Dibawah rindangnya pohon di halaman belakang rumah, Nael duduk dengan secarik kertas dan pensil miliknya. Menggambar abstrak apapun yang menarik perhatiannya. Entah itu seekor ulat yang hinggap di dedaunan ataupun sebuah sepeda tua milik Haikal yang sudah berkarat rantainya.
Didalam rumah sangat sepi. Semua sudah pergi dengan kesibukannya masing-masing. Hanya Nael dan seorang asisten rumah tangga baru yang Mama bawa untuk menemani sang anak.
Nael tengah menunggu guru nya yang hampir setengah jam terlambat. Entah mengapa, tetapi ini kali pertama guru itu tidak tepat waktu. Sudah lama rasanya ia menunggu akhirnya Nael menyerah dan memilih untuk masuk kedalam rumah sebelum panas matahari semakin menyengat.
"Nael, maaf ya? Mr terlambat." Nael mengangguk untuk menanggapinya. Tak lupa ia tampilkan senyum khas miliknya itu pada guru yang baru saja tiba.
Tanpa berlama-lama pembelajaran pun dimulai. Nael memang sudah ditetapkan akan selesai belajar setelah pukul 3 sore seiring dengan jadwal minum obatnya sore itu.
Dirinya hanya belajar tentang pelajaran akhir sekolah menengah. Berhubung sebentar lagi dirinya akan tamat SMP, maka Nael hanya mempelajari soal-soal yang akan di ujian kan. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, bahkan Nael tak menyangka akan belajar sendiri dan ujian dengan paket ujian yang berbeda nantinya.
Penyakitnya itu benar-benar merubah seluruh kehidupannya.
"Kalau ada waktu luang, jangan lupa soal nya di baca-baca lagi ya Nael?"
"Oke Mr."
"Tapi jangan kecapekan juga. Hindari terlalu sedih dan fokus terus sama kesehatan, oke Nael?"
"Siap, Mr."
Setelah menyampaikan pesan-pesan itu, sang guru akhirnya pamit pulang. Nael mengantarkan gurunya itu sampai ke depan pagar hingga mendapati motor Haikal yang baru saja pulang dengan Cakra dan Aji di belakangnya.
Ya, mereka tarik 3.
"Kak Na!" Teriak Aji seraya melambaikan tangannya heboh, hampir saja oleng jika saja Cakra tidak menggenggamnya.
"Jangan rempong dong, kena mobil Mas Ren jadi sarden kita!" Pekik Haikal, Nael hanya meringis saja mendengarnya. Mas nya itu memang tidak di rumah, ia sedang jalan-jalan menggunakan sepeda baru Jevan. Sekalian survey mencari lokasi untuk calon restoran cabang ke 4 miliknya.
Setelah turun dari motor itu, Aji segera meraih lengan Nael untuk ia genggam. Bergelayutan di lengan itu adalah favoritnya, karena Nael tidak pernah risih ataupun protes dengan dirinya. Berbeda dengan Mas Ren atau Bang Jevan yang tidak suka perlakuan seperti itu.
"Kak Na, udah minum obatnya?" tanya Aji.
"Udah, Ji." jawab Nael seraya menganggukkan kepalanya.
"Ayo masuk adik-adik abang, udah mau magrib ini." ujar Haikal dengan menepuk bokong adik-adiknya untuk masuk kedalam rumah.
Acara makan malam di rumah memang menyenangkan tiada duanya. Apalagi dengan formasi lengkap sekeluarga, rasanya sangat indah seperti yang terjadi pada Mama dan anak-anaknya malam ini menghabiskan makan malam dengan sedikit senda gurau dan berbagai perbincangan ringan.
Tidak seperti beberapa hari lalu. Hari ini Mama bisa menyempatkan diri untuk makan dengan anak-anaknya sebab sebelumnya Mama lebih sering sibuk dengan pekerjaannya yang tidak ada batas waktu itu.
"Jevan, itu rambut kamu udah panjang banget. Kenapa gak di potong?" ujar Mama ditengah-tengah makan malam mereka.
Jevan hanya cengengesan saja. Dirinya memang sengaja memanjangkan rambutnya itu agar terlihat berbeda dari mahasiswa lainnya.
Memang kelakuan random Jevan itu tidak bisa ditebak kapan terjadinya.
"Gak apa-apa, Ma. Teman-teman yang lain malah udah bisa di kepang rambutnya." jawab Jevan dengan santai. Mama hanya menggelengkan kepalanya saja.
"Kak Na juga nih, Ma. Rambutnya udah panjang banget." Ucap Aji setelah ia membandingkan tebal rambut kedua abangnya itu.
"Yaudah, besok Jevan sama Nael ikut Mas ke barbershop." Ucap Rendi.
"Asiikk! Gue ikut ya, Mas!" Haikal menunjuk dirinya girang yang membuat makan malam hari ini riuh kembali olehnya. Pasalnya si Kembar jadi ikutan ingin pergi juga, jadi mereka ribut hanya karena perihal potong rambut.
Sedangkan Mama dan anak sulungnya hanya bisa menggeleng maklum. Walaupun Rendi itu galak tapi ia memang selalu Royal terhadap adik-adiknya. Membelikan setiap apapun yang adiknya minta, walaupun mereka harus mendengar ocehan Mas nya itu terlebih dahulu.
Berbeda dengan Mark. Ia akan memilah dan memilih apa yang akan di minta oleh adik-adiknya. Dibutuhkan atau hanya untuk memuaskan hati saja. Sehingga adik-adiknya akan lebih memilih Rendi sebagai bank mereka untuk meminta sesuatu. Pandai sekali.
"Oke, minggu pagi ingetin Mas lagi.." final Rendi.
"Minggu kan jadwal kak Na kemo?" sanggah Aji. Anak itu memang yang paling ingat jadwal pengobatan sang Kakak. Bahkan dirinya sudah menjadikan daftar jadwal kemo Nael sebagai wallpaper ponselnya.
Nael mengangguk samar seraya meletakkan sendok nya di sisi piring.
|
|
|"Mama, Nael gak mau di potong rambutnya." ucap Nael disaat Mama mengantarkannya ke kamar untuk segera tidur. Karena beberapa hari lagi adalah jadwal kemoterapi nya, Nael diwajibkan untuk lebih banyak beristirahat.
"Loh kenapa? ini rambut kamu udah panjang banget loh, Na.." tanya Mama.
"Katanya efek kemo itu bisa bikin rambut rontok, terus botak."
"Jadi.. Percuma aja di potong nanti juga rontok lagi."
Sekejap mata mama tertuju pada Nael tertunduk, matanya menatap ke lantai dingin di kamar itu. Mama bisa melihat kekecewaan dimata anaknya yang seketika membuatnya merasa bersalah telah menanyakan itu.
Anaknya itu memang mudah terbawa omongan yang membuat ia bisa banyak memikirkan hal yang seharusnya tidak ia tangkap.
"Ma..?"
Mata Mama meneteskan butiran air mata namun ia mengusapnya dengan cepat.
"Besok kemoterapi nya masih sesakit yang kemarin, Ma?"
Luas kamar yang cukup besar tidak mampu menepis rasa sesak di hati Mama. Udara terasa hangat walaupun diluar terlihat akan hujan. Malam yang sejuk itu mengiringi ketakutan Nael.
Dihadapannya Mama menggeleng pelan sebagai arti yang tidak dapat Nael baca.
Nael pikir entah sampai kapan ia terus begini. Jika saja dirinya sudah berusaha namun tidak ada hasil, lantas sampai kapan ini berakhir?
|
|
|Bisa-bisanya aku update padahal banyak laporan😭
See You!💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Nael and His Family
FanfictionMata indah itu, tak pernah menyiratkan kebencian. Senyum indah begitu tulus, tak pernah dipaksakan. Usapan lembut yang Mama lihat penuh kasih sayang. Mama jatuh hati pada Nael. [Brothership] [Not BxB] < 1000 kata