1. Awal Mula Sebuah Perubahan

2.8K 311 12
                                    

note: edited
.
.

Di tahun ke enam ini, Harry benar-benar merasa semakin resah dan tertekan. Fakta bahwa hal-hal aneh yang terjadi di Hogwarts merupakan alasan lain yang dilakukan oleh pangeran kegelapan untuk memperingatkannya, membuat ia semakin ingin membunuh pria botak itu. Belum lagi setelah pertemuannya dengan Dumbledore tadi malam yang menunjukkan ingatan Prof. Slughorn dalam pensieve tentang murid kesayangannya yang bernama Tom, membuat Harry merasa bahwa ia tidak bisa menikmati waktu makan siangnya lagi.

Dua minggu yang lalu, Ron terkena efek dari ramuan amortentia setelah memakan cokelat yang dikirim oleh Romilda Vane untuk Harry. Dan Ron hampir mati setelah meminum wine yang diberikan oleh Profesor Slughorn. Lebih tepatnya, wine racikan Madam Rosmerta yang hendak diberikan oleh Prof. Slughorn kepada Prof.Dumbledore sebagai hadiah. Lalu empat bulan yang lalu, Katie Bell tak sadarkan diri setelah membuka paket yang akan diberikan kepada Prof.Dumbledore. Setelah diteliti, pria tua itu yakin bahwa kalung yang ada di dalam paket tersebut adalah barang yang telah diberi kutukan.

Harry merasa marah dengan dirinya sendiri. Karena dirinya, orang lain harus celaka dan menjadi korban atas obsesi dari pangeran kegelapan. Apakah seharusnya ia menyerahkan diri saja?

Pikiran itu dengan cepat menghilang ketika Ron menyenggol lengannya. Saat ini mereka sedang berada di Aula Besar untuk makan siang, namun Harry tak menyentuh makanannya sedikit pun.

“Harry,” ujar Ron pelan. “Itu Katie Bell!”

Matanya membulat setelah mendengar nama tersebut dan langsung mengikuti arah pandangan Ron. Di sana, di pintu masuk Aula Besar, Katie Bell sedang berjalan di samping temannya dalam keadaan sadar dan sehat.

Ia segera berdiri saat gadis itu berjalan ke arahnya.

“Hai, Katie. Apakah kau sudah merasa baikan?”

Katie mengangguk. “Terimakasih, Harry. Aku dengar, kau, Ron dan Hermione yang menyelamatkanku.”

“Tidak, itu Hagrid. Kami hanya mengamankan barang yang kau bawa sebelumnya. Tapi, apakah kau tahu siapa yang memantraimu untuk mengirimkan benda itu kepada Dumbledore?”

Kepala gadis itu menggeleng pelan. “Maafkan aku, Harry. Tapi aku benar-benar tidak tahu dan tidak ingat siapa orang yang telah melakukan itu.”

Bahu Harry terasa merosot saat mendengarnya. Ia kira, ia akan menemukan sebuah titik terang jika Katie Bell telah sadar dari komanya. Ia kira ia akan segera mengetahui siapa akar dari permasalahan ini. Namun, harapannya terpaksa harus pupus kembali.

Saat melihat ke arah Katie, Harry melihat gadis itu melihat ke arah lain dengan ekspresi bingung dan tegang. Ketika mata Harry mengikuti ke mana arah pandangannya, ia menemukan seorang laki-laki berambut pirang dengan ekspresi terkejut pada wajah pucat miliknya.

“Malfoy?”

Harry melihat tubuh Malfoy yang mulai menjauh dari Aula Besar. Sudah ia duga. Itu pasti Malfoy, penyebab dari komanya Katie Bell dan hampir terbunuhnya Ron. Ia selalu merasa ragu selama ini karena tidak mungkin jika Malfoy tega melakukan hal sekejam itu. Tapi melihat bagaimana ekspresi laki-laki pirang itu ketika melihat Katie Bell, kini Harry jadi yakin seratus persen.

Kakinya ikut berlari, menerobos kerumunan para siswa yang sedang berjalan menuju ke Aula Besar untuk makan siang. Tinggi badannya yang sedikit lebih pendek membuat Harry hampir kehilangan pandangannya ke arah si rambut pirang. Ia harus mengikuti Malfoy. Ia harus mendapatkan anak itu dan meminta penjelasan untuk semuanya.

Harry melihat punggung Malfoy dengan napas naik turun yang tak beraturan, laki-laki di hadapannya itu berlari dengan langkah gontai sambil melihat ke kanan dan ke kirinya dengan gelisah. Ia berpikir, apakah mungkin Malfoy sedang bersedih karena telah gagal untuk mencelakai Katie Bell?

Harry terus berlari mengikutinya. Ia berlari melewati koridor yang lebih gelap menuju ke lantai bawah, berbelok pada beberapa tikungan, kemudian melihat Malfoy memasuki toilet tempat di mana hantu Moaning Myrtle selalu berada.

Ia memutuskan untuk ikut masuk dan mengendap-endap. Jauh di depan sana, ia melihat Malfoy sedang menangis di depan cermin wastafel dengan wajah yang basah. Rambut pirangnya berantakan. Kemeja putihnya terlihat sedikit kusut dan sweater abu-abu yang tadi ia pakai terjatuh di lantai. Harry bahkan bisa mendengar rengekan musuh bebuyutannya itu ketika Malfoy sedang menangis. Tapi rasa penasaran Harry lebih besar daripada rasa ibanya kepada Malfoy. Ia muncul dari balik persembunyiannya lalu berjalan satu langkah ke depan.

“Aku tahu itu kau, Malfoy. Orang yang telah mencelakai Ron dan Katie Bell.”

Harry bisa melihat keterkejutan Malfoy dari cermin di depannya. Namun ekspresi wajah pucat itu segera menghilang ketika Malfoy berbalik ke arahnya dan langsung melayangkan sebuah mantra. Refleks membuatnya berguling menjauh dan membalas Malfoy dengan lemparan mantra nonverbal yang ia bisa. Ledakan terjadi di mana-mana ketika Malfoy, maupun Harry sama-sama tidak berhenti untuk saling melempar mantra.

Setelah beberapa menit menghindar, mengelak, dan melemparkan mantra ke arah Malfoy, Harry berhasil bersembunyi di antara bilik batu yang ada di dalam sana. Dengan cepat, ia meneliti kamar mandi tersebut dan menyadari kekacauan yang telah mereka perbuat. Beberapa bagian pada dinding batu terlihat hangus karena terkena lemparan mantra. Air dari keran wastafel yang meledak terus keluar dan membanjiri lantai. Beberapa pintu bilik kamar mandi telah rusak dari engselnya.

“Tidak bisa begini,” pikir Harry. Ia harus segera mengakhirinya.

Dengan satu ayunan tongkat terakhir, Harry melemparkan mantra sectumsempra yang ia pelajari pada buku milik The Half Blood-Prince. Ketika kilatan mantra itu mengarah ke arah Malfoy, ia melihat lelaki pirang itu juga mengayunkan tongkatnya dan menggumamkan mantra yang tak ia dengar dengan jelas. Namun saat kedua kilatan cahaya dari mantra yang mereka berdua lemparkan bertemu, semuanya tiba-tiba berubah. Harry merasakan sebuah ledakan hebat terjadi di sekitar mereka, diiringi dengan sebuah pusaran asap yang berputar begitu cepat. Tubuhnya ikut terhuyung, seolah terdorong jatuh ke dalam sebuah lubang dalam tanpa dasar. Bersamaan dengan pandangannya yang menggelap, bersamaan itu pula ia mendengar suara teriakan Malfoy yang menggema, beriringan dengan suara teriakannya sendiri.

 
.


.

 Jangan lupa tinggalkan jejak
Terimakasih :*

Harry Potter and The Maze RunnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang