i n k a . 5

1.5K 211 37
                                    

•••🦋•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••🦋•••

H a p p y  R e a d i n g

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

H a p p y  R e a d i n g

"Alan kenapa sih diem mulu?"

Inka menanyakan keterdiaman Alan yang tak seperti biasanya. Biasanya cowok itu akan mengoceh saat bersamanya, tetapi kini cowok itu hanya diam tanpa membicarakan apapun. Inka merasa sebal saat dirinya diacuhkan, menggoyangkan lengan Alan yang memegang ponsel agar cowok itu menatapnya. "Kenapa sih? Gue ada salah apa?"

Seharusnya ia yang marah disini karena Alan kemarin beneran jalan sama Naya, kenapa jadi cowok itu yang diam tanpa alasan. "Menurut lo?!"

Bukannya menjawab Alan malah membalikkan pertanyaan Inka. Wajah cowok itu datar sekali terlihat jika ia sedang marah dengan cewek di depannya. "Ya nggak tau."

"Serah lo dah,"ucapnya berlalu dari kelasnya.

Inka menyusul langkah Alan, tak sengaja dirinya melihat pacarnya itu malah merangkul bahu cewek yang Inka benci.
"Kenapa sih harus Naya?"desisnya sebal. Tangan cewek itu terkepal menahan amarah, ia akan menahannya. Membalikkan badan ke arah berlawanan Inka menyusuri lorong tangga tersembunyi menuju rooftop.

Menaiki tangga satu persatu dirinya membuka pintu kecil yang menghubungkan tangga dengan rooftop. Satu kata mendefinisikan keadaan di sini. Berantakan. Iyalah berantakan, siapa juga yang mau kesini selain dirinya. Kakinya melangkah mendekat pembatas rooftop yang disampingnya terhalang tandon air. Inka mendudukkan dirinya disana, bersandar pada tembok pembatas agar tak merasa kepanasan.

Sumpah disini itu panas,kotor dan sangat berantakan. Tetapi disini juga tempat Inka bersembunyi. Mengeluarkan jarum dari kantong rok, cewek itu menyingkap sedikit roknya dan mengarahkan benda tajam itu ke bagian atas lututnya sekitar lima cm. Inka perlahan menekan kuat jarum itu agar menggoreskan luka disana.

Self injury.

Luka itu sangat menenangkan sekali. Perih tapi juga nikmat. Rasa itu bersatu menjadi perpaduan sempurna dalam menyakiti Inka. Saat ini hatinya sakit melihat Alan yang masih saja bersama Naya. Walaupun ia seperti tidak pernah bersatu atau sependapat dengan Alan, tetapi Inka sangat mencintai cowok itu.

Bel masuk berbunyi dan cewek itu mengabaikannya. Ia lebih memilih menikmati rasa sakit ini secara bersamaan daripada masuk kelas. Dirinya cukup lelah menghadapi dunia hari ini. Biarkanlah dia istirahat sebentar.

•••

Ayahnya itu seolah tau apa yang terjadi di sekolah hingga kini pria itu berada di rumah. Mahesa menatap bengis Inka, di tangan pria paruh baya itu terdapat gesper yang sudah ia lepaskan. Tatapan memohon Inka yang meminta pengampunan seolah tak terdengar. Tanpa rasa kasian sedikitpun Mahesa melayangkan gesper itu ke punggung Inka yang berlutut membelakanginya.

Plas.

"Sakit, Pa!"rintihannya kala cambuk itu mengenai punggungnya.

"ANAK KURANG AJAR! SAYA MENYEKOLAHKAN KAMU BIAR BELAJAR BUKAN BOLOS!"

Plas.

Cambukan kedua diayunkan lagi dengan kerasnya hingga Inka hanya bisa menundukkan kepalanya sampai dahinya menyentuh lantai. "Maaf, Pa. Nggak akan Inka ulangi lagi," pintanya lirih.

Mendengar perkataan Inka, Mahesa berhenti mencambuk. Bergantian menarik rambut gadis itu hingga mendongak menatap wajahnya. "Sampai saya denger laporan kamu bolos, lihat saja apa yang akan saya lakukan sama ibu kamu!"

Setelah mengatakan itu Mahesa berjalan ke atas menuju ruang kerjanya mungkin. Melihat tuannya sudah pergi Bi Ijah yang melihat penyiksaan tadi melangkah mendekati Inka. "Non, non gak papa?"

Inka yang melihat Bi Ijah panik memeriksa tubuhnya hanya mengangguk. "Inka nggak papa, Bibi tenang aja. Udah kebal," tawanya yang mana malah terlihat menyedihkan.

Bi Ijah membantu Inka berdiri. "Biar saya bantu ke kamar," tawarnya yang ditolak Inka.

"Saya bisa sendiri, Bibi masak aja pasti Papa lapar baru pulang kantor gini,"ujarnya dengan tertatih berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Menutup pintunya rapat tak lupa menguncinya, ia melempar asal tasnya. Tanpa melepas seragamnya Inka berjalan ke kamar mandi. Menyalakan shower dan duduk dibawah guyuran air dingin yang membasahi tubuhnya. Air dingin yang menyatu dengan lukanya terasa perih dan sakit, tetapi sekuat tenaga Inka menahannya. Saat ia sudah tak sanggup lagi air mata itu mengalir tanpa dapat ia cegah.

"Ma, bertahan ya buat Inka,"lirihnya sebelum tangis tergugu menyerangnya. Di bawah guyuran shower Inka dapat menyamarkan tangisannya yang entah kenapa enggan berhenti.

🍅🍅🍅

Mana nih fansnya bapak mahesa terhormat 🔥

# I N K A #

See you ♡

☘LUKA YANG BERAKHIR DUKA☘

INKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang