Chapter 3

7K 801 26
                                    


Akhir pekan yang seharusnya Renjun habiskan untuk bersenang-senang, kini ia terpaksa mengurung diri di kamar lantaran sang ayah melarangnya pergi. Sebelumnya Renjun sudah meminta izin memakai motornya untuk ke bar, tetapi ayahnya bilang tidak boleh.

"Kurang-kurangi nongkrongmu. Lebih baik kau belajar supaya bisa menaikkan peringkat. Astaga, Appa bahkan malu memiliki anak bodoh sepertimu."

Diomeli demikian, sesungguhnya Renjun tidak tersinggung, malah membenarkan. Ia saja kadang malu bahwa dirinya benar-benar bodoh. Tetapi, yang jadi masalah adalah ia tidak bisa pergi ke mana-mana!

Kurang-kurangi nongkrong, katanya. Bahkan semenjak memiliki guru privat, Renjun hampir tidak pernah menghabiskan waktu bersama teman-temannya di luar sekolah.

Kira-kira ... alasan apa, ya, yang tepat supaya ayahnya mau mengizinkan ia keluar?

Sepucuk ide hinggap dalam otaknya. Ia meraih ponsel, menghubungi Ji In.

"Ya, Ji In-ah, kau lagi di mana?" Ia beralih duduk, fokus pada percakapan.

"Di bioskop, aku akan menonton film bersama Jaemin. Kenapa-"

Tut. Panggilan diputus sepihak. Renjun mengacak rambutnya. "Ah, sial, aku menghubungi orang yang salah."

Tiba-tiba, satu nama muncul dalam pikirannya. Pemilik kontak Weird Teacher, Renjun menaruh harapan besar pada pria itu.

"Ssaem!" Ia menyapa riang.

"Hm, ada apa? Tumben sekali muridku menelepon." Donghyuck memastikan kembali nama pemanggil yang tertera. Benar-benar si murid tengilnya.

"Ssaem ... apa yang kau lakukan sekarang?" Renjun memilin ujung kaosnya.

Donghyuck mengernyit. Suara Renjun lebih lembut, mendayu di telinga Donghyuck. Dan itu membuatnya heran. "Aku sedang makan. Ada apa dengan suaramu?"

Salah satu temannya, Yuta, bertanya 'siapa?' melalui gerakan mulut. Donghyuck menjawab, "Muridku."

"Kau makan di mana? Bersama siapa?"

Kernyitan keningnya semakin dalam. Ini serius ... seorang Huang Renjun bertanya demikian padanya?

"Di restoran Jepang, bersama teman-temanku, tentu saja."

Yuta menghentikan kunyahannya. Ia menatap Donghyuck penasaran. "Itu bukan muridmu, 'kan. Bilang saja kau sudah memiliki kekasih!"

"Astaga, Hyung, dia laki-laki!"

Di tempat Renjun, ia mendengar percakapan tersebut. Sebenarnya malu, tetapi ia sedang dalam keadaan mendesak untuk meminta bantuan Donghyuck. Maka dari itu, Renjun berupaya tidak meninggikan suaranya.

"Ssaem ... aku ingin pergi malam ini. Bisakah ... bisakah kau menjemputku? Appa melarangku keluar dari kamar, katanya aku belajar saja supaya peringkatku naik."

"Atas dasar apa aku menjemputmu? Dan Appa-mu memang benar. Kau tidak usah keluar, lebih baik belajar saja."

Renjun mendesah frustrasi. Ia memelas lagi. "Ssaem, ayolah ... tolong aku. Hanya kau yang bisa membantuku untuk keluar. Appa sangat percaya padamu."

Menggelengkan kepala, Donghyuck sempat tidak percaya apa yang didengarnya. Renjun memohon bantuannya. Itu hal langka sekali!

"Justru itu, karena Appa-mu sangat percaya padaku, jadi aku tidak boleh menghianati kepercayaannya." Donghyuck menyumpit sushi, kemudian menaruhnya dalam mulut.

"Ssaem!" Renjun kelepasan berseru. Detik selanjutnya ia menyesal. "Ssaem ... kumohon bantu aku kali iniii saja. Ya?"

Donghyuck berpikir sejenak sembari menatap Yuta yang juga menatapnya. "Apa untungnya aku membantumu, hm?"

"Kau ingin aku membelikanmu apa? Sepatu, laptop, jam tangan?"

Donghyuck menggeleng-meskipun Renjun tidak tahu. "Bagaimana kalau aku meminta waktumu besok siang, selama tiga jam?"

Renjun mengangguk semangat. "Tentu, tentu saja aku mau! Besok aku tidak ada kegiatan, kok."

"Bagus." Donghyuck tersenyum.

"Kalau begitu, Ssaem, bisakah kau menjemputku sekarang?"

"Ya, baiklah. Aku akan segera tiba di rumahmu."

Panggilan diputuskan oleh pemuda Lee. Setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku, ia berpamitan pada Yuta dan dua temannya yang lain.

---

Penampilan pemuda Huang terlihat seperti remaja laki-laki pada umumnya. Kaos putih yang dilapisi jaket kulit dan celana jeans ketat berwarna hitam. Sedangkan Donghyuck, ia terlihat lebih dewasa dengan sweater rajut turtle neck yang dilapisi dengan coat berwarna coklat, dan bawahan jeans biasa. Sangat pas untuk membungkus tubuhnya yang proporsional.

"Terima kasih, Ssaem, aku berhutang budi padamu." Renjun berucap sewaktu mereka sampai di gerbang rumah. Donghyuck berhasil membawanya keluar dengan alasan ia akan membantu Renjun belajar di rumahnya.

"Baru kali ini aku mendengarmu mengucapkan kata terima kasih padaku," timpal Donghyuck, namun Renjun tidak terlalu menanggapi.

"Duduk di depan saja."

"Tapi, katamu hanya orang-orang tertentu saja yang boleh duduk di depan," jawab Renjun. Sebenarnya ia sudah akan membuka pintu penumpang di belakang, tetapi urung sebab Donghyuck menginterupsinya.

"Bodoh. Aku tidak serius mengatakan itu."

Mendengarnya, Renjun mendengkus. Rupanya, mereka senang membodohi satu sama lain.

Kedua pemuda itu masuk ke mobil. Donghyuck segera menyalakan mesin begitu mereka sudah memasang seat belt.

"Kau mau ke mana?"

"Aku mau ke bar di daerah Gangnam-gu. Antarkan aku ke sana, ya, Ssaem, teman-temanku sudah menunggu."

"Kau pikir aku siapa?"

Renjun memiringkan kepala. "Oh, ayolah ... kau sudah sepakat."

Donghyuck mengangguk. "Berjanjilah kau tidak akan membahayakan dirimu sendiri. Bagaimanapun, aku yang membawamu keluar, jadi otomatis kau adalah tanggung jawabku."

"Ssaem tenang saja. Biarpun bodoh begini, aku remaja yang mematuhi aturan, kau tahu."

Semburan tawa ringan seolah mencemoohmya. Renjun tahu apa yang dilakukan pria itu.

"Benarkah? Aturan apa yang kau maksud?"

"Ssaem, kau menyebalkan!"

Setelah melewati belasan menit waktu tempuh, mereka sampai di bar yang di maksud Renjun. Sebelum turun, Donghyuck mengingatkan Renjun tentang acara besok siang.

"Aku akan menjemputmu jam satu siang. Aku menyarankanmu untuk berdandan yang rapi, tapi kalau tidak mau juga tidak masalah."

"Memangnya kita mau ke mana?"

"Kencan."

Jawaban santai tersebut sukses membulatkan mata Renjun. Ia merinding. Gurunya sudah tidak waras!













Weird Teacher | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang