A FanFiction by Avariene
Naruto belong to Masashi Kishimoto
-Mendamba Biru-
Matahari sudah tepat berada di posisi puncaknya. Hembusan angin musim gugur di bulan ke 10 mampu mempercepat jatuhnya dedaunan dari rantingnya. Bukan hanya daun, manusia pun akan terkena efek sampingnya, seperti kantuk yang datang di siang hari. Terlebih jika kegiatan yang kau lakukan tergolong membosankan, contohnya seperti membaca naskah berjudul Diplomasi Perang Tahun 300 SM yang tengah dilakukan oleh pemuda berambut pirang itu. Apakah tidak ada cara yang lebih menyenangkan untuk mengisi kepala selain belajar dan membaca? Rutuk pemuda itu dalam hati. Bukannya ia tak mampu untuk menerjemahkan goresan-goresan tinta itu menjadi kata-kata, toh dari usia 5 tahun dia sudah diajari membaca. Hanya saja dia terlalu malas, latihan bela diri jauh lebih menyenangkan meskipun risikonya adalah mengalami luka-luka. Andai saja tak ada seseorang yang memerintahnya untuk rajin berkunjung ke perpustakaan.
Tak terhitung berapa kali ia menguap dengan lebar, padahal belum 1 jam ia duduk di sana. Suara menguapnya, suara dengusannya, dan suara bangku berdecit karena yang mendudukinya tak bisa diam, itu cukup mengganggu penghuni lain dari meja pojok kanan itu. Tidak bisakah lelaki berkulit tan itu diam? Gadis di hadapannya sedang serius membaca.
Siapa saja tahu tak ada yang boleh membawa apapun yang dapat mengotori naskah-naskah di perpustakaan. Sebut saja makanan dan minuman. Tapi pemuda yang tak bisa diam itu sudah menyelundupkan botol berisi air dan sebuah bungkusan berisi mochi.
"Nona kau mau?" Tawarnya basa basi. Kemudian melahap salah satu mochi dalam sekali suapan. Sementara Nona yang ditawarinya hanya menggelengkan kepala tanda penolakan.
"Haah... aku tak bisa bertahan membaca apa pun lebih dari 10 menit, katakan Nona! Sudah berapa lama kau bertahan dengan buku itu?" Si pirang menghela nafas bosan dan kembali bertanya, mengabaikan fakta bahwa lawan bicaranya sedang sibuk dengan urusannya.
"lebih dari 1 jam aku rasa, Tuan muda." Jawab Hinata dengan pelan.
"Hebat sekali! Bahkan menurutku Tanah Dewa Dewi Api itu buku paling membosankan, siapa pun sudah tahu seperti apa Konoha dan segala seluk beluknya." Keluhnya.
"Dan aku tidak begitu." Hinata menimpali.
Tak ada percakapan lagi setelah beberapa menit berlalu. Hinata rasa ini lebih tenang dari sebelumnya. Tidak ada suara menguap lagi, mendengus, dan decitan kursi. Mungkin Tuan muda yang entah siapa namanya itu sudah tidur. Hinata tak terlalu mempermasalahkan, yang penting bacaannya bisa selesai sebelum perpustakaannya ditutup.
-Mendamba Biru-
Uzumaki Naruto nama pemuda pirang bermata biru itu. Dia adalah putra semata wayang dari salah satu bangsawan terkemuka di Konoha, mendiang Yondaime. Tak hanya menumpang kepada nama besar ayahnya, dirinya sendiri juga memiliki segudang pencapaian besar. Seperti mengalahkan panglima pasukan musuh di perang besar ke 4 yang terjadi 3 tahun lalu. Belum lagi keahliannya dalam bidang diplomasi mampu menaklukkan 3 dari 9 Negeri di bawah kekuasaan Konoha di usianya yang belum genap 23 tahun. Alhasil dirinya menjadi sangat terkenal di seantero Negeri. Dan mendapat penghormatan sebagai pembawa perdamaian.
Namun sayang kesuksesannya itu tak tersaksikan oleh kedua orang tuanya, mereka gugur dalam perang besar ke 3. Ayah dan ibunya bahkan gugur secara bersamaan. Saat perang itu berlangsung, usianya baru saja menginjak tahun ke 10. Sang ayah, Namikaze Minato saat itu menjabat sebagai Yondaime Hokage sekaligus panglima perang Konoha. Lalu ibunya, Uzumaki Kushina juga ikut turun ke medan perang, membawahi tim penyegel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendamba Biru
FanfictionDia terus berjalan menjauh sangat jauh, namun masih terlihat oleh mata putih khas Hyuuga. Sudah hampir habis suaraku meneriakkan namanya, namun gelombang longitudinal ini sudah tak lagi menggetarkan gendang telinganya. Terasa hampir lepas sendi-send...