Bab 16

570 133 7
                                    

Satya serius saat dia bilang setelah kembali ke Jakarta jadwalnya akan sangat padat, begitu juga dengan Zee. Selama satu minggu mereka hanya menyempatkan diri untuk mengobrol saat sarapan dan sejenak sebelum tidur. Itupun bila salah satunya tidak tidur lebih dulu karena terlalu lelah.

Hari sabtu ini Satya terjadwal menjadi salah satu pembicara di acara seminar tentang kewirausahaan di fakultas tempat Zee bekerja. Seminar diadakan di aula lantai 5 fakultas. Meski sempat semangat mengikuti seminar, nyatanya hari itu Zee harus memberi bimbingan dan mengisi kelas tambahan untuk kelas karyawan.

Usai acara, Satya menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Umar, pembicara utama hari itu dan juga Pak Wiwid. Kedua senior itu pamit lebih dulu, sementara Satya sudah berjanji pada Zee akan menunggu sang istri dan pulang bersama. Satya berniat menunggu Zee di lobby lantai satu, ia sudah di depan lift ketika melihat beberapa panitia membawa plastik besar entah berisi apa hendak memasuki lift, Satya mengalah dan mempersilakan mereka untuk menggunakan lift. Ia kemudian memilih melewati tangga darurat. Sekalian olahraga. Toh Zee juga masih belum selesai mengajar.

Tangga darurat itu amat sepi sehingga Satya sadar bahwa ada orang lain yang juga melewati tangga darurat. Satya mempercepat langkahnya. Tapi, ketika ia melihat sosok yang juga ada di tangga darurat, menuruni tangga dengan tenang, Satya menghentikan langkahnya. Ia tahu itu Mayang. Matanya sempat menangkap sosok Mayang yang hari ini memakai setelan berwarna hitam elegan.

Mayang menoleh dan mendapati Satya sedang menatapnya. Ia berhenti juga. Satya tersenyum tipis menyapa, kemudian mendahului Mayang.

"Sat...," panggil Mayang membuat Satya yang berada beberapa anak tangga di depannya berhenti. Mayang mendekati Satya, membawanya menuju langkan di antara tangga yang lebih lebar. Tepat di depan pintu darurat lantai 3.

"Aku baru dengar kabar penikahanmu, terkesan mendadak sekali, ya?" sindir Mayang dengan menekankan kata "mendadak".

Sudah satu minggu pernikahannya dengan Zee berlangsung dan Satya belum bertemu kembali dengan Mayang. Mereka rekan kerja, harusnya Satya sudah mempertimbangkan bahwa cepat atau lambat Mayang akan mengetahuinya.

"Ya. Mau mengucapkan selamat?" tanya Satya berusaha tenang, ia mengembangkan senyum terbaiknya.

Mayang tak berniat melakukannya,  tatapannya menyelidik.  Ada yang janggal dengan pernikahan Satya dan Zee.

"Bukan pernikahan pura-pura,  kan?"

Satya tertawa sumbang,  "Kamu nggak cocok berimajinasi,  May."

Mayang mengedikkan bahu, "Terlalu mendadak untukmu yang selalu penuh persiapan. Apa kalian menikah secara resmi?"

Mayang tahu benar mengurus pernikahan di negara ini tidak bisa dilakukan secara kilat.  Birokrasinya terlalu berbelit-belit.  Yaa...  Kecuali kalau hanya sekadar nikah siri.  Tapi bagi Mayang,  menikah siri sama saja dengan tidak serius.

"Aku tidak harus memberitahumu, May." Wajah Satya mengeras. Mayang tersenyum miring. Satya tidak mudah berbohong.

"Kenapa tiba-tiba kamu menikahinya? Gadis yang baru kamu kenal?" Tanya Mayang lagi.

"Aku mengenalnya lebih lama daripada aku mengenalmu,"

"Tapi, kamu tak mengenalnya sedalam kamu mengenalku."

Satya mendengus. "Sejak kapan lama dan dalamnya perkenalan berkorelasi dengan pernikahan?"

Mayang tersenyum manis. "Benar. Aku juga menikahi Danny meski aku mengenalnya nggak selama dan nggak sebaik aku mengenalmu, kan?"

Satya tak menjawab.

"Apa karena itu?" tanya Mayang lagi.

Satya mengernyit, "Karena apa?"

Bismillah, Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang