★Just a little bit of your heart★

137 21 1
                                    

"Hey! Hey kau!", terdengar suara seorang pria yang berat akibat kadar oksigen yang menipis di paru parunya membuat New gemetar ketakutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hey! Hey kau!", terdengar suara seorang pria yang berat akibat kadar oksigen yang menipis di paru parunya membuat New gemetar ketakutan.

Napas tersengal-sengal dari sang pria paruh baya itu terdengar jelas dari arah belakang mereka. Pelupuk mata sang pemuda berkulit putih susu itu membendung keras. Tay yang melihat keadaan sahabatnya gemetar hebat tersebut seketika menggenggam erat tangan mungil sang sahabat.

"Apakah kalian melihat seorang pemuda berkulit putih susu setinggi pundak orang dewasa berjalan menyusuri jalanan ini?", Pemuda yang ia jelaskan tersebut hanya tertunduk, mencoba menutupi identitasnya sendiri.

"Tidak, tidak ada hanya kami saja sedari tadi menyusuri jalanan ini", lengannya membungkus pundak New sebagai tanda protektif dari sang pemuda itu.

"Kalian terlihat asing dimataku, kalian pendatang baru?", ucapnya menyelidiki kedua manusia yang berdiri tepat di depannya.

"Kami berasal dari kota, kami kesini untuk menengok bibi kami yang baru melahirkan"

New meremas jarinya sendiri, menahan isak tangis yang akan hancur begitu saja. Tubuhnya tak berhenti bergetar ketakutan, trauma beberapa menit yang lalu cukup membuatnya begini, membuat kedua manik mata sang pria paruh baya tersebut memusatkan perhatiannya.

"Hey, apakah ia baik baik saja?", tangan kirinya yang sedikit keriput tersebut mencoba memegang pipi halus pemuda berkulit putih susu itu, namun lengan gesit Tay lebih dulu menarik badan New menuju dekapan hangatnya.

"Ah, dia hanya kedinginan. Adikku memang tak tahan dengan angin malam", tangannya sesekali mengelus punggung New pelan untuk menenangkan tubuhnya yang gemetar.

"Sebaiknya kau cepat pulang atau dia akan mati kedinginan", Tay tersenyum kecil menanggapi perkataan pria paruh baya tersebut, perlahan mereka berjalan berbanding arah.

"Eh ya", napas New yang semula normal kembali tercekat. Tangan mungilnya meremas ujung hoodie kepemilikan sahabatnya.

"Jika kau melihat pemuda itu, tolong beritahu ku", Tay menganggukkan kepalanya pelan lalu kembali menyusuri jalanan yang gelap gulita bersama New.

"Tadi itu hampir saja", New mengembuskan napasnya berat, antara hidup dan matinya berada diatas telapak tangan yang bisa dibolak balikan begitu saja.

Malam semakin gelap, hanya beberapa bintang kejora yang menemani perjalanan kedua manusia mencari nasib dan kebenaran atas kehidupannya. Angin malam menyentuh kulit mereka halus, membuat aungan kecil dari bibir manis sang pemuda berkulit putih susu.

"Taaayyyy aku ngantuk", langkahnya yang mulai tak stabil menunjukkan segalanya. Matanya mulai menipis yang membuat pandangannya kian memburam. Beberapa kali New Hampir terjatuh dengan tubuhnya yang tak seimbang itu.

Tay hanya bisa tertawa kecil, melihat tingkah imut seseorang yang selalu menemaninya.

"Taaayyyy berapa lama lagi sih jalannya?"

"Kenapa?"

"Mau bobo", Tay melihat wajah polos yang ingin cepat cepat menemui alam mimpinya pun tak tega melihatnya.

Tanpa basa basi, Tay merendahkan tubuhnya di depan tubuh pemuda berkulit susu tersebut.

"Taaaayyy kamu nga---"

'HAP'

Dalam waktu hitungan detik, tubuh New sudah terangkat menuju punggung milik pemuda berkulit sawo matang tersebut.

"IHHHH! TAY LEPASIN! NEW BUKAN ANAK KECIL! JANGAN DIGENDONG!", pundak pemuda yang memiliki niat baik tersebut malah menjadi sasaran empuk beberapa terjangan mematikan dari pemuda berkulit putih susu itu. Badan boleh mungil, tapi tenaga tak bisa bohong.

"Aduh! aduh! sakit New!", ringisan kecil tersebut menjadi bukti tenaga dari manusia mungil tersebut tidaklah mungil.

"Jangan mukul mukul, nanti aku cium", mata sayu yang kian menipis tadi tergantikan oleh mata yang terbulat sempurna, kaget dengan kata kata yang keluar dari mulut seorang Tay Tawan.

"Kenapa digendong?"

"Nanti kamu jatoh, tadi jalan aja ga bener", bibir merah muda itu melengkung keatas begitu mendengar perkataan Tay yang sepenuhnya benar.

Baru beberapa menit New berada di gendongan sang sahabat, dengkuran halus sudah terdengar dari bibir mungilnya membuat Tay tersenyum kecil.

Tak perlu waktu lama, mereka berhenti di depan sebuah toko kelontong yang sudah tak beroperasi kembali untuk menjadi tempat peristirahatan mereka sementara waktu.

Tay meraih sapu ijuk yang tergeletak mengenaskan di atas lantai penuh debu. Ia memastikan seluruh lantai halaman toko kelontong ini bersih dari kotoran dan debu tanpa ada niatan meletakkan tubuh mungil yang berada digendongannya itu.

Beberapa kardus bekas ia ambil untuk menjadi alas tidur mereka malam ini. Setelah semua rapih, dibaringkanlah tubuh mungil sahabatnya itu diatas kardus bekas yang mulai rusak termakan waktu.

"Hmm... Gak ada benda buat nyangga kepala New", ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru halaman toko kelontong tersebut namun hasilnya nihil. Pada akhirnya Tay meletakkan kepala New di pahanya yang terduduk sila.

Jemari indah Tay sesekali mengelus rambut rambut nakal yang menutupi pandangan New. Wajah yang polos dan damai itu sudah menikmati alam mimpi yang sangat indah namun belum menikmati alam dunia yang terasa seperti mimpinya.

"Cause I'm a fool for you"

terdengar tawa manis dari kedua insan manusia yang seharusnya menikmati masa mudanya dengan keceriaan yang mengisi kehidupan berwarna.

"Just a little bit of your heart is all I want"

senyum manisnya kian memudar, tak mengerti dengan keadaan hatinya sendiri.

"Andai kau tahu, kita adalah makhluk yang sama dengan takdir yang berbeda", matanya menerawang, membayangkan beratnya menjadi seorang manusia yang tumbuh diantara manusia berpikiran dengan logis, menganggap dirinya yang paling benar dari yang benar.

"Ini peluan kebebasan kita New, kebebasan bukanlah takdir", Tay memandangi wajah manis itu untuk sekali lagi.

"Tapi hak untuk yang lahir", matanya mengerjap beberapa kali, tak tahan dengan kantuk yang kian menerjang.

Malam indah ditemani rembulan malam diatas kedua insan yang mencari harapan untuk hidup menjadi manusia. Langit menjadi saksi janji kecil mereka hanya untuk hidup.

•∆•

Hey readers!
Jangan lupa vote dan comment ya! Agar author jadi semangat nih buat nulisnya

Love ya...

Little BallerinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang