4

6.6K 842 35
                                    

"Ngapain ke sini?" luar biasa memang sambutan adik iparku, bukannya menjawab salam malah memasang tampang angkuh.

"Ibu mana?" tanyaku baik-baik.

"Mau apa? Mau dicekik?"

"Lihat nanti." aku masih marah, dia sepertinya enggak sadar.

"Bu. Ibu! Lihat siapa yang datang." matanya tak lepas menatapku.

"Siapa Yen?" 

Aku bisa mendengar suara ibu. Begitu melihatku ibu bertanya hal yang sama. "Ada apa?"

"Aku mau bicara sama Ibu."

"Masih ada yang perlu dibicarakan?"

"Sangat banyak Bu." aku tidak tersinggung saat mereka tidak menyuruhku masuk. Melihat baik-baik wajah wanita yang sudah berumur dan harusnya lebih bijak dalam bersikap mengingat waktu hidupnya tak lama lagi.

"Katakan ada apa?"

Belum sempat menjawab, ibu menyinggung soal piring. "Oh iya. Aku sudah bilang sama Armada kalau piring itu untukku saja. Kalian bisa beli lagi."

Apa? Enak saja. Aku beli pakai uang jualan online, bukan dikasih anaknya. "Ibu saja yang beli lain. Itu aku beli khusus dengan uangku."

"Uangmu? Emang Mba kerja apa sampai sanggup beli piring sebagus itu?"

"Yang jelas bukan hasil minta-minta." sengaja kutekan kata-kata itu biar dua orang di depanku merasa.

"Kamu menyindir?"

Tak perlu kujawab tanya Yeni. "Gini ya Bu. Aku datang baik-baik untuk berbicara sama Ibu." enggak kebayang ngomong di depan rumah mertua seperti apa, dan kini aku merasakannya.

Raut tidak suka ibu mas Ar jelas tersirat. Memang begitu setiap kali dia melihatku. Sejak pertama kali menikah, beliau memang tidak menyukaiku, tapi saat itu aku belum terlalu pintar menilai. Syukurnya beliau bersikap terang-terangan setiap kali bertemu denganku ada atau tidaknya mas Ar.

"Selama ini aku diam saja, tapi rasanya Ibu tidak peka makanya aku perlu mengatakan yang sebenarnya."

"Berani sekali ya kamu! Ini orang tua, jaga sikap dong."

Aku bicara sopan, enggak bar-bar sikap mana yang harus kujaga? "Aku mau bicara sama Ibu, kamu bisa diam?"

"Kamu jadi menantu yang sopan dong." 

Dia sendiri enggak tahu sopan santun ngajarin orang. "Ibu tahu kami masih tinggal di rumah sewa, tahu berapa harga sewa setiap bulan?" dan lima bulan ini aku yang bayar rumah sewa yang kutempati. "Dua juta Bu. Murah menurut Ibu, tapi biaya hidup aku dan Keysa, Ibu dan Yeni dari gaji sebelas juta itu. Belum lagi untuk kebutuhan mendadak baik dariku maupun Ibu."

Belum selesai aku bicara, ibu mertuaku memotong. "Aku memakai uang anakku, masalah denganmu apa?"

"Anak Ibu suamiku." aku menjawab dengan lugas. "Dia juga punya keluarga dan beban tanggung jawab."

"Kamu tidak bisa mengaturnya!" ibu mulai marah. "Sebagai istri cukup diam dan terima apa yang dibawa pulang suami! Syukur loh anakku dapat pekerjaan bagus!"

"Ngaca. Udah pernah lapar belum?!" Yeni ikut ngegas.

"Ibu tidak tahu apa-apa atau sengaja ingin menghancurkan rumah tanggaku?"

"Suka-suka kamu! Emang kami maksa kamu menikah dengan Armada?" 

Jawaban dari orang tua yang tak pantas disebut ibu. 

"Jadi istri itu cukup tahu diri. Kamu ongkang kaki di rumah enggak usah banyak mikir." suara ibu mas Ar mulai keras.

"Aku cuma minta berhenti meminta dari mas Ar. Sebagai menantu, aku tidak akan mengurangi jatah belanja bulanan untuk Ibu."

"Kamu mengancam?" ibu melihat ke kiri dan kanan, dan cukup membuatku tercengang saat beliau mengambil sebuah sapu dan menghadang ke arahku. "Wanita tak tahu diuntung! Nasibmu baik karena dinikahi Armada, mau jadi seperti apa anak yatim piatu seperti kamu, hah?!" 

Ada yang memukul dadaku, cukup keras. "Aku yatim piatu punya martabat Bu. Aku juga tidak ingin memilih suami dari keluarga seperti ini. Tapi jika memang Ibu mau, aku akan meninggalkan takdir ini."

"Wanita tidak tahu diri!" ibu mas Ar hendak memukulku namun syukurnya aku berhasil mengelak.

Satu dua tetangga mulai melihat kami, aku tidak malu. Sekali lagi aku katakan, "Aku datang untuk bicara tapi Ibu tidak menerimaku, baiklah." aku mundur. Merasakan seseorang memegang bahuku, aku menoleh dan menepis kasar tangan itu.

"Ini anakmu! Minta sampai dia bungkuk mengais uang untuk kalian." 

Hari ini cukup sampai di sini, besok aku akan kembali mengambil piringku. Tetangga juga tahu kalau ibu mas Ar meminjam piringku saat pengajian jumat kemarin. Kalau tidak berhasil, aku akan mengajak tetangga mertuaku.

Aku selingkuh punya alasan MasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang