6

6.6K 786 21
                                    

"Berani kamu datang lagi?"

"Aku datang untuk mengambil piring. Lusa ada arisan di rumah."

"Alasan busuk apa itu?"tanya ibu mertua dengan sinis dan nada mulai tinggi.

Pagi ini tidak ada Yeni di rumah, sepertinya akan mudah memberi pelajaran untuk ibu mas Ar.

"Kalau Ibu tidak percaya bisa tanyakan mas Ar." aku masuk tanpa disuruh. 

"Aku sudah bilang Armada untuk belikan yang baru."

"Kami enggak ada duit lagi. Kan sudah Ibu pinjam beli tanah. Lagian Ibu bayarnya minggu depan, masa harus kubatalin arisan."

"Kurang ajar kamu ya!"

Aku menatapnya tajam saat beliau mengumpat. 

"Kamu pikir bisa bersikap semaumu, hah?!"

"Aku datang baik-baik memberi salam dan mengatakan tujuanku datang, apa masih kurang sopan?" tanyaku dengan wajah serius.

"Kamu tidak takut kualat melawan orang tua?!"

Aku menggeleng. "Kapan aku melawan, Bu?" kini aku sudah duduk bersiap membuka lemari dan mengambil semua piringku. "Ibu minta duit tiap bulan, aku enggak marah. Belum lagi bonus yang sering dikasih mas Ar diam-diam." karena seringnya aku tahu selang beberapa hari setelah mas Ar memberikan padanya. "Kalau aku marah sesekali bukankah itu wajar?" aku melihatnya baik-baik. Wajah putih yang sudah banyak kerutan itu masih cantik, namun sayangnya hati itu tak secantik rupanya. 

"Lagi pula aku punya adik ipar yang tidak tahu diri."

Saat ibu ingin menjambak rambutku, aku mengelak. Tanganku sudah membuka kunci lemari.

"Aku satu-satunya menantu paling perhatian sama Ibu, harusnya Ibu senang bukan malah membenciku." kini tak lagi kulihat wajah itu. Mataku mulai fokus melihat piring.

"Ibu tidak pernah menganggapku karena aku hanya yatim piatu?" aku terkekeh. "Yatim piatu ini yang banyak memaklumi keadaan Ibu." 

Mulai mengeluarkan piring, aku mengecek satu persatu apakah ada yang cacat?

"Kamu hidup bahagia dengan Armada tapi kamu tidak tahu untung!"

"Kami tidak bahagia Bu. Ibu selalu ikut campur, mana mungkin kami bahagia?" peka dengan gerakan tangannya aku menepis kasar. "Jangan menyentuhku dengan niat jelekmu, Bu." lima lusin semuanya, nanti aku telepon grab.

Sekilas melihat wajahnya yang tegang dan penuh amarah, aku bertanya padanya. "Ibu memperlakukanku seperti ini, tidak takut karma? Ibu punya anak gadis, semata wayang lagi."

"Yeni tidak sepertimu. Dia tahu adab, karena sejak kecil aku mendidiknya."

"Sampai saat ini aku tidak melihatnya sebagai orang yang terdidik. Prilakunya hampir sama dengan gelandangan jahat di pinggir jalan." sikap arogan, mau menang sendiri, pemaksa dan pemarah itulah sikap gadis yang selalu dipuja ibu mas Ar.

"Jaga mulutmu."

Aku tidak peduli. "Ini kurang tiga, ke mana sisanya?" sudah kuhitung dua kali tapi masih kurang.

"Masukkan piring itu ke dalam lemari!" 

"Ibu mau menjualnya?" lumayan dua puluh lima ribu dikali tiga. 

"Kurang ajar kamu!" kini aku telat menepis saat tangan itu memukul kepalaku dan tidak melepaskannya. Sepertinya rambutku cukup membuat matanya terganggu.

"Kamu wanita tidak malu!" ibu mas Ar menarik rambutku dengan kuat.

Saat kepalaku mulai pusing, aku mendengar suara seseorang memanggil ibu.

Yeni, wanita itu yang datang. "Apa yang dilakukannya Bu?" 

Pertanyaan yang salah. Harusnya dia bertanya apa yang dilakukan ibunya padaku. Tapi, ah sama saja apa bedanya Yeni dengan ibunya. Merasakan kulit kepala sakit, aku bangun. Piring sudah selesai kuhitung hanya perlu menelepon grab dan pulang.

"Wanita ini tidak tahu malu. Sudah hidup enak masih kufur nikmat. Anakku yang memberikan semua ini kenapa kamu yang sewot hah!?"

"Aku enggak sewot. Cuma minta Ibu dan Yeni memaklumi keluarga kecil kami."

"Apa yang terlalu banyak aku minta?!"

"Perlu aku sebut satu-satu?" aku bangun, merapikan rambut. Tak Serapi tadi, tapi tak apalah. 

"Aku menyesal menerima kamu sebagai menantu!"

"Aku juga salah memilih suami. Sayangnya dia harus memiliki ibu seperti ini."

"Apa maksudmu?" kini Yeni ingin melakukan hal yang sama seperti ibunya. Tanganku menepis dengan cepat.

"Kamu akan tahu bagaimana rasanya berada di posisiku." tanpa kuduga, Yeni mengangkat piring, kemudian menjatuhkan ke lantai.

Mereka benar-benar menguji kesabaranku.






Aku selingkuh punya alasan MasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang