Hari ini Mama sudah berada diruangan Dr. Luna— rekan kerjanya untuk menerima hasil tes darah dari Nael. Rasa takut dan cemas sudah menyelimuti hati Mama tapi Mama mencoba menepis semua itu.
Mama bisa merasakan sorot mata Dr. Luna sebagai sebuah pertanda buruk, namun Mama tetap berharap mendapat hasil yang baik.
"Untung saja kita langsung memeriksa Nael.."
Mama mengerjap. Mencerna kata-kata dari Dr. Luna sama saja menyayat hatinya sendiri, Mama bukannya tidak paham akan maksud dr. Luna.
Mama tau dari cara berbicaranya, dr. Luna melihat sesuatu penyakit yang sangat serius. Mama bergemetar, tak pernah terbayangkan olehnya jika saja Nael memiliki penyakit serius.
"Leukimia stadium awal"
Ini tidak mungkin, dia pasti salah.
Perkataan itu jelas sangat menusuk, seolah petir sudah menyambar kepala Mama. Mama adalah seorang Dokter yang sudah berpengalaman jauh, sudah beribu pasien yang sembuh berkat pengobatan darinya, tapi dirinya tak terpikirkan sekalipun bahwa Nael seorang anak yang selama ini bersamanya menderita penyakit mematikan itu.Mama merasa gagal menjadi seorang Ibu. Bagaimana Ia akan menjalani hidupnya setelah ini?
"Tenanglah, Penyakit Nael masih stadium awal. Kita bisa melakukan banyak cara untuk pengobatannya."
Tubuh Mama lemas, lidahnya kelu hingga tak satupun kata yang bisa Mama ucapkan selain merapal kan doa didalam hati.
Sungguh rasanya Mama ingin pulang kerumah dan memeluk tubuh Nael dengan erat, lalu bagaimana ia menyampaikan ini kepada anak-anaknya? Setelah luka lama yang terbuka, kini luka baru datang dengan tidak diduganya. Tetapi dirinya terlebih takut untuk mengungkapkan penyakit itu dihadapkan Nael.
|
|
|Siang itu mobil mewah milik Mark sudah terparkir disekolah. Sedangkan Rendi, Jevan dan Haikal juga sudah berada didalamnya, tujuannya menjemput adik-adiknya sebentar lagi akan keluar.
Saat membuka pintu mobil Cakra dibuat tercengang melihat keempat kakaknya sudah berada didalam. Cakra ketinggalan apa? Melihat senyum cerah mereka seperti akan mengadakan pesta malam ini.
Lebih dari itu Aji merasakan ada yang janggal, mata sembab dari masing-masing mereka menjadi pusat perhatiannya. Nael yang berada di pangkuan Haikal hanya bisa pasrah ketika dirinya dipeluk erat, walaupun Haikal memang selalu berlebihan kepada adik-adiknya tapi ini pertama kalinya ia seperti ini.
Suasana didalam mobil kini hening, hanya diisi oleh suara klakson dari jalanan yang macet. Cakra yang berada disamping kemudi menoleh ke belakang melihat ke abang-abangnya. Merasa ada yang aneh Cakra hendak bertanya pada Mark, namun kakaknya hanya diam dan kembali fokus pada jalanan.
Walaupun Nael berada di dekapan, tapi Haikal tidak tahu sampai kapan adiknya itu selalu berada disisinya. Ia hanya takut, takut jika suatu saat dirinya tidak bisa lagi merasakan dekapan hangat itu.
Sesuai perintah Mama pada Haikal. dirinya sudah membawa Nael ke meja makan, menyuapkan menu kesukaannya dan terakhir memberikan beberapa obat dengan bentuk berbeda-beda pada Nael, yang membuat adiknya itu mengernyit bingung.
"Ini obat apa?"
"Vitamin"
"Banyak banget?"
"Ya harus, kan kamu habis sakit dek.." ucap Haikal dengan lembut, lalu ia menyodorkan air putih setelah Nael mulai memasukkan pil-pil itu kedalam mulutnya.
Haikal melihat itu, jujur dalam hatinya ia merasa sedih. Tapi melihat Nael meminum obat yang banyak ini akan menjadi rutinitasnya, ia harus terbiasa.
Setelah menelan habis pil pahit itu, dirinya dihampiri oleh Rendi. Rendi mengusak rambut hitam Nael.
"Masih sakit?"
"Tadi cuma nyeri di kepala, tapi udah enggak"
"Kok gak bilang sih? biar Mas jemput, pulang lebih cepat aja.."
"Sakitnya cuma sebentar,Mas..biasanya juga gini"
Rendi menghela nafas pasrah, "Besok-besok kalau sakit lagi langsung telfon Mas, biar izin pulang aja" finalnya.
|
|
|"Bang Jev?"
Jevan yang hendak menutup mata dibuat tertunda saat Nael membuka pintu kamarnya, waktu menunjukan pukul 12 malam tapi Nael terlihat sangat segar dengan rambut yang basah seperti habis mandi.
Adiknya itu masuk kedalam kamarnya tanpa perintah dan langsung merebahkan dirinya di samping Jevan. Guling yang berada ditangan Jevan dirampas seketika, berpindah tempat di dekapan Nael.
"Dibilangin disuruh istirahat kan?"
Nael menggeleng heboh, ia mengeratkan pelukannya pada guling empuk milik Jevan, menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Jevan demi mencari posisi nyaman.
"Ini rambutmu basah loh,Na.. kasur
abang nanti bau lepek" ujar Jevan."Dih pelit banget!" gerutunya.
"Kalau mau tidur kenapa gak di kamar sendiri aja sih?"
"Ada Bang Haikal, meluk Nael mulu. Sesek" Ujarnya.
Radeya Haikal Pratama, tidak ada yang spesial darinya selain bentuk kasih sayang yang teramat banyak sampai ia kesusahan untuk mengendalikannya.
Tiba-tiba pintu kamar Jevan terhempas. Ada sosok yang dibicarakan didepannya, Haikal masuk seraya menghentakkan kakinya dengan keras.
"Siapa yang culik adek gue?!"
Nael buru-buru merebut selimut tebal Jevan untuk menyembunyikan tubuhnya didalam sana, lalu menyeret badannya sampai menempel pada dinding.
"Oh lo yang culik adek gue ya, Bang?!"
Jevan yang tidak tahu apa-apa hanya bisa pasrah dengan drama mereka berdua.
"Kal,udah.. anak nya mau istirahat lo ganggu mulu" Ucap Jevan setelah melihat Haikal yang ikut berbaring ditengah-tengah mereka.
"Tapi gue kangen" jawab Haikal, Ia kembali memeluk Nael walaupun adiknya itu sudah diam sedari tadi. Adiknya itu tertidur setelah lelah mendengar ocehan abangnya.
|
|
|See You!💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Nael and His Family
FanfictionMata indah itu, tak pernah menyiratkan kebencian. Senyum indah begitu tulus, tak pernah dipaksakan. Usapan lembut yang Mama lihat penuh kasih sayang. Mama jatuh hati pada Nael. [Brothership] [Not BxB] < 1000 kata