i n k a . 17

774 155 33
                                    

•••🦋•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••🦋•••

H a p p y  R e a d i n g

"Inka mau kemana kamu?"

Pertanyaan itu menghalangi langkah Inka yang hendak keluar rumah, membalikkan badan Inka menatap tubuh tegap sang ayah dengan pakaian santai. "Rumah Sakit."

Mengernyitkan dahinya Mahesa bingung, apa iya tamparan darinya sekeras itu hingga anak perempuannya akan berobat sampai ke rumah sakit. "Ngapain?"

Inka yang bergantian mengerjapkan matanya tak percaya. "PA! MAMA KRITIS! PAPA GAK TAU?"

Mahesa terlihat menganggukkan kepalanya paham. "Oh Lera. Tau."

Apa tadi jawaban sang ayah? Oh? Tau? Tapi kenapa nggak khawatir sama sekali? Dan sekarang pria paruh baya itu malah enak-enakan minum kopi panas yang baru saja dibawakan oleh Bi Ijah.

Dengan kemarahan menggebu-gebu gadis itu berdiri di depan Mahesa. "PA! PAPA SEBENARNYA PEDULI SAMA MAMA NGGAK SIH?! KHAWATIR NGGAK?! KENAPA RESPONNYA CUMA GITU HAH?!"

Meletakkan cangkirnya dengan sedikit kasar hingga kopi hitam itu tumpah membasahi meja. Mahesa menatap anaknya dengan tajam. "Udah berani ya sekarang?! Sana pergi saya nggak peduli sama jalang sialan itu!"

Inka menatap tak percaya atas perkataan Mahesa. Matanya panas ingin kembali tumpah, apa iya kehadirannya dan sang mama emang tak seberharga itu hingga ayahnya aja enggan peduli. "JANGAN RENDAHIN MAMA SAYA TUAN MAHESA ALGANTARA!"

Emosi yang ia pendam akhirnya meluap juga, tak apa jika dia yang diinjak-injak, tetapi jangan ibunya. Dia tak sanggup. Tangan pria itu sudah mendarat di pipi kirinya,hingga kepalanya tertoleh kesamping. Membentur vas bunga tinggi di sebelahnya.

"Ayo Pa! Pukul Inka lagi!"gadis itu semakin menantang Mahesa yang hendak melayangkan pukulan kedua.

Tetapi belum sempat pukulan itu mendarat di pipinya, suara berat Davi terdengar. "PAPA KENAPA SIH?!"

"LEPASIN TANGAN PAPA,DAVI!"tekannya tetapi arah mata tajam itu masih mengintimidasi putrinya.

"NGGAK! PAPA UDAH KETERLALUAN!"

"BIARIN KAK! BIAR PAPA PUAS!"

"JAGA UCAPAN KAMU INKA!"

"APA? PAPA NGGAK TERIMA?!"

"ANAK KURANG AJAR!"

Prang.

Tangan yang bebas itu meraih cangkir, melempar kopi panas itu hingga mengenai tangan Inka yang menghalau wajahnya dari guyuran tak terduga dari sang ayah. Davi menganga tak percaya. Mahesa hanya terdiam menatap pecahan cangkir yang isinya sudah tumpah di tangan sang putri.

"Terima kasih atas perhatiannya."

Setelah mengucapkan kata itu Inka berlari menjauhi rumah kediaman Mahesa dengan tangis yang menghiasi wajahnya. Menulikan pendengarannya kala sang kakak mengejar, Inka semakin berlari menjauh. Ia enggan untuk sekedar melihat wajah sang kakak yang sialan sekali mirip pria tua bangka itu dalam versi muda.

Menyetop taksi ia segera menaikinya, Alera sekarang lebih membutuhkannya.

•••

"Eh, Al. Mana Inka?"

Alan yang sedang mengigit apel mengerutkan dahinya. "Kan tadi gue suruh lo anter pulang anjir!"

Bumi terlihat kebingungan,"terus yang gue lihat di lobi tadi siapa?"

Iya bener setelah mengantar Inka tadi dirinya pulang. Habis itu kesini lagi karena sahabatnya itu merengek dibawakan charger. Sewaktu berjalan kesini tadi ia melihat Inka berlari di lobi. "Gue kira doi balik kesini, ketinggalan apa gitu?"

Alan mengedikan bahunya acuh, "Salah liat kali lo, mana chargernya!"

"Nih."

"Lah napa lo duduk disini? Sana duduk di luar!"

Bumi yang baru saja menyandarkan bahunya melotot seketika."Anjing! Lo kira gue satpam."

Alan cengengesan menanggapi kemarahan Bumi,meneliti muka sangar sahabatnya, cowok itu berceletuk. "Bisa jadi sih."

"Sialan."

Setelah charger ia colokkan, ponselnya kembali menyala. Semua notifikasi muncul dan yang menjadi pusat perhatian cowok itu pesan yang baru lima belas menit dikirim dengan berberapa panggilan tak terjawab.

'Al, Mama gue nggak ada.'

💔💔💔

Kira-kira prank atau beneran ya?

# I N K A #

See you ♡

☘LUKA YANG BERAKHIR DUKA☘

INKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang