•••🦋•••
H a p p y R e a d i n g
Kini Inka tengah duduk di meja belajarnya, dirinya sudah berkutat dengan buku dihadapannya selama tiga jam. Selama tiga jam itu mata dan otaknya bergantian mencerna materi besok yang akan diajarkan guru. Dirinya bukan seorang siswa yang mampu memahami materi dengan sekali baca, ia butuh waktu paling lama tiga jam untuk memahami yang benar-benar dalam artian paham maksud yang disampaikan dalam pembelajaran itu.
Merasa matanya perih Inka menyudahi belajarnya. Ia meraih ponselnya yang bergetar. Notifikasi khusus dari Alan terdengar.
Alan : Keluar yuk! Bosen nih gue.
Tumben pikirnya. Biasanya tuh cowok paling males keluar sama dirinya. Oh Inka tau pasti sahabat cowok itu tengah sibuk dengan pacarnya mengingat malam ini malam minggu.
Inka : Sorry, ada kak Davi di rumah.
Alan : Yaudah gue mau jalan sama Naya aja deh.
Inka memutar bola matanya malas. Lagi-lagi cewek itu yang menemani pacarnya. Dapat dihitung jari berapa kali ia jalan dengan pacarnya itu selama empat bulan menjalin hubungan. Inka mencoba mengerti keadaan Alan hanya mampu mengiyakan.
Inka : Iya, serah lo.
Merasa tak ada yang menarik Inka mengunci layar ponselnya. Kepalanya ia rebahkan di atas meja. Sebenarnya ia bosan ingin keluar tapi ada saja halangannya. Apalagi sang kakak ada di rumah membuat ia semakin tak ada kesempatan untuk keluar rumah.
Gini amat nasibnya.
Cklek.
Suara pintu dibuka membuat Inka menolehkan kepalanya. Davi berjalan masuk dengan membawa sekotak obat yang ia yakini akan digunakan kakaknya buat mengobati luka yang ia buat.
"Sini!"perintahnya yang sudah duduk di sofa panjang kamar Inka. Inka yang tak mau menimbulkan masalah baru melangkahkan kakinya mendekati Davi. Mendudukkan dirinya di samping kakaknya.
Davi meraih tangan Inka agar lebih dekat dengannya, menyingkap baju adiknya dengan hati-hati takut menyentuh luka basah yang ia tau belum diobati sama sekali. Davi meraih alkohol dan meneteskannya ke atas kapas yang ia ambil. Mengoleskan dengan pelan tak ingin semakin menyakiti Inka. "Shh.."ringis Inka merasa sedikit perih apalagi saat obat merah itu diteteskan ke lukanya.
"Tahan bentar!" Davi meneteskan sambil sedikit meniup luka itu agar mengurangi rasa perihnya. Merasa cukup ia mengambil perban dan plester luka, membalutkan benda itu di bahu adiknya.
"Makasih."
Davi menganggukkan kepala. "Mau jalan?"
Melihat muka suntuk adiknya, Davi mengajak jalan dirinya agar tak bosan. Sebenarnya ia ingin jalan dengan Alan tapi ah sudahlah jalan sama Davi juga nggak masalah. Jangan kira Davi itu pemuda dengan kumis yang menghiasi wajahnya, kalian salah besar.
Davian Algantara, pemuda berumur dua puluh tiga tahun yang sekarang menyandang gelar CEO di anak perusahan ayahnya itu tampan dan mempesona. Cewek manapun akan terpana jika melihat keberadaan. Diajak jalan pun tak akan memalukan, dompet tebal jangan ditanya. Kalian mau beli bunga sekebon-kebonnya aja dia jabanin.
"Mau mau,"antusiasnya.
Davi mengacak rambut hitam Inka, merasa gemas dengan tingkah adiknya. "Siap-siap gih!"
•••
Di sinilah mereka sekarang, ramai hiruk-pikuk muda-mudi yang tengah pacaran. Alun-alun kota. Bermacam-macam jajanan ada dan tentu rasanya enak. Setiap malam minggu pasti ada band anak muda yang mengisi panggung alun-alun, memeriahkan malam pasangan yang sedang kasmaran.
"Mau beli boba sama kentang goreng!"
Davi tak menjawab permintaan Inka, pemuda itu menggenggam tangan mungil adiknya, menghampiri penjual makanan dan menunggu antrian. Ramai sekali disini ia ingin segera pulang. Inka mengedarkan pandangannya menatap sekitar dengan perasaan senang yang membuncah. Akhirnya ia bisa keluar malam ini tanpa dimarahi Mahesa lagi. "Makasih kak."
Davi mengeryitkan dahinya heran kenapa tiba-tiba Inka berterima kasih. "Makasih udah diajak jalan,"ucapnya tersenyum manis, pemuda itu terpana melihat senyum adiknya sendiri.
"Iya."
Sementara itu Alan yang melihat Inka bersama Davi entah mengapa merasa kecewa. Gadis yang ada di sebelahnya menatap arah yang sama seperti Alan, dimana ada sepasang kakak beradik yang bergandengan tangan. "Udahlah Al, lupain!" Naya yang ia ajak jalan menenangkan dirinya yang merasa sedikit kecewa.
"Ayo, Nay!" Melihat Inka yang bebas berpegangan tangan dengan cowok lain, Alan tak mau kalah. Ia menggenggam tangan Naya erat menuju depan panggung yang sudah akan dimulai.
Inka tau disini ada Alan dan Naya terlihat tadi saat ia menjumpai motor cowok itu yang terparkir di area alun-alun. Ia hanya tersenyum miris melihat genggaman tangan keduanya. Mereka terlihat seperti pasangan bahagia. Tak apa jika Naya hanya sebatas teman tapi lihatlah mereka itu mantan. Seperti yang ia tau Alan tak bisa melepaskan Naya begitu saja. Cowok itu tak bisa memilih antara dirinya dengan mantannya. Iya mantan yang masih ada perasaan. Itulah mereka, pacarannya dengan Inka tapi tak bisa merelakan Naya.
"Cowok brengsek!" batin Inka kesal.
"Ayo kak pulang aja, tiba-tiba aku ngantuk!"bohong Inka.
"Beneran?"tanya Davi merasa heran dengan sikap adiknya.
"Iya."
Inka harus pulang sekarang atau nanti Davi melihat Alan dengan cewek lain bisa berabe entar yang ada pacarnya itu babak belur ditangan kakaknya. Biarlah perasaannya sakit daripada Alan yang terluka.
🍉🍉🍉
Alan emang brengsek!
# I N K A #
See you ♡
☘LUKA YANG BERAKHIR DUKA☘
KAMU SEDANG MEMBACA
INKA
Teen Fiction🦋 FOLLOW DULU SEBELUM BACA!!🦋 Sudah hal biasa bagi Velinka Putri mendapat pukulan dari Mahesa-papanya- saat nilai yang ia dapatkan tidak sesuai keinginan pria itu. Bahkan kehadirannya hanya dijadikan ajang pamer keluarganya di dunia bisnis yang me...