•••🦋•••
H a p p y R e a d i n g
"Aku nggak mau pulang sama kakak! Aku mau cari mama! Mama butuh aku kak! Kakak tau nggak Mama hilang dan sampai sekarang pihak rumah sakit belum nemuin keberadaan Mama. Aku khawatir sama Mama kak! Dan yang tadi dia Bumi, temen aku. Dia mau tenangin aku, tapi kenapa kakak malah pukulin dia gitu aja karena hal sepele kayak gitu. Kakak jahat tau nggak?!"
Saat ini mereka tengah berada di basement rumah sakit, Inka sedari tadi memberontak ingin lepas dari cekalan Davi dan mencoba pergi dari radarnya. Karena amarah masih menyelimuti cowok itu, membuat matanya buta dan telinganya tuli seketika. Dia tak mau mendengarkan penjelasan dari adiknya sama sekali. "Lo bohong kan? Gue nggak bakalan percaya. Kata lo tadi mama kritis dan sekarang lo coba boongin gue kalau Mama hilang. Blushit!"
Wajah Inka memerah memendam amarah, bukannya minta maaf atau apa cowok itu malah menuduhnya bohong. "Kenapa juga gue harus bohong?! Gak guna tau nggak!"
Inka berbalik meninggalkan Davi yang masih mengepalkan kedua tangannya di samping tubuhnya. Dari cara tatapan Inka tadi memang bukan sebuah kebohongan, Davi sepenuhnya tau kalau mata itu menyiratkan kekhawatiran. Davi juga tau mamanya hilang, tapi ini bahkan belum genap tiga jam kehilangan itu. Bukannya melaporkan tentang kehilangan wajib 1 x 24 jam?
Melihat cewek itu terjatuh di seberang jalan membuat lamunan Davi buyar, ia bergegas lari menghampiri cewek itu yang sudah terduduk dengan tangisan. "Pergi kak aku mau cari mama sendiri!"
"Ka, lihat ini udah mau tengah malam. Lo mau cari dimana? Besok aja kita cari!"
Inka yang bebal tak menghiraukan perkataan Davi, ia berdiri membersihkan telapak tangan yang berdarah, apalagi sekarang luka air panas tadi terasa perih. Menahan ringisan cewek itu kembali berjalan. Davi yang lelah hanya memejamkan matanya, ia berteriak lantang menghentikan langkah adiknya.
"Oke ayo kita cari mama setelah obatin luka kamu."
Inka berbalik hendak menghampiri kakaknya, tapi kemudian ia menghentikan langkahnya. "Nggak! Aku mau cari sekarang. Kakak pasti bohong! Aku nggak percaya!"
Davi menghela nafas kasar, ia meraup wajahnya sekali. "Lo mau naik mobil sendiri atau pilih dengan cara gue?!"ancamnya.
Inka tak takut dengan ancaman Davi, sekarang yang terpenting baginya adalah Alera ketemu. Davi yang melihat tindakan adiknya mengeram marah. Kenapa adiknya itu bebal sekali, keras kepala lagi.
Tanpa ragu cowok itu berlari mencekal pergelangan tangan Inka, mengangkat tubuh itu di bahu lebarnya. "Kakak turunin!"
"Kak Davi! Aku gigit nih punggungnya!"ancam Inka meronta.
Davi tersenyum kecil, "Gigit aja kalo berani gue gigit balik!"
"Kak Daviiii!"
"Diem jangan banyak gerak kalo nggak mau kita jatuh berdua!"
"Kak Daviannn, turunin Inka!" Kepalanya sedikit pusing, gimana nggak pusing, sekarang posisinya adalah terbalik dengan Davi yang berjalan sedikit cepat tanpa merasa keberatan sama sekali oleh berat badannya.
"Berisik."
•••
Davi pusing melihat Inka berjalan mondar-mandir di depannya. Pemuda itu memijit pelipisnya sendiri. Gadis itu saat ini masih khawatir akan keadaan mamanya. "Duduk sini,kakak obatin lukanya dulu!"
Kotak P3K yang sedari tadi ia pegang mulai ia buka, mengeluarkan salep luka bakar, alkohol dan kapas. Inka tak mendengar perkataan Davi ia masih mencoba menelepon Aunty Bella menanyakan kabar mamanya. "INKAA!"bentak Davi kehabisan kesabaran.
Dirinya lelah bukan main, dan sekarang sudah hampir jam dua belas tepat. Ia ingin merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Tapi adiknya masih saja banyak bertingkah. Inka menatap Davian, mencoba memberanikan diri menghampiri kakaknya. Ia duduk di samping kakaknya, mengulurkan tangannya untuk diobati.
Davi menghembuskan nafas panjang, menetralkan deru emosi yang hampir saja tadi meledak. Inka menatap lurus ke jendela luar enggan menoleh ke arah dirinya. Ia tau adiknya itu sangat kecewa kepada dirinya. "Maaf,"gumamnya yang dapat didengar Inka.
Inka yang mendengar kata yang seharusnya terucap dari mulut kakaknya sedari tadi terkekeh kecil. "Minta maaf sama Bumi jangan aku,"
"Mimpi."
"Yaudah Inka gak mau deket sama kakak lagi,"cibirnya kesal.
Davi menatap tajam Inka, memaksa tubuh adiknya agar berbalik menatap matanya. Ia meraih dagu Inka, mencengkeram erat. "Itu mau lo?! Oke sana jauh-jauh dari gue! Dan siap-siap aja lo denger kabar pahit tentang pacar lo dan temen lo yang sok pahlawan itu."tandasnya menyentak kasar dagu Inka dan keluar meninggalkan adiknya itu.
Davi berhenti melangkah, tanpa berbalik ia berbicara tenang, "Bodyguard Papa udah cari Mama."
Blam.
Pintu tertutup dengan dentuman keras, Inka tersadar dari lamunannya. Ia tersenyum, merasa senang jika orang-orang Mahesa tengah mencari Mamanya, berarti ayahnya itu peduli kepada mereka. Lalu senyuman itu pudar, ancaman Davi membuat ia juga merasa sedih orang terdekatnya dalam bahaya. Ia harus segera membujuk kakaknya agar tak melakukan hal nekat.
"Arghh... Kapan sih ini selesai?!"frustasinya saat masalah tak kunjung usai. Apa menghilang dari dunia ini lebih baik untuk dirinya. Mentalnya dan fisiknya tak akan lagi tersakiti. Jika tak akan menimbulkan dosa dan penyiksaan di alam sana sudah dari dulu ia memilih bunuh diri. Tapi masalahnya ini sangat berdosa, baru niat aja udah dosa apalagi jika dilakukan, tambah berkali-kali lipat penderitaannya nanti.
🔥🔥🔥
# I N K A #
See you ♡
☘LUKA YANG BERAKHIR DUKA☘
KAMU SEDANG MEMBACA
INKA
Teen Fiction🦋 FOLLOW DULU SEBELUM BACA!!🦋 Sudah hal biasa bagi Velinka Putri mendapat pukulan dari Mahesa-papanya- saat nilai yang ia dapatkan tidak sesuai keinginan pria itu. Bahkan kehadirannya hanya dijadikan ajang pamer keluarganya di dunia bisnis yang me...