12. (3)

3.6K 529 7
                                    

"Nael.. Nak?"

Suaran isak tangis milik Nael terdengar jelas, Mama mendengar dari balik pintu kamar anaknya yang terkunci.

"Nael, buka dulu pintunya ini Mama.."  ucap Mama lembut, dirinya sudah mendengar dari pengakuan Aji bahwa Nael tadi dimarahi oleh Jevan karena kucingnya muntah-muntah setelah bersama Nael. Nael masih enggan membukakan pintu. Namun suara tangisnya semakin kencang membuat hati Mama ikut terasa sakit.

"Abang gak sengaja marahin Nael, maafin ya?"

"Nael hiks.. gak salah, Ma.." lirih Nael

"Iya.. Makanya Nael buka dulu pintunya ya Nak.."

"Kenapa ma?" tiba-tiba Rendi datang, ia baru saja pulang latihan band dan kembali sore hari dari sekolah. Mama menggeleng, tatapan khawatir dari Mama membuat Rendi turut sedih setelah menyadari Mama rela pulang sore saat mendengar laporan dari Aji.

"Mama minta tolong bujuk Nael ya?"

"Ngapain juga aku... "

"Mama yang minta tolong, mau ya?"

Helaan nafas keluar dari bibir Rendi, kalau saja bukan Mama yang meminta pasti Rendi tidak akan berminat.

"Nael, buka pintunya"

"Nael, buka" ucap Rendi sekali lagi.

Pintu itu terbuka setelah peringatan kedua, Rendi sudah masuk kedalam kamarnya tapi Nael dengan segera menutup dan mengunci kembali pintu itu.

"Gak sopan begitu didepan Mama" Ucap Rendi datar.

"Maaf.. Kak.." Lirih Nael, ia menyeka bekas tangis pada wajahnya.

"Terus?"

"Kak Ren gak mau tau Nael kenapa?"

Rendi mengangkat sebelah alisnya, enggan untuk menjawab Nael sama sekali. Dirinya melipat tangan di dada, hanya dengan gerakan kepala Rendi mengisyaratkan Nael untuk menceritakan nya"

"Bang Jevan marah ke Nael, gara-gara Kelly muntah-muntah"

"Di kasih apaan emang?"

"Nael gak kasih apa-apa Kak, cuma susu aja"

"Terus ngapain nangis?" Tanya Rendi.

"Takut, Bang Jevan serem marahnya"

"Udah tau dia serem, jangan gangguin kucingnya"

"Bang Jevan dorong Nael, kepala Nael sakit kena dinding Kak.." lirih Nael.

Sontak Rendi membulatkan matanya, tidak menyangka marahnya Jevan bisa membuat orang lain terluka. Namun ekspresi itu ia pudarkan setelah matanya bertemu dengan manik Nael.

"Dia pasti gak sengaja. udah kan? sekarang buka pintunya buat Mama, dari tadi nungguin" ucap Rendi dengan acuh tak acuh tetapi Nael menggeleng lemah, Nael mengulas senyum tipis dihadapan Rendi. Bibir nya bergetar gugup ingin mengutarakan sesuatu.

"Nael mau nya Kak Ren yang disini"

"Gua sibuk"

Ucapan nya sama sekali tidak didengar oleh Nael, anak itu sedang meraih kanvasnya di bawah ranjang. Membuka salah satu kanvas yang sudah berwarna kepada Rendi.

Setelah melihat lukisan itu Rendi menaikkan kedua alisnya, ia merasa tidak asing dengan lukisan ini.

"Itu Gua?"

Nael mengangguk semangat, matanya yang tadi sayu karena menangis seketika berbinar. Jari telunjuknya menyusuri tiap garis pada lukisan itu, Rendi memperhatikan itu dengan teliti.

"Nael lukis Kak Ren kemarin, sambil dengerin Kak Ren main gitar disana" Nael menunjuk kearah jendela, terdapat beberapa sofa lama yang diletakkan dibawah pohon besar yang rindang, daerah belakang rumah tempat favorit dimana Rendi selalu bersantai dengan gitarnya.

Rendi kembali mengamati lukisan itu dengan seksama. Cukup bagus untuk seukuran umur Nael untuk melukis ini, bagaimana Nael menggabungkan warna sehingga terlihat seperti nyata. Rendi sangat kagum sampai ia tidak sadar akan apa yang ia ucapkan.

"Bagus"

"Makasih Kak Ren!" jawab Nael dengan ceria.

Rendi mengerjap sejenak, setelah sadar dengan apa yang ia ucapkan sontak terkejut dan mulai gelagapan.

"Ma- maksud gua bagus cat nya.. gak luntur gitu"

Nael terkekeh pelan, cukup lucu baginya melihat Rendi yang salah tingkah.

"Makasih udah muji cat nya Kak!" seru Nael lagi.

"Kak Ren mau Nael ajarin lukis?" Tawar Nael pada Rendi, Nael sudah menyodorkan kuas kecil untuk Rendi hingga sang Kakak tanpa sadar meraih kuas itu.

"Emang bisa?"

"Bisa! Nael paling bisa lukis di sekolah"

"Kata siapa?"

"Kata Nael, kan Nael yang ngomong barusan"

|
|
|

"Na?"

Rendi membuka pintu kamar Nael, menyembulkan kepala nya masuk untuk memanggil sang Adik. 

"Kak Ren?"

Dan Nael yang baru saja selesai dengan pekerjaan rumahnya membalikkan badan dari balik meja belajar. Dikira cukup aneh saat Rendi masuk kedalam kamarnya. 

Rendi menghampiri Nael dengan senyum sumringah dan menyerah satu lembar kertas kepada Adiknya.

"Bagus gak?" tanya Rendi saat Nael mulai mengamati lukisan itu. Lukisan pemandangan belakang rumah saat sore hari, Rendi tidak pernah bohong jika area belakang rumahnya itu adalah tempat paling indah baginya.

"Bagus banget Kak, keren!"

"Kan kamu yang ngajarin Kakak, dek.."

Nael mengangguk samar, hatinya menghangat dengan ucapan sederhana dari Rendi. Dirinya merasa diakui sebagai Adik dari salah satu Kakaknya, kalau saja semua Kakaknya pernah mengatakan ini walau hanya satu kali maka Nael pasti tidak akan merasa sendiri.

"Kakak?"

"hm?"

"Nael adik kakak?"

Rendi menatap binar mata indah itu dalam, tersirat harapan dari balik semua. Rendi tak menyangka jika orang asing yang dulu masuk kedalam keluarga justru kini membawanya kedalam kebahagiaan. Ya, Rendi bahagia setelah ia menemukan kesenangan barunya yaitu melukis. Dan itu karena Nael, Adiknya.

Maka dengan mantap Rendi menganggukkan kepala. Kembali senyuman secerah matahari terbit dari bibir Nael sampai Rendi tidak pernah ingat sejak kapan ia menyukai senyuman itu. Ia mengelus surai hitam milik Nael dengan lembut, kemudian memeluknya tanpa ada satu patah kata pun.

|
|
|

See you!💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See you!💚

Nael and His Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang