Tadi malam Cakra tidur sangat larut, dirinya baru bisa memejamkan mata saat pukul 12 malam. Tetapi baru beberapa jam terlelap dirinya harus membuka mata kembali setelah merasakan tenggorokannya yang kering. Sepertinya beranjak sebentar untuk meminum segelas air tidak masalah.
Tidak berniat sama sekali untuk menghidupkan saklar lampu, hanya ada cahaya dari ponselnya yang ia jadikan penerangan. Untuk sampai ke dapur ternyata sangat gampang, Cakra meraih botol minum besar untuk ia bawa ke kamarnya.
Ada satu hal yang membuat Cakra menahan dirinya, enggan untuk berhenti menatap pintu kamar Kak Na yang sedikit terbuka itu. Didalamnya terlihat remang-remang, Cakra bergerak lebih dekat ketika mendengar suara batuk tertahankan dari dalam sana.
Entah keberanian dari mana perlahan Cakra masuk kedalam kamar yang sudah lama tidak ia singgahi itu. Memeriksa apakah ada kakaknya didalam sana, namun yang ia dapatkan hanya tempat tidur yang kosong.
Suara menyakitkan itu terdengar lagi, kali ini dari arah kamar mandi. Sekarang Cakra tidak tahu lagi mengatakan apa, karena didepannya sudah ada Nael yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Terlihat wajah terkejut dari sang kakak, terlihat dirinya yang mengangkat alis seperti menanyakan keberadaan Cakra disini. Nael mendekat, sedangkan Cakra membeku ditempatnya.
Wajah pucat milik sang kakak ia tatap dalam-dalam tanpa berkata apa-apa hingga dirinya tersentak saat lengannya di genggam oleh sosok yang lebih tua.
"Cak?"
"Kok belum tidur?"
Suara lembut yang membuat Cakra tersadar dari lamunannya. Tetapi lagi-lagi dirinya hanya bisa berdiam diri disana. Ini tidak mudah, tidak mudah untuk mengucapkan walau satu kata pun setelah sekian lama tidak bertegur sapa.
"Cak?" Panggil Nael kembali, kali ini memastikan bahwa adiknya itu baik-baik saja dengan memegang kedua bahunya.
"Kamu gak apa-apa, kan?"
"Gak bisa tidur?" Cakra menggeleng, membuat Nael mengerutkan keningnya bingung.
Nael memejamkan matanya, kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri.
Pegangannya pada pundak Cakra terlepas, berganti dengan memegang kepalanya sendiri.Cakra masih berdiri disana, menatap sang kakak khawatir. Matanya melebar seketika Nael buru-buru masuk kedalam kamar mandi, Cakra mengikutinya. Dan apa yang ia lihat membuat hatinya berdenyut nyeri.
Nael kembali memuntahkan isi perutnya seperti yang Cakra dengar sebelum ia masuk kekamar ini.
Badannya sang kakak terlihat sangat lemas, Cakra membantu untuk memijat tengkuk Nael semampunya membiarkan Nael mengeluarkan semua yang ingin ia muntahkan.
"Cak.."
"Maafin kakak kalau ternyata penyakit kakak ini ganggu kamu.."
"Kakak gak tau kalau kamu kesepian, kamu butuh teman cerita. Kakak udah ambil semuanya dari kamu."
"Kakak minta maaf ya, dek?"
Cakra masih enggan menoleh kesamping untuk bertatap dengan sang kakak. Lidahnya kelu dan Cakra takut jika perkataan yang akan ia keluarkan nantinya membuat keadaan semakin runyam.
Nael salah mengenai Cakra. Ia tidak kesepian ataupun membutuhkan teman cerita.
Ia hanya merasa berbeda setelah mengetahui fakta itu. Walaupun saudaranya yang lain terlihat tidak mempermasalahkan hal itu, tapi Cakra tidak bisa. Seperti ada tembok besar yang Cakra bayangkan sendiri setelah tahu sang kakak kesayangannya bukanlah saudara kandung. Selama ini Cakra selalu berusaha menerima, tetapi Nael sepertinya salah menanggapi sikap Cakra yang seolah menjauh darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nael and His Family
FanfictionMata indah itu, tak pernah menyiratkan kebencian. Senyum indah begitu tulus, tak pernah dipaksakan. Usapan lembut yang Mama lihat penuh kasih sayang. Mama jatuh hati pada Nael. [Brothership] [Not BxB] < 1000 kata