Bab 22

1.3K 138 12
                                    

Selama beberapa hari, Zee benar-benar tak dapat menemukan sosok Satya. Tak seperti masa perenungan sebelumnya saat Satya selalu berusaha menemuinya, kali ini Satya benar-benar memberinya waktu untuk menyendiri. Ada banyak yang kemudian Zee temukan selama masa berpikir itu.

Ah, betapa ceroboh ia sempat membicarakan kemungkinan berpisah di depan Satya atas dasar emosi. Itulah sebab talak ada di tangan lelaki. Perempuan ternyata memang lebih sering mengedepankan emosi... atau hanya Zee, ya? Apa jadinya bila talak ada di tangan Zee? Ah, Zee jadi malu sendiri mengingat pertengkarannya dengan Satya.

Zee mengembuskan napas berat, ia harus segera berbaikan dengan Satya. Entah bagaimana caranya, gadis itu memutuskan untuk memikirkannya di kos saja. Zee bergegas merapikan meja kerja sebelum meninggalkan ruangan.

Gadis itu kemudian berjalan menuju parkiran, diiringi sapaan dari beberapa mahasiswa dan staff yang kebetulan berpapasan dengannya. Langkah Zee terhenti sejenak ketika melihat sosok Kamila ketika melewati lobby. Gadis itu hendak menyapa sang kakak ipar sebelum pulang. Padahal ia tahu Kamila sudah lebih dulu meninggalkan ruangan dosen sejak beberapa menit yang lalu.

Zee mengurungkan niatnya saat melihat mobil suami Kamila berhenti di pelataran fakultas. Alih-alih menyapa, Zee malah sibuk memerhatikan dua sejoli yang sudah lebih dari 10 tahun menikah itu.

Abu--suami Kamila turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Kamila yang berjalan menghampiri. Kamila kemudian mencium tangan Abu sebelum masuk ke dalam mobil. Abu menutup pintu penumpang dan kembali ke pintu pengemudi.

Tanpa sadar Zee tersenyum sendiri melihat adegan yang biasanya hanya ia lihat di film saja. Mobil yang ditumpangi Abu-Kamila sudah melaju .
Zee melanjutkan perjalannya ke arah parkiran motor. Setelah menikah dengan Satya dan mengenal lebih dekat dengan keluarga kecil Kamila. Zee bisa tahu, kalau Abu ini tipe yang romantis meski sangat irit bicara.

"Kalau saya justru mikirnya baguslah beliau memilih jalan pernikahan untuk move on, bukannya tenggelam dalam masa lalu, kalau bahasa anak sekarang apa, ya? Galau? Lagipula cara yang ditempuh juga baik. Kan memang niat menikah untuk DIA. Jadi... nggak harus dengan ‘dia’ dong tapi yang penting karena DIA dan untuk DIA.”

Kalimat Kamila beberapa bulan lalu tiba-tiba terngiang di telinga Zee.
Di atas motor, gadis itu termenung sekali lagi.

Kepikiran Satya.

Sudah bagus Satya memilih jalan yang baik untuk melupakan Mayang, tapi mengapa Zee yang mempersulitnya?

Tapi Satya mungkin masih mencintai Mayang...

Zee tertunduk lagi. Kenapa sih Zee tidak bisa berhenti overthinking?
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri dan beristighfar demi mengenyahkan pikirannya yang mulai melantur lagi.

***

"Ra, hari ini mau ke mana?" tanya Zee pada Laura melalui sambungan telepon di hari Sabtu.

"Nggak ke mana-mana. Kenapa?"

"Kita ke Masjid Al Azhar, yuk!"

"Hah? Ngapain?"

"Barusan dapat broadcast ada kajian Ustaz di sana."

"Harus pakai hijab, ya?"

"Ya iyalah. Yuk! Daripada bengong di rumah. Nanti kita mampir ke Mall pulangnya."

"Mm... oke deh. Gue juga lagi di rumah sendirian nih, orang rumah pada pergi. Eh, pakai celana nggak apa-apa, kan? Gue nggak punya rok!"

"Hahaha, iye Neng... asal yang sopan, ya. Jangan sampai jadi pusat perhatian. Nanti aku pura-pura nggak kenal sama kamu."

Bismillah, Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang