Saat ia terbangun, kegelapan menyelimuti. Benda yang ia tumpangi tiba-tiba bergerak naik. Suara berisik seperti mesin, sirine, dan besi yang berpadu, bergabung dengan teriakan histerisnya akan pertolongan. Semuanya gelap. Ia juga menyadari bahwa ia berada di dalam sebuah benda yang mirip seperti kandang ayam; jaring-jaring besinya terasa begitu familier—setidaknya itulah yang dia ingat.
Lebih dari itu, ia tidak bisa mengingat apa pun. Ini parah. Sangat kacau. Bagaimana mungkin ia bisa terjebak di tempat gelap tanpa mengingat apa pun? Sebagai gantinya, ia berteriak. Meminta pertolongan kepada siapa pun yang mungkin akan mendengar suaranya di luar sana. Namun, tentu tidak jawaban. Rasa pengang serta serak di tenggorokan membuatnya mati-matian untuk menghalau air mata yang bergumul di sekitar pelupuk.
Ia kira, ia hanya terkena serangan panik. Jadi ia hanya menerima bahwa tidak ada alasan apa pun kenapa ia bisa ada di tempat seperti ini. Tak lama kemudian, benda yang ditumpanginya berhenti bergerak, membentur lapisan baja lain di atas sana. Dalam hitungan mili detik, lapisan itu terbuka, membiaskan cahaya yang begitu terang hingga membuat pupilnya perih. Ketika ia mendengar suara-suara dari luar, dan mendapati berbagai macam kepala di atas sana, ia tahu bahwa ini bahkan lebih buruk.
“Angkat dia.” Seseorang dari atas sana memerintah. Ia tidak tahu siapa itu. Kemudian, seorang pemuda dengan wajah kotor berambung pirang, dan alis mata berbentuk aneh, turun ke tempatnya bersimpuh.
“Hari pertama, Greenie. Ayo bangun!” ujarnya menyebalkan.
Ia belum sempat menjawab apa pun sebelum kemejanya ditarik dengan paksa, lalu tubuhnya diangkat dari sana, dan berakhir dihempaskan di tanah. Mendadak ia menggigil. Ia tidak tahu siapa orang-orang ini, tapi mereka sangat mengerikan. Mereka banyak dan—dan kotor! Dan mereka bau. Dan ia takut jika mereka akan memakannya hidup-hidup. Atau mungkin memanggangnya dahulu di dalam oven—tunggu, di mana dia pernah melihat benda seperti oven? Mungkin di rumah ibunya? Tapi siapa ibunya?! Bahkan dia tiba-tiba tidak bisa mengingat namanya sendiri.
“Sepertinya cocok menjadi pembantu, menurutku.” Seseorang berkata sambil menggelak tawa. Rasa merinding menjalar di sekitar lehernya hingga membuatnya gemetar. Ia meneliti wajah semua orang dengan cepat. Orang-orang ini memiliki senjata di tangan mereka. Ada yang membawa pisau, celurit, galah berujung runcing, dan—ia tidak peduli! Ia harus segera pergi dari sini sebelum orang-orang ini membunuhnya.
“Kurasa dia akan kupekerjakan di dapur,” timpal yang lain. Gelak tawa itu semakin banyak, semakin kencang, dan ia sangat muak.
Menumpukan telapak tangan ke tanah, ia kemudian berusaha berdiri, mendorong siapa pun orang yang menghalangi, kemudian mulai berlari secepat mungkin. Tidak tahu ke mana, tidak peduli ke arah mana, karena saat ini yang terpenting adalah ia harus pergi.
Ia berlari sekuat yang ia bisa, seolah tenaganya akan habis, dan membiarkan napasnya terengah-engah seperti anjing. Tawa di belakangnya tidak mereda, seolah mereka mengikuti tepat di belakang telinga. Itu mengerikan. Bahkan sepuluh kali lebih mengerikan dari pada dengungan sekelompok lalat.
“We got a runner!!!”
Seruan yang lebih keras terdengar. Dan persetan, apa pun yang mereka teriakan, ia tidak peduli. Ia hanya harus fokus berlari untuk mencari jalan keluar kemudian—tersandung kakinya sendiri dan tersungkur ke tanah. Sial, bukan ini rencananya. Tidak ingin membuang waktu, ia merangkak di atas tanah, mengabaikan rasa sakit di pergelangan kaki; yang ia yakini bahwa itu terkilir. Namun semua semangat itu lenyap ketika pandangannya menangkap penampakan tebing tinggi di depan sana.
Dunia seolah berhenti. Ia bangkit, menatap ke arah dinding tinggi itu dengan tak percaya. Mereka ada di setiap sudut! Tinggi, besar, kotor, penuh lumut, dan ... mengerikan! Ia memutar tubuhnya dan mendapati bahwa dinding itu tak berujung. Mereka mengelilinginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harry Potter and The Maze Runner
Fanfiction[slow update] Saat Harry mengetahui fakta bahwa Draco adalah penyebab semua kekacauan yang terjadi di Hogwarts, ia pun mencoba mengejar Draco untuk memastikannya. Namun serangan mantra yang dilemparkan oleh lelaki pirang itu terpaksa membuat Harry h...