Bab 13

517 140 7
                                    

Zee tahu, Icha sejak tadi bolak-balik melewati ruang tamu hanya untuk mencuri pandang pada Satya. Icha sudah heboh sejak Zee berkata pada Bapak bahwa Satya sudah di Semarang. Bapak memintanya untuk datang bakda isya.

Dan di sinilah sekarang, Satya dan Zee, di ruang tamu. Menunggu Bapak yang masih berada di mushala. Setelah berbasa-basi sebentar dengan Ibu, Zee diminta untuk menemani Satya selagi Ibu menyusul Bapak ke mushala.

"Sudah shalat isya?" tanya Zee membuka kebisuan di antara mereka. Sungguh ia tak pernah membayangkan momen ini akan terjadi hari ini. Dan dengan Satya.

"Sudah, tadi di Kaligawe."

"Kamu sendirian?" Tanya Zee masih tak percaya bahwa detik ini,  Satya sedang ada di rumahnya.

"Tadinya minta ditemani Mas Bagus,  Kakakku yang di Banyumanik.  Tapi Anaknya tiba-tiba diare dan mau ke dokter malam ini."

Zee mengangguk-angguk saja. 

"Ehm... Zee... boleh saya minta air putih?" lanjut Satya, terlihat tegang.

"Hah?"

"Air putih... saya... gugup mau ketemu bapak kamu." ujar Satya nyengir untuk merilekskan dirinya sendiri.

"Hah? Oh iya... iya...."Zee bergegas menuju dapur dan mengambilkan air putih, tak mengindahkan kehebohan Icha.

Beberapa saat kemudian Bapak datang bersama Ibu. Zee buru-buru kabur ke ruang tengah diiringi tatapan memelas Satya yang seolah meminta Zee untuk tetap tinggal. Tapi, Zee tak menggubris dan membiarkan Satya menghadapi ayahnya sendirian.

Dalam hati sesungguhnya Zee tersanjung dan kagum pada keberanian Satya untuk menyatakan keseriusannya.

***

Ini pertama kalinya seorang pria menemui kedua orangtuanya langsung ke rumah. Mau tak mau hal itu membuat Zee deg-deg an parah.

Zee juga tidak bisa mengukur ekspresi Bapak. Apakah senang atau tidak suka dengan Satya. Karena beliau tampak datar-datar saja. Tidak antusias, tidak juga berlaku jutek. Biasa saja, bersikap sopan dan ramah. Berbeda dengan Ibu yang terlihat amat antusias. Ibu bahkan buru-buru meminta Ghani untuk membeli ikan bakar favorit di daerah Tlogosari untuk menu makan malam dengan Satya. Padahal sebelumnya Ibu sudah masak sop ayam dan bakwan jagung.

Zee memilih membantu Ibu di dapur sambil sedikit mencuri dengar obrolan Bapak dengan Satya,  Sekilas Zee mendengar Satya bercerita tentang Orangtuanya. Ayah Satya yang merupakan pensiunan guru ternyata adalah guru Bapak ketika SMA. Dengan cepat mereka bernostalgia. Meski begitu, Bapak tetap terdengar biasa saja. Zee jadi ragu, apakah Bapak merestui mereka atau tidak.

Tapi tanpa diduga Zee, Bapak malah meminta keluarga Satya kemudian diminta untuk datang melamar secara resmi sebelum Zee kembali ke Jakarta. Itu artinya kurang dari satu minggu. Zee mendadak sesak napas. Astaga! Apakah ini benar-benar serius? Dia... dan Satya?

Zee hendak protes dengan Bapak. Ia kira tak akan secepat ini. Paling tidak satu atau dua bulan lagi. Tapi Satya dengan cepat menyanggupi permintaan Bapak, membuat Zee tak bisa membuat alasan lagi.

"Bapakmu itu memang suka dengan profesi guru. Bagi beliau, orang terdidik pasti akan mendidik anak-anak dengan baik." Kata Ibu setelah Satya pulang dan mengobrol berdua saja dengan Zee.

Tunggu! Apakah itu salah satu yang membuat Bapak dengan segera meminta keluarga Satya untuk datang? Atau Bapak hanya ingin mengukur keseriusan lelaki itu?

"Ngomong-ngomong, Ibu juga suka sama calonmu ini, Mbak. Pinter kamu milihnya." lanjut Ibu lagi membuat Zee nyengir.

***

Bismillah, Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang