Mama tidak berhentinya menoleh ke belakang pada Nael yang tertidur. Didalam sebuah mobil yang berisi 4 orang itu, Mark, Rendi dan Mama sama-sama hening mengunci mulut mereka. Membiarkan Nael terlelap tanpa kebisingan apapun.
Padahal Mama ingat saat Nael mengatakan akan keliling kota dulu sebelum kembali ke rumah karena terlalu rindu dengan suasana Indonesia, ternyata anak itu sudah tertidur saat masuk kedalam mobil.
Mark yang menyetir pun ikut memberikan kekhawatiran yang sama. Saat Mark dan Rendi datang menjemput, Nael segera menarik tangan Mark untuk diciumi kemudian merengek ingin jalan-jalan.
Berbeda dengan Rendi yang tenang, lebih bersyukur karena dari awal Rendi sudah tidak setuju adiknya itu ingin keliling kota dahulu, untungnya ia tertidur saat di mobil. Tangannya dengan lembut mengusap rambut adiknya dipangkuan sehingga Nael semakin terbuai lelap.
Mark yang merasakan keadaan sunyi tersebut akhirnya menguap ngantuk, matanya melirik kearah Mama yang tiba-tiba saja menitikkan air mata sontak membuat Mark membulatkan matanya. Ia menggenggam tangannya Mama di sebelahnya, Mark tahu bagaimana perasaannya saat ini, perasaan khawatir dan takut bercampur menjadi satu. Hingga Mama tidak mampu berbuat apa-apa selain menangis. Sepanjang perjalanan mereka habiskan dengan keheningan.
"Ma.. Badan Nael anget." Ucap Rendi kala mereka tiba dihalaman rumah.
Mama dengan sigap memeriksa suhu tubuh sang anak dengan punggung tangannya kemudian segera memanggil Jevan untuk membawa tubuh Nael menuju ranjang.
Setelah memastikan Nael beristirahat Mama menutup pintu kamar itu dengan pelan. Kemudian satu-persatu anak Mama menghampiri untuk melepas rindu. Aji hampir saja menangis keras jika saja Haikal tidak menepuk pundaknya.
Kedatangan Mama dan Nael memang sudah mereka ketahui satu hari yang lalu, namun rasanya tetap saja aneh karena mereka pun tahu pengobatan itu belum kunjung membuahkan hasil. Bahkan tidak ada satupun anak Mama yang bertanya bagaimana progres yang Nael dapat. Semua terlampau paham.
"Mama makan nya skip terus ya?" tanya Haikal setelah melihat postur tubuh Ibunya dari atas hingga bawah. Mama hanya terkekeh dan menggeleng pelan. Jujur saja ia cukup sibuk selama tinggal berdua di negeri orang, bahkan Mama menyewa apartment tetapi hanya berguna untuk menyimpan baju-bajunya lalu kembali ke rumah sakit lagi untuk membesuk Nael.
Belum lagi dengan laporan-laporan yang masuk dari rumah sakit tempat ia bekerja, hal itu cukup membuat Mama hectic dan tidak sempat untuk makan tepat waktu.
Haikal menggeleng, berakting seolah ia marah kepada Mama. Walaupun begitu ia tetap menyerahkan dua mangkuk menu makanan yang sudah susah payah ia buat.
"Setelah ini Mama gak boleh skip makan!" tegasnya.
Mama terkekeh pelan. Diusapnya rambut sang anak tengah dengan sayang, rasanya sudah lama sekali berbagi kasih dengan anak-anaknya.
Malam ini juga Mama memanggil seluruh anak-anaknya dimeja makan malam setelah memastikan Nael yang sempat bangun untuk sekadar menyantap bubur hangat, lalu beristirahat kembali. Cakra dan Aji sempat protes saat tahu mereka belum bisa bertemu sang Kakak kesayangan tapi dengan pengertian Rendi kedua bocah SMP itu akhirnya dapat di diamkan.
Padahal mereka tidak menuntut penjelasan, tetapi Mama memaksa untuk mengutarakan yang sebenarnya walaupun Mama tahu bahwa semuanya sudah terlampau pasrah.
Mama menghela napas dengan berat, hatinya bergemuruh ingin berucap. Persis seperti saat ia mengutarakan hal buruk pada keluarga pasien. Tetapi kali ini berbeda, dirinya sendiri yang mengalami.
"Maaf."
Ucapan yang sering ia ucapkan pada pasien-pasiennya, namun sampai detik ini Mama belum terbiasa.
Matanya berkaca mengumpulkan gumpalan bening yang akan segera menetes. Tidak, Mama tidak ingin lagi menangis. Mama sudah cukup banyak menangis.
Wajahnya menengadah keatas. Sedikit terkekeh agar dirinya tidak menangis didepan anak-anaknya. Sungguh sangat memalukan bila ia sering menangis didepan anaknya sendiri. Tetapi apa boleh buat saat Cakra dan Aji datang memeluk Mama, seolah-olah mengizinkan Mama untuk mengeluarkan semua keluh kesah gelisah hatinya, seolah-olah mengizinkan Mama untuk menangis untuk kesekian kalinya. Hatinya berdenyut nyeri, benar-benar sakit.
|
|
|Sore hari itu Haikal membuka pelan pintu kamar yang sudah lama tidak berpenghuni itu. Sosok yang masih terbaring di atas kasur menoleh kemudian menarik senyum tipis diwajahnya. Dibelakang Haikal ada Cakra dan Aji, mereka ikut membututi abangnya yang ingin melihat Nael.
Nael sudah terlihat lebih segar setelah mandi. Tetapi tetap saja Mama ingin melihat Nael kembali beristirahat, hal itu yang sedang dikeluhkan oleh Nael kepada Abangnya Haikal.
Namun entah bagaimana ceritanya, akhir dari keluh kesah itu membuahkan hasil. Nael dapat membujuk Abangnya untuk jalan-jalan.
Dengan Mark sebagai pengemudi dan Haikal di samping kirinya. Di belakang ada Cakra, Aji dan Nael ditengah-tengah keduanya. Seolah-olah ingin double protection padahal itu cukup membuat Nael pusing, pikir Haikal. Masalahnya kedua Upin dan Ipin KW tersebut tidak ingin diam, selalu banyak tanya dan itu membuat Haikal geram karena Nael selalu menanggapi dengan sabar.
Rendi dan Jevan tidak ikut, karena mereka turut serta mengantar Mama dan membawakan keperluan Mama ke rumah sakit. Beberapa bulan yang sudah terlewati cukup membuat pekerjaan dan laporan Mama menumpuk.
Mobil mewah milik Mark itu berhenti disebuah toko bunga, katanya Nael ingin masuk ke toko itu untuk sekedar melihat-lihat walaupun para abangnya terheran-heran.
Nael berjalan kearah sudut toko, menggapai satu pot bunga dominasi murah muda. Setelah ditanya bunga itu bernama Hortensia, bunga yang banyak terdapat di kota Bandung.
Saat Haikal bertanya untuk siapa bunga itu, Nael menunjuk dirinya sendiri membuat Haikal diam dan tidak ingin bertanya lagi.
Bunga itu sudah ditangan dan senyum mengembang sang adik sudah didapat, Mark kembali melajukan mobilnya. Suasana di mobil kembali heboh saat Cakra dan Aji mulai memperdebatkan siapa yang paling jahat antara bawang putih dan bawang merah, hal itu cukup membuat Mark pusing.
"Bawang merah itu jahat, bisa bikin nangis!" celetuk Cakra
"Bawang putih juga jahat tahu, bisa bikin ketiak bau!" balas Aji
"ENGGAK!"
"IYA!"
Haikal tidak habis pikir dengan mereka berdua tidak ada habis-habisnya untuk memperdebatkan hal yang tidak penting semacam itu. Ngomong-ngomong kali ini ia tidak ikut nimbrung karena sudah di peringati oleh Mark agar tetap memperhatikan Nael.
"Kak Nael aja tahu!" heboh Aji.
"Hadoooh! kalian bisa diam gak?" .
"ENGGAK" kompak keduanya, membuat kening Haikal berkerut. Setelahnya mereka berdua kompak tertawa seperti tidak ada masalah sebelumnya, padahal jelas-jelas Haikal menyaksikan betapa menjengkelkannya mereka.
"Gak apa-apa bang, udah lama gak lihat mereka heboh gini. Sering-sering ya, buat stok kenangan.." Ucap Nael disertai tawa kecil.
See You!💚
Kok lama update? jawabannya lagi fokus, fokus gak ngapa-ngapain:")
KAMU SEDANG MEMBACA
Nael and His Family
FanfictionMata indah itu, tak pernah menyiratkan kebencian. Senyum indah begitu tulus, tak pernah dipaksakan. Usapan lembut yang Mama lihat penuh kasih sayang. Mama jatuh hati pada Nael. [Brothership] [Not BxB] < 1000 kata