Didalam ruangan VIP itu hanya ada Mama dan Nael, sementara anak Mama yang lain sudah pulang kerumah dan menjalankan aktivitasnya masing-masing. Mama masih sibuk dengan baju-baju dan perlengkapan lain yang ingin dimasukkan kedalam tas karena hari ini Nael akan pulang kerumah.
Tak beberapa lama Dokter Andi masuk kedalam kamar itu untuk memeriksa keadaan Nael. Dengan senyumannya yang hangat menyapa kedua ibu dan anak itu. Sebenarnya Nael belum bisa pulang hari ini, mengingat keadaannya yang lemah setelah melakukan kemoterapi pertama, Dokter Andi seharusnya memantaunya lebih lama disini tetapi anak itu bersikeras ingin pulang kerumah karena bosan.
Akhirnya Dokter Andi mengizinkannya dengan beberapa amanat yang ia sampaikan pada Nael, Dokter Andi juga mengatakan kepada Mama bahwa sesekali tidak apa-apa menuruti permintaan Nael agar tidak mengganggu suasana hatinya, karena itu sangat berpengaruh pada kesehatan Nael.
Dokter Andi menghampiri Nael yang masih duduk di ranjangnya, kemudian pipi Nael dicubitnya pelan.
"Jangan capek-capek ya, Nael? Makannya dipilih-pilih jangan sembarangan, terus kalau belajar dirumah jangan terlalu dipaksain nanti pusing" Jelas Dokter Andi yang hanya dibalas anggukan beberapa kali oleh Nael.
"Jangan lupa hubungi dokter kalau merasakan sesuatu, ok?"
"Iyaaa, kan ada Mama juga dok" jawab Nael.
Sekali lagi, Dokter itu mencubit pipi Nael yang kali ini lebih keras membuat Nael menjerit hampir marah. Dokter Andi terkekeh gemas melihat wajah yang pucat itu terlihat sedikit merona, walaupun baru bertemu Nael beberapa hari tetapi mudah sekali baginya untuk akrab dengan anak itu.
Bagaimana tidak, dari sekian banyak pasien remaja kanker yang ia tangani hanya Nael yang paling bersemangat dalam pengobatannya. Dokter Andi salut, dan ia berjanji akan semaksimal mungkin untuk terapi Nael.
Tiba-tiba saja Nael merentangkan tangannya didepan Dokter Andi, membuat sang dokter kebingungan.
"Dokter And.. peluk Nael!" ucap Nael, sementara Dokter Andi terkejut akan ucapan itu justru Mama sedikit terkekeh melihat permintaan Nael yang tiba-tiba.
Dokter Andi bergerak mendekat, kemudian membalas pelukan Nael yang terasa hangat itu. Ia mengusap rambut hitam Nael dengan lembut sedangkan Nael menepuk punggung tegap sang Dokter perlahan.
"Dokter jangan bosan kalau Nael sering kesini ya? pokoknya Dokter harus bisa bikin Nael sembuh!" ucap Nael.
Dokter Andi mengangguk samar dalam pelukan Nael, mengamini perkataan yang baru saja Nael ucapkan.
|
|
|Aroma nikmat itu masuk kedalam indra penciuman Haikal sehingga matanya yang tadinya mengantuk perlahan terbuka. Siapa yang memasak sore-sore begini? Haikal yang berniat ingin tidur siang hingga magrib jadi tertunda.
Haikal berjalan menuruni anak tangga, kaki nya melangkah menuju sumber aroma itu sampai ia menemukan Nael dan Aji yang sedang sibuk memasak. Sementara di sisi pantry ada Jevan yang duduk dengan permainan ular di handphonenya.
"Wih, enak nih!" Seru Haikal, ia duduk disamping Jevan dan mulai terbawa suasana saat permainan semakin menegangkan.
"Dek, hati-hati ya.." Ujar Nael, memperingati sang adik yang sedang memotong timun.
"Bisa kan?"
"Bisa kak Na.."
"Aw! Ssshh"
Tubuh Nael melonjak kaget, ia membalikkan badannya untuk melihat ke belakang. Satu buah timun yang hampir terpotong itu terkena cairan darah milik Aji.
Nael membawa tangan sang adik menuju wastafel, kemudian dengan hati-hati memberikan plester pada luka itu.
"Lain kali hati-hati, kalau gak bisa bilang Kak Na ya?" Aji mengangguk walaupun matanya masih fokus menatap balutan plester yang berada di jari telunjuknya.
"Nael sama Aji balik ke kamar aja ya? biar masakannya abang lanjutin.." Ucap Haikal yang sudah berdiri mendekati kompor.
"Gak apa-apa bang, dikit lagi ini" ujar Nael
"Tadi gue udah larang masak-masak begini, Kal. Si Aji tuh minta-minta katanya kangen masakan Nael" Adu Jevan.
"Gak apa-apa bang, Nael juga udah lama gak masak"
"Gak, Nael sama Aji naik ke atas. Istirahat!"
"Baru balik tadi pagi juga, kan kata Dokternya gak boleh kecapekan?"
Tubuh kedua adiknya itu didorong pelan kearah anak tangga, ia memerintahkan adik-adiknya itu untuk istirahat. Memang setelah Nael kembali dari rumah sakit Aji selalu menghabiskan waktunya bersama kakaknya itu, segala hal mereka lakukan mulai dari bermain, berkebun, memasak hingga Nael belum ada istirahat dari tadi.
"Nanti abang panggil kalau udah mau makan malam, sekarang istirahat ya adik-adiknya abang" ucap Haikal.
|
|
|Malam itu terdengar sangat riuh. Acara makan malam kembali terasa hidup setelah kembalinya Nael dari rumah sakit. Ada satu buah mangkuk besar yang berada ditengah meja makan, aroma bumbu dan bawang goreng itu menyebar memenuhi ruang makan malam ini. Nasi goreng olahan tangan Nael dan Haikal kini disantap oleh seluruh anggota keluarganya.
Dimeja berbentuk persegi panjang itu Mama duduk tepat disebelah Nael, memastikan anak itu makan dengan teratur dan tidak meninggalkan obat yang harus ia minum. Disisi kanan Nael ada Rendi yang ikut memberi nasihat pada sang adik agar menikmati makanannya.
Jujur saja Rendi sedikit kesal melihat Nael makan dengan sangat pelan dan tidak bersemangat, padahal adiknya ini baru saja bangun tidur. Sendok yang ia pakai itu dirampas oleh Rendi untuk digantikan olehnya menyuapkan.
"Buka mulutnya."
"Lebar-lebar!"
"Mau selebar apalagi sih, Mas?!" Nael berdecak sebal, pasalnya dari tadi mendengar Rendi mengoceh rasanya cukup apalagi ditambah dengan perlakuan Mas-nya yang berlebihan seperti ini.
Tetapi Rendi tetap memasukkan satu sendok penuh nasi goreng kedalam mulut Nael seraya terkekeh gemas melihat pipi sang adik yang membesar hingga Nael susah untuk menguyah.
"Nael jangan lupa obatnya, abang-abang tolong lihatin adiknya sampai minun obat ya.." Perintah Mama, pasalnya Nael sering saja melupakan. Dirinya memang semangat untuk sembuh tetapi untuk meminum obat setiap hari rasanya terasa aneh, jadi ia lebih sering melupakan walaupun saat berada dirumah sakit sekalipun.
"Siap, Ma" jawab Haikal.
Ketika semua perhatian jatuh kepada Nael, ada Cakra yang masih duduk memperhatikan segalanya. Matanya menatap satu persatu abangnya yang sibuk dengan sang kakak. Bagaimana ia melihat Kak Mark dan Aji yang sudah siap-siap akan keluar untuk membeli es krim kesukaan Nael, Mas Rendi dan Bang Haikal yang rebutan untuk menyuapi Nael. Bahkan Jevan tidak marah saat dirinya harus mencuci piring pada makan malam hari ini.
Hingga yang bisa ia lakukan hanya berandai. Berandai jika penyakit itu berada di tubuhnya, apakah abang-abangnya juga akan melakukan hal yang sama?
|
|
|See you!💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Nael and His Family
FanfictionMata indah itu, tak pernah menyiratkan kebencian. Senyum indah begitu tulus, tak pernah dipaksakan. Usapan lembut yang Mama lihat penuh kasih sayang. Mama jatuh hati pada Nael. [Brothership] [Not BxB] < 1000 kata