Bagaimana cara menghentikan kebrutalan ibu dan anak itu? Disaat benda milikku dihancurkan, aku hanya bisa melihat. Berani maju maka kakiku bisa berdarah. Emosi jiwaku sepertinya tak akan berhenti jika terus berurusan dengan dua orang ini.
"Puas?!" Yeni tidak tersenyum, sama hal dengan ibunya, dia juga marah.
"Aku tidak tahu, masuk golongan mana keluarga kalian." hatiku sakit melihat kepingan piring yang berserakan di lantai.
"Jadi kamu belum puas?" aku tidak mundur saat Yeni maju. Ingin kulihat apa yang akan dilakukannya. "Piring ini sudah pecah, kamu mau aku melakukan yang lebih kejam?" tajam suara Yeni dengan tatapan dingin sama sekali tidak membuatku gentar.
"Kamu mengancamku sementara setiap hari mengemis uang jajan padaku?"
"Aku tidak pernah meminta uangmu. Perlu kuperjelas, kedudukan seorang istri tak lebih mulia dari keluarganya."
Aku ingin tertawa mendengar kalimat itu. "Kamu tidak tahu apa-apa. Bahkan saat tidak bisa membeli iPhone mau berhenti kuliah, kamu tahu dengan uang siapa iPhone itu dibeli?"
"Terserah. Sekarang keluar dari rumahku!"
"Jangan pernah kembali wanita tidak tahu malu!" ibu mas Ar berteriak.
Aku belum keluar, belum selesai memberikan pelajaran kepada mereka. "Aku penasaran, akan bagaimana kehidupan kalian tanpa mas Ar."
"Kamu tidak akan bisa mempengaruhinya." dengan tegas kalimat itu dikatakan ibu mertuaku. "Armada anak baik, bukan setan seperti kamu!"
"Kita lihat saja. Semoga aku tidak melihat kalian membawa kardus sumbangan."
Aku bersiap pergi, namun kali ini seseorang menyiram tubuhku. Tidak ingin kalah aku merebut ember di tangan Yeni dan bergegas lari ke kamar mandi tanpa memperhatikan lagi pecahan piring di lantai. Mereka menarikku tapi amarahku mengalahkan keduanya.
Satu bungkus detergen besar kutuangkan dalam ember dan menimba dalam bak, kemudian keluar dan menyiram keduanya.
"Kalian pikir aku takut?" amarahku tak terbendung lagi. "Selamanya kalian akan jadi penjilat? Ingat umur Bu. Liang lahat sudah menunggu."
Yeni sudah berlari ke kamar mandi.
"Kurang ajar kamu." suara ibu serak masih tersirat amarah.
"Sakit hati Bu?" tanyaku dengan mata tetap awas melihat pergerakan Yeni yang bisa saja menyerang dengan tiba-tiba. "Itu tidak seberapa Bu dibandingkan dengan sikap Ibu selama ini. Menemui mas Ar diam-diam, meminta duit segitu banyak hanya untuk membeli iPhone untuk Yeni setelah itu menyaksikan aku bertengkar hebat dengan suamiku, itu yang Ibu inginkan bukan? Ibu bahagia melihatnya?" belum puas, aku masih ingin mencercanya. "Seumur hidup aku belum pernah melihat sosok Ibu, kupikir bisa melihatnya dari Ibu saat menikah dengan mas Ar, ternyata aku salah. Aku bertemu dengan iblis." hancur hatiku tidak redam sekalipun telah mengeluarkan semua amarahku.
Ibu mengusap wajahnya berkali-kali. Dia masih terlihat kuat, air detergen tidak mempengaruhinya. "Kamu mengataiku iblis?"
"Apakah ada ibu di luar sana yang bahagia melihat anak menantunya hancur? Yang aku tahu hanya ibu seperti itu! Orang tua di luar sana tidak akan merecoki apalagi membuat rumah tangga anaknya kalang kabut, tidak dengan ibu. Ibu senang bahkan dengan sengaja melakukan itu agar kami bertengkar dan menempatkanku di posisi yang salah, faedahnya apa, Bu?!" aku berteriak di depan mukanya.
"Ibu bahkan tidak pernah menyapa Keysa, putriku. Sedang anak-anak mas Iyan dan mas Deri tidak sungkan ibu perlakukan dengan baik di depanku. Katakan padaku, mau seperti apa masa tua ibu nanti?"
Rasanya sulit, tapi aku mengatakan dengan mudah karena sakit ini telah lama terpendam. "Ibu tahu apa yang dikatakan Keysa padaku?" aku tidak menangis, bicara dengan lancar agar orang tua itu bisa membuka matanya dan bertaubat. "Keysa hanya punya satu nenek, yaitu nenek yang ada di makam." dan itu adalah ibuku. "Ia sama sekali tidak menganggap Ibu, impaskan?"
Rahang ibu mas Ar mengerat, tatapannya masih setajam tadi.
"Sadar atau tidak ibu sedang menciptakan neraka di masa tua."
"Begitu caramu bicara dengan Ibu?"
Aku menoleh sekilas saat sebuah suara terdengar. Mas Ar yang datang. Siapa yang memberitahunya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku selingkuh punya alasan Mas
Romance"Ibu terus yang kamu pikirin Mas!" "Kamu tidak kekurangan apapun kan?" "Aku menyerahkan posisi itu untukmu karena aku tahu Mas yang wajib mencari nafkah!" Mas Armada menatap tajam ke arahku. "Ini pertama kali ibu minta bantuan, Dis."