Berhubung beliau di Gombong dan saya di Bandung, maka otomatis saya harus pergi ke Gombong untuk meminta restu orang tuanya. Dan inilah yang akhirnya jadi ketakutan tersendiri buat orang tua saya. Takut kenapa, mas? Takut ditolak. Ibaratnya, udah jauh-jauh dari Bandung eh ditolak, kan lumayan tuh. Lumayan apa? Lumayan ongkos, tenaga, sama waktunya.
Cuman, saya coba memberikan penjelasan ke orang tua saya, terutama ke ibu saya, "Bu, tolong bantu mas ya, mas gapapa kalo misal nanti ditolak, yang penting mas udah berjuang untuk meyakinkan dan tahu langsung jawabannya dari mereka"
Mendengar hal tersebut, akhirnya ibu saya luluh, dan memutuskan untuk membantu saya pergi ke Gombong. Alhamdulillah.
Sedari itu, banyak hal yang kami siapkan, mulai dari budget perjalanan, penginapan, sampai seserahan. Kenapa ada seserahan mas, padahal kan belum pasti? Entahlah, namun kata orang tua saya, baiknya bawa sesuatu pas ke sana. Mungkin biar lebih niat atau maksimal kali, ya..hihi (betapa polosnya diriku, wkwk)
Hari H pun tiba, dengan mengucap bismillah, kami pun berangkat selepas shalat Ashar. Berapa lama perjalanan dari Bandung ke Gombong, mas? Berhubung waktu itu kami menggunakan mobil, maka waktu yang kami tempuh kurang lebih 8 jam.
Berarti mas nyampe tengah malem, ya? Ya, kami nyampe Gombong tengah malem. Jujur, pas nyampe sana, agak bingung juga buat menentukan tempat penginapan. Kenapa? Karena pertama, kami belum begitu tahu tentang Gombong, yang kedua, tentu buat nyari tempat yang nyaman itu cukup jadi PR tersendiri, mengingat dulu kami nggak ngerti caranya mesen penginapan lewat aplikasi itu gimana, jadi pas mau mesen penginapan itu mesti survey dari tempat ke tempat, dan ini butuh waktu yang cukup lama.
Setelah muter muter nyari tempat yang sesuai, akhirnya kami nyampe di satu tempat, dan inilah yang akhirnya jadi salah satu tempat bersejarah buat saya. Di mana, mas? Di Hotel Dunia.
Setelah dapet penginapan, kita langsung bergegas istirahat. Kenapa? Karena mengingat, perjuangan kita belum selesai sampai dapet penginapan doang, perjuangan kita justru baru akan dimulai besok. Ya, besok, penentuan dari semuanya.
Pagi hari tiba, dan saya bilang ke orang tua saya, "Kita baiknya berangkat jam berapa, ya?"
"Kalo diliat dari Google Maps sih kayanya deket, jadi nggak usah terburu-buru, jam 10 an aja kita berangkat" Kata bapak saya
Saya yang mendengar penjelasan beliau pun sedikit lega, kenapa? Karena pertama, perihal tempat kemungkinan kita aman. Sebab apa? Sebab alamat sudah tertera di Google Maps, itu menandakan, bahwa kita tinggal ngikutin arahan Google aja. Dan kedua, jaraknya nggak terlalu jauh, jadi untuk hal-hal yang tidak diinginkan, mungkin seperti macet atau kesasar, itu bisa mudah untuk diatasi.
Namun qadarullah, semua yang udah kami rencanakan dan anggap aman itu semuanya sirna ketika kami sudah bergerak. Emang kenapa, mas? Ya, karena nyatanya setelah jalan, kami tidak kunjung menemukan tempat yang dimaksud, pergi ke sana ke sini, tanya sana sini, pun tak kunjung menemukan tempat yang diberikan, itu buat ibu saya akhirnya bilang, "Udahlah mas pulang aja, ini udah hampir 2 jam kita muter dan nggak nemu nemu"
"Janganlah bu, kita udah jauh-jauh sampai sini, masa pulang sih," Jawab saya
Kami yang terus menerus mencari tak kunjung dapet alamat yang dituju, membuat kami sedikit frustasi dan pesimis. Di tengah rasa pesimis itu, adek saya bilang, "Kenapa nggak tanyain aja ke orangnya? Kebetulan aku bertemen di Instagram"
"Iya juga, ya" Pikir saya
Alhasil, adek saya chattan sama doi, dan akhirnya doi memutuskan untuk mengirimkan adeknya ke tempat kami, sebagai penunjuk jalan.
Mengetahui hal tersebut, kami singgah terlebih dahulu di masjid. Kenapa? Sebab waktu itu, udah masuk waktu dhuhur. Jadi sambil nunggu, kami shalat terlebih dahulu. (Cukup lama kan kami muter muter nyari alamat..wkwk)
Singkatnya, adek doi dateng, dan kami pun berangkat ke tempat doi. Sesampainya di sana, saya melihat keluarga doi udah siap menyambut kami di depan rumahnya. Suatu pemandangan yang cukup membuat saya deg degan. Kenapa? Karena saya nggak nyangka bakal sampai sejauh ini.
Di sela sela deg degan itu, saya coba untuk lebih memperbanyak dzikir. Mas dzikir apa? Ada 2, pertama yamuqallibal quluub tsabit qalbi ala diinik. Dan yang kedua, lahaula wala quwwata ila billah.
Kenapa saya dzikir dua hal tersebut, karena dzikir yang pertama saya yakini guna membolak balikan hati seseorang, dan di sini saya gunakan untuk membolak balikan hati calon mertua saya. Saya berharap, beliau yang awalnya nolak saya, jadi bisa menerima saya. Dan dzikir kedua saya lakukan, guna menenangkan hati saya dengan hasil yang kelak akan saya dapatkan.
Sebenernya, saya dizikir ini bukan pas udah nyampe aja sih, tapi udah dari perjalanan Bandung – Gombong itu. Kenapa? Karena jujur, dalam perjalanan itu, pikiran saya kemana-mana atau dibilang deg degan banget.
"Diterima nggak, ya?"
"Nanti semisal ditolak gimana?"
"Gimana cara saya meyakinkan mereka?"
"Saya harus bilang apa nanti?"
"Apa ini keputusan yang tepat?"
"Apa saya terlalu memaksakan diri?"
"Bagaimana perasaan orang tua saya ketika tahu saya ditolak?"
Pokoknya terlintas banyak pertanyaan dipikiran saya selama di perjalanan itu. Dan untuk mengatasi hal tersebut, saya coba untuk membaca kedua dzikir itu sepanjang jalan. Dan boleh percaya atau nggak, itu cukup membantu untuk menenangkan diri.
Oke, kembali ke cerita. Sesampainya di kediaman doi, kami langsung diarahkan ke ruang tamu dan dijamu dengan berbagai makanan. Di sela riuh pertemuan dua keluarga itu, bapak saya langsung bilang, "Jadi kedatangan kami ke sini, mau mengantarkan putra kami untuk bilang sesuatu ke bapak dan ibu, yang pasti perihal itikad baik dengan putri bapak dan ibu.."
Setelah menjelaskan panjang lebar, bapak saya mulai mempersilahkan saya untuk mengungkapkan maksud dan tujuan saya datang menemui mereka.
"Jadi gini pak, bu, kedatangan saya ke sini memiliki niat baik terhadap putri ibu dan bapak, yakni saya ingin menikahi putri bapak dan ibu. Saya nggak mau ngajak pacaran, karena pacaran itu ... " Jelas saya, sambil deg degan.
Setelah saya jelaskan panjang lebar, seketika suasana hening, kedua orang tua doi terlihat saling menatap satu sama lain dan membisikan sepatah dua patah kata. Terlihat ibu doi langsung ke belakang. kemudian... (Lanjut di halaman berikutnya)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tombak Merah Muda
RastgeleApa yang kamu pikirkan, ketika usia mu menginjak 20 tahun? Biar saya tebak, • Apakah tentang bersenang-senang bareng teman-teman? • Apakah tentang pekerjaan? • Apakah tentang membahagiakan kedua orang tua? • Apakah tentang menikah? • Apakah tentang...