jam makan malam. Cakra, Aji, Zildan dan Nenek sudah berada di meja makan menunggu mereka, sedangkan Jevan mengatakan akan pulang lebih lama karena kegiatan kuliah nya yang padat.

Makan malam itu hanya diisi oleh suara dentingan sendok dan garpu.  Tidak ada yang berbicara kecuali Mama dan Nenek yang sesekali bercengkrama, sedangkan anak-anak Mama sama sekali tidak bertegur sapa, entah kenapa itu membuat Mama merasa ada yang salah.

Namun Mama menepis semua perasaan itu, merasa bahwa ini bukan waktunya untuk menanyakan pada anak-anaknya mengingat Zildan dan Nenek juga akan berangkat pulang esok hari.


|
|
|



Pagi hari Nael sudah rapi dengan seragam sekolahnya, saat sebelumnya ia sudah menata beberapa buku untuk dimasukkan kedalam ransel. Lalu beranjak untuk menuruni tangga setelah merapikan tatanan rambutnya.

Nael berjalan menuju meja makan, dimana semua sedang menikmati sarapan pagi, kehadirannya disambut oleh uluran tangan Haikal yang menariknya untuk duduk disisinya. Bahkan Abangnya itu sempat memperbaiki letak dasi yang Nael kenakan.

"Loh, Na. Udah pakai seragam aja? Emang udah enakan badannya?"

"Udah, Ma"

Mama datang dari arah dapur. Masih dengan apron abu-abunya berjalan menuju ke hadapan Nael, meletakkan telapak tangannya pada dahi sang anak kemudian beralih menatap lekat wajah Nael dengan teliti.

"Yakin?"

Nael menganggukkan kepalanya seraya tersenyum lebar. Walaupun  Nael merasakan sedikit mudah lelah akhir-akhir ini, padahal dirinya tidak melakukan hal-hal berat. Tapi tak apa, Nael yakin jika sudah berada disekolah Ia akan lupa akan rasa lelah nya itu.

Hari ini adalah hari keberangkatan Nenek dan Zildan setelah beberapa hari menginap dirumah Mama. Dua koper sudah berada didepan pintu, sedangkan Mama dan Nenek sedang bertukar rindu sebelum akan menabung rindu kembali setelahnya, disana juga ada Zildan yang sedang berpamitan dengan anak-anak Mama.

Sampai maniknya bertemu dengan mata lentik milik Nael, hatinya tak berhenti berdegup. Nael menyunggingkan senyumnya sebelum tangannya terangkat mengajukan untuk berjabat tangan.

Nael and His Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang