•••🦋•••
H a p p y R e a d i n g
"Kak lepasin sekarang juga atau aku akan teriak?!"ancamnya ingin membuat Davi membebaskan dirinya.
"Kamu lupa hemm?kalau semua kamar di rumah kita kedap suara?"
Bodoh sial sekali kenapa ia bisa lupa. Alasan yang sungguh terlihat tak masuk akal. Davi di bawahnya hanya memejamkan mata, menikmati posisi itu dengan sebaik-baiknya. Jarangkan mereka berdua ada di posisi ini. Tak mengindahkan pukulan Inka di dadanya, pemuda itu malah menarik kepala belakang Inka dengan sekali tarikan. Hingga kini kepala adiknya itu berada di bahu kanannya. "Jangan berontak atau kamu dalam bahaya!"beritahunya saat merasakan perlawanan Inka.
Inka yang tak paham mengeryitkan dahinya. Apa Davi sedang mengancam dirinya heh?!
"Ini bukan ancaman, tapi sebuah peringatan Inka" Seperti tau apa yang dipikirkan adiknya, Davi menjawab.
Drtt...
Inka bersorak gembira saat merasakan telepon kakaknya yang bergetar di saku celana bahannya. Terima kasih Tuhan ia dibebaskan dari makhluk tak jelas ini. Ingat Inka dia adalah kakak laki-lakimu.
"Ponsel kakak bergetar,"ujarnya berusaha kembali menjauhkan wajahnya dari bahu lebar itu.
Davi juga merasakan tapi ia abaikan begitu saja, dirinya terlalu nyaman, hingga segan untuk melepaskan pelukannya. "Hm,"dehemnya acuh.
Plak.
Tangan mungil Inka terangkat satu menabok pipi Davi hingga sang empunya membuka mata, meringis kesakitan. Kecil-kecil gitu tangan adiknya sangat sakit juga saat memukul. "Kak!"bentaknya.
Davi menghela nafas, dirinya harus bersabar atau kemarahan Inka semakin banyak kepadanya. Dengan tak rela ia mengulingkan badan ke samping, hingga tubuh Inka berada di atas kasur. Inka bersorak dalam hati akhirnya ia bebas.
Berjalan keluar balkon kamar Inka, Davi menerima telepon tersebut. Saat kakaknya itu fokus berbincang di telepon, ide jahil terlintas di otak Inka. Melangkah mendekati pintu balkon dengan pelan agar kakaknya tak menyadari kehadirannya. Tangan cewek itu meraih handle pintu, menutupnya pelan hingga tak menimbulkan suara. Langkah terakhir ini dia, gadis itu memutar kunci pintu balkon dengan perasaan puas.
Davi yang mendengar suara kunci diputar menolehkan kepalanya. Mematikan sambungan telepon sepihak, ia berjalan cepat kearah pintu yang menghubungkan dengan kamar adiknya. "Sialan gue dikunci!"umpatnya.
Brak.
Brak.
Gedoran-gedoran pintu membuat Inka tertawa kecil. "Hah kasian deh!gantian lo gue kerjain,"tertawa puas Inka meraih Cimo ke pelukannya. Membawa boneka itu ke kamar milik Davi. Dirinya malam ini akan tidur di kamar kakaknya itu, suara gedoran berisik sekali yang ada tak akan bisa membuat dirinya tertidur.
"Ayo, Nak! Kita ke kamar sebelah,"ujarnya sembari menggendong dan mengelus kepala Cimo, layaknya bayi sendiri.
•••
Pagi sudah tiba saatnya sarapan dan berangkat sekolah. Tapi saat ia baru akan melangkah keluar kamar miliknya, dirinya baru teringat jika semalam ia mengunci kakaknya di balkon. Eh kenapa sepi sekali, apa iya Davi belum bangun.
Meraih kunci di meja rias Inka membuka pintu yang menghubungkan balkon dengan kamarnya. Betapa puasnya dirinya saat kakak posesifnya itu tertidur dengan posisi yang ia tebak sangat nggak enak. Tubuh bongsor segede gaban itu berbaring di sofa dengan posisi, ah sudahlah tak perlu dijelaskan.
Mendekat ke arah sofa jari gadis itu menoel-noel bahu Davi yang hanya terbalut kaos tipis semalam. "Kak bangun!"
Sekali panggilan belum juga terbangun. Inka kini ganti menusukkan jarinya ke pipi Davi. Dan betapa kagetnya dirinya saat merasakan suhu tubuh yang amat panas menjalar di kulit jarinya. "Kak...kakak demam,"
Menempelkan punggung tangannya di dahi dan juga leher Davi yang memegang terasa panas. Inka menggoyangkan bahu kakaknya agar terbangun. "Kakak bangun ayo pindah dulu."
Davi yang merasakan goyangan ditubuhnya, membuat ia terbangun. Tangannya memijat pelipisnya yang terasa pusing. Pandangannya pun seperti berkunang-kunang. Menoleh ke samping ia malah melihat Inka yang menjadi dua. Kenapa saat membuka matanya my little girlnya itu ada dua. "Kenapa kamu ada dua?"
Inka menduga kakaknya ini pusing hingga mengatakan dirinya ada dua."Ayo kak!"
Inka membantu kakaknya itu bangun, mendudukkan tubuh tingginya dengan tenaga ekstra. Sumpah tubuh kakaknya itu sangat berat. Mengalunkan tangan Davi dilehernya, Inka mencoba berdiri dan menuntun kakaknya masuk.
"Dingin banget Inka."
"Lo jahat! Pakai ngunciin gue segala!"
"Gue maunya dipeluk sama elo, tapi apa? Angin yang meluk gue."
Sakit gini kenapa juga mulut itu masih aja marah-marah tak jelas. Gumaman kakaknya itu seperti omelan ibu-ibu yang memarahi anaknya yang tak mau irit jajan. Membosankan.
"Iya maafin aku,"tandasnya.
Davi membuka matanya yang sedari tadi terasa berat. Menoleh ke samping menatap wajah segar adiknya. "Gak gue maafin."
Tak menanggapi kakaknya, Inka membaringkan tubuh berat itu dikasur. Melepaskan kaos kaki dan sepatu pemuda itu. Membaluri kaki dingin sang kakak dengan minyak kayu putih. Masih dengan rancauan tak jelas Davi memanggil dirinya.
"Inka.. Inka,"
Huft nggak jadi sekolah deh dirinya hari ini dan harus merawat sang kakak yang manjanya minta ampun.
"Apa?"tanyanya berdiri disamping Davi.Dengan tubuh menggigil sambil mengigau khas orang sakit, Davian mengucapkan permintaan aneh sepagi ini. "Hug me, please!"
🔥🔥🔥
Haha kasian di kunciin -_-
# I N K A #
See you ♡
☘LUKA YANG BERAKHIR DUKA☘
KAMU SEDANG MEMBACA
INKA
Teen Fiction🦋 FOLLOW DULU SEBELUM BACA!!🦋 Sudah hal biasa bagi Velinka Putri mendapat pukulan dari Mahesa-papanya- saat nilai yang ia dapatkan tidak sesuai keinginan pria itu. Bahkan kehadirannya hanya dijadikan ajang pamer keluarganya di dunia bisnis yang me...