"Zildan, dengarkan Mama.."
Malam itu bagaikan malam panjang bagi Zildan, di tengah malam saat semuanya tertidur ia dikejutkan oleh Mama yang masuk kedalam kamarnya.
Wajah Mama tampak lelah, sembab dimatanya dapat terlihat jelas tapi senyum itu selalu terpatri di bibirnya. Zildan yang dibangunkan secara tiba-tiba tidak bisa lagi mengelak saat Mama mengajaknya untuk duduk di balkon kamar, menikmati angin malam bersama coklat panas yang Mama hidangkan.
"Nael, itu anak Mama"
Ucapan Mama penuh penekanan namun wajahnya tetap menghadap pada bulan purnama pada langit malam.
"Zildan cuma sedih lihat Mama menangis setiap melihat Nael..."
Zildan kembali teringat saat dulu ia sering berlibur kerumah Mama, saat dimana Mama selalu terisak dikamar sendirian dan Zildan berada disana untuk menenangkan.
"Tapi itu dulu Zildan, memang dulu Mama merasa asing dengan Nael, tapi jika dipikir-pikir... "
Zildan menoleh kearah Mama yang ikut menatap maniknya.
"Hidup itu tidak adil bagi beberapa orang, termasuk Nael"
"Sejak lahir Mama selalu berusaha untuk tidak membedakan dia, tapi sulit. Butuh waktu lama buat menerima Nael, dan"
"Sekarang Mama sudah menganggap Nael sebagai buah hati Mama sendiri, bahkan Mama lupa sejak kapan mulai mencintai Nael.."
Gumpalan bening dari mata Mama sudah tidak tertahankan, Mama menangis di hadapan Zildan.
"Justru sekarang kehadiran Nael sangat berarti bagi Mama.."
Zildan tak lagi berkata, kini ia hanya bisa mengusap lengan Mama agar tenang.
"Mama sudah menerima Nael dengan seluruh ketulusan hati Mama, Zildan juga bisa kan menerima Nael jadi Adik Zildan??"
|
|
|Nael terbangun saat merasakan tenggorokannya kering, bahkan rasa nyeri yang ada dikepalanya belum reda tapi Nael tidak bisa lagi menahan rasa hausnya. Jadi, dengan tergopoh-gopoh ia menuruni tangga untuk segera sampai ke dapur mengambil minuman.
Tapi langkahnya terhenti didepan pintu kamar Cakra dan Aji yang sedikit terbuka, ia mengintip untuk melihat Adiknya disana. Ia melihat Cakra dan Aji yang bersandar di sandaran ranjang dengan wajah lemas, disana ada Mama yang sedang menyuapi mereka bergantian.
Nael tersentak saat matanya tiba-tiba bertatapan dengan netra datar milik Cakra, tatapan itu tidak dapat diartikan tapi Nael yakin Adiknya itu pasti membencinya setelah apa yang Cakra tahu tentang dirinya. Namun Nael mencoba untuk tersenyum pada Cakra, ia menarik kedua sudut bibirnya walaupun Cakra sama sekali tidak membalas justru berpaling dari tatapan itu.
Akhirnya Nael berlalu dari sana, melihat kedua Adik yang terbaring lemah seperti itu membuat dadanya nyeri. Ia meneguk air putih yang berada penuh dalam gelas dan menghabiskannya dengan cepat lalu meletakkan gelas itu di tempat cuci piring. Namun setelah berbalik badan dirinya dikejutkan oleh Mama yang berada tepat dihadapannya.
Mama melipat kedua tangan dengan menggeleng kecil kepalanya membuat Nael canggung, Nael menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal karena sebelumnya Mama sudah mengatakan pada Nael untuk istirahat setelah diberi obat.
"Adek-adek sakit ma?"
"Enggak, yang sakit itu kamu" Ujar Mama
Tubuh Nael terlihat basah oleh keringatnya, Mama mendekat kearahnya dan menempelkan telapak tangannya pada dahi Nael.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nael and His Family
Fiksi PenggemarMata indah itu, tak pernah menyiratkan kebencian. Senyum indah begitu tulus, tak pernah dipaksakan. Usapan lembut yang Mama lihat penuh kasih sayang. Mama jatuh hati pada Nael. [Brothership] [Not BxB] < 1000 kata