A FanFiction by Avariene
Naruto belong to Masashi Kishimoto
-Mendamba Biru-
Kemarin sore sebelum mendatangi kamar Hinata untuk pertama kalinya, Kakashi telah mengunjungi kamar Hanare. Wanita berambut hijau tua itu terlihat sangat senang. Sebelumnya Rokudaime Hokage marah padanya karena telah berbuat lancang dan menampar pipi budak baru milik Tuannya. Wanita yang berasal dari Jomae itu mencoba untuk memperbaiki keadaan. Bahkan ia berkata akan dengan senang hati mengobrol dengan Hinata agar budak baru itu bisa banyak belajar darinya. Dan itu mampu meluluhkan hati sang Rokudaime. Meskipun pada kenyataannya Hinata tak datang untuk obrolan itu. Bukan bermaksud menolak ajakan yang terkesan baik itu, Hinata hanya berusaha menghindari konflik. Hinata tahu pasti bahwa Hanare masih tak menyukainya, tak ada wanita yang rela tersaingi dan tergantikan. Tapi ayolah, ini bukan keinginannya untuk menjadi budak, menjadi pelayan saja itu lebih baik menurutnya.
Sore itu Hanare juga mengeluhkan pakaian-pakaiannya yang sudah tak layak pakai, entah memang karena sudah tak muat, atau hanya karena tergoda dengan beberapa pakaian yang dilihatnya di pertokoan beberapa hari lalu. Kakashi yang sedang luluh pun dengan senang hati memberikan puluhan koin emas untuk Hanare berbelanja. Lelaki tampan itu tak masalah mengeluarkan uang banyak untuk menunjang penampilan budaknya. Toh dia sendiri yang akan menikmati penampilan cantik dari mereka. Kakashi juga bahkan telah menyuruh seorang pelayan untuk membelikan pakaian baru untuk Hinata pakai di hari ke 2 berkeliling Konoha.
Siang itu Hanare memulai perburuan pakaian yang diincarnya. Sebuah kimono dengan corak bunga berwarna emas yang sedang digandrungi oleh wanita-wanita bangsawan saat ini. Itu lebih eksklusif dibandingkan dengan kimono lain, sehingga sedikit sulit untuk mencarinya. Tapi dengan keinginan yang kuat dari siang hingga menjelang senja, wanita itu mampu menemukan apa yang dicarinya, kimono hijau dengan corak bunga emas. 75 koin emas harus dikeluarkannya untuk mempersunting pakaian tersebut. Tak masalah, yang penting hatinya senang dan sang Tuan menyukai penampilannya.
Jalan dari pasar untuk menuju kediaman Hatake adalah melewati taman dan pintu masuk situs bukit pahatan wajah Hokage. Hanare terkejut saat melihat sosok yang dikenalinya sedang menuruni anak tangga dari atas bukit, Budak baru itu. Dirinya tahu bahwa Kakashi melarang budak barunya untuk mendaki bukit. Tak hanya sendirian, bahkan gadis muda itu turun bersama seorang laki-laki yang juga Hanare kenali, salah satu kerabat sekaligus orang kepercayaan Kakashi, Uzumaki Naruto. Lelaki bermata biru itu bahkan sedang memaksa Hinata untuk menerima sekantung uang. Tanpa perlu tahu apa yang terjadi sebenarnya, Hanare merasa harus melaporkan apa yang dilihatnya pada sang tuan, Hanare berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu.
"Rokudaime-sama… Rokudaime-sama!" Hanare berteriak memanggil Tuannya begitu sampai di depan ruang kerja Rokudaime di rumah utama. Lelaki itu cukup khawatir, Hanare memanggilnya dengan nada panik.
"Ada apa Hanareku?" Tanyanya sambil menyentuh pundak Hanarenya agar tak terlalu panik.
"Budak baru itu… aku melihat budak baru itu turun dari bukit. Bukankah Tuan sudah melarangnya?" Ucap Hanare.
"Apa kau yakin itu adalah Hinata?" Kakashi tak yakin, pasalnya yang dia tahu Hinata adalah seorang penurut.
"Sangat yakin Tuan! Bahkan dia tak sendirian." Sebuah ide licik tiba-tiba terbesit di kepala hijau tua itu. Sedikit bumbu kebohongan mungkin akan membuat Kakashi marah pada Hinata, anggap saja balasan untuk yang kemarin.
"Dengan siapa dia?" Tanya Kakashi.
"Dengan seorang laki-laki muda, aku tak kenal siapa dia, tapi mereka terlihat mesra… Bahkan laki-laki itu memaksa Hinata untuk menerima uang darinya." Hanare berbohong dengan mengatakan tak kenal dan mesra. Untuk sebagian yang lainnya ia memang berkata jujur. Tapi efek sampingnya luar biasa mempengaruhi Kakashi untuk berpikir yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendamba Biru
FanfictionDia terus berjalan menjauh sangat jauh, namun masih terlihat oleh mata putih khas Hyuuga. Sudah hampir habis suaraku meneriakkan namanya, namun gelombang longitudinal ini sudah tak lagi menggetarkan gendang telinganya. Terasa hampir lepas sendi-send...