#28

743 59 0
                                    

HAPPY READING
[Jangan Lupa Vote yaa]
[Budayakan saling menghargai karya orang lain]



Ketika semua orang benar-benar tegang.

Seorang dokter keluar dari dalam ruangan.

"Keluarga pasien atas nama Harvan Aditama?" Panggilnya.

Adi ayahnya menghampiri dokter tersebut.

"Saya ayahnya. Bagaimana putra saya, dok?"  Tanya Adi.

"Putra anda sudah melewati masa kritisnya namun, dia belum sadarkan diri. Maaf tuan bisa kita berbicara di ruangan saya?" Kata Dokter.

Adi duduk di kursi hadapan dokter.

"Kondisi putra anda saat ini benar-benar mengkhawatirkan. Kankernya sudah memasuki stadium akhir." Jelas Dokter.

"Berapa persen lagi kesempatan dia untuk bertahan?" Tanya Adi.

Dokter menunduk melepaskan kacamatanya.

"Saya tidak yakin. Saya tidak ingin mendahului takdir Tuhan." Jawab Dokter dengan nada sendu.

Adi keluar dari ruangan Dokter.
Air mata mengalir di pipinya.
Sekuat apapun dia berusaha menahan, tapi rasanya itu berat.

Adi berjalan menuju ruangan Harvan.

Dia melihat Gania menangis di pelukan Jevan.

Hatinya begitu rapuh saat ini.

"Hares, Jidan, Yogi, Juna kalian pulang saja ini sudah malam. Kashan orangtua kalian. Terimakasih sudah mengantar Harvan." Kata Adu sambil memegang pundak Hares.

Hares, Jidan, Yogi dan Juna pun berpamitan pada Adi dan lalu pulang.

"Papa.. mama.. Jevan juga permisi dulu ya. Jevan mau ngaterin dulu Yera pulang. Kasian." Kata Jevan.

"Iya sayang kamu antar Yera. Jangan ngebut ya bawa mobilnya." Kata Gania sambil tersenyum.

Jevan tubaa-tiba melirik Elsa yang sedari tadi menangis menunduk.

"Elsa... lo mau pulang? Ayo biar gue anter?"  Kata Jevan.

Namun, Elsa hanya menggelengkan kepalanya.

Melihat Elsa, Gania pun memeluk gadis cantik itu.

"Gak apa-apa sayang biar Elsa di sini aja. Kamu antar Yera aja." Kata Gania pada Jevan.

Jevan dan Yera berpamitan kemudian mereka pergi meninggalkan rumah sakit.

Jevan dan Yera berpamitan kemudian mereka pergi meninggalkan rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Anggap aja kaya gini lah yaa gayanya)

Jenny memeluk Elsa.

Dia tau jika Elsa adalah wanita yang paling dicintai putranya.

Dokter kembali memeriksa keadaan Harvan.

"Tuan .. Nyonya putra anda sudah sadar. Kalau mau masuk silahkan. Tapi, jangan berisik ya." Kata Dokter yang kembali dari dalam ruangan.

Adi, Gania dan Elsa pun segera masuk ke dalam ruangan.

Adu dan Gania memeluk Harvan.

Mencium kening putranya berkali-kali.

Elsa yang menyaksikan pun merasa terharu sambil sesekali menyeka air matanya .

Harvan menatap Elsa yang sedari tadi berdiri di depannya.

"Elsa ... sini." Panggil Harvan.

Elsa pun menurut dan mendekati Harvan. Kemudian duduk di kursi samping tempat tidur Harvan.

Harvan menggenggam tangan Elsa.

Dan melirik ke arah ayah dan ibunya.

"Pa... Maa... Boleh Harvan melamar Elsa sekarang? Haru takut gak ada waktu lagi." Ucap Harvan

Adi yang semula duduk di sofa hadapan Harvan pun kini beranjak mendekati mereka.

"Apa maksud kamu Harvan?" Tanya Adi serius.

Harvan menatap wajah Elsa yang tertunduk lalu melirik wajah ayahnya.

Tangis Elsa seketika pecah.

Dia memeluk Harvan.

Dan lalu berlutut di hadapan Gania.

Gania yang melihat Elsa pun terkejut dan kasihan.

"Tante... Elsa gak mau kehilangan Harvan." Lirihnya.

Harvan menatap sedih Elsa.

Seisi ruangan kini menangis.

Gania membantu Elsa berdiri.

"Sayang... Ayo berjuang bersama. Mama tau kalian udah pacaran lama. Gini aja, gimana kalau kita adakan acara tunangan kalian berdua ya." Ucap Gania.

Adi mengusap surai rambut Harvan yang masih terbaring lemah.

☆☆☆

☆☆☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TWINS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang