Diperlakukan layaknya iblis yang bisa dipanggil dengan ritual yang melibatkan pentagram, mantra, dan tumbal berdarah tidak pernah ada dalam mimpi terliarnya Fiona.
Namun, entah bagaimana sekumpulan orang berjubah berhasil menariknya ke dunia antah-b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara lonceng terdengar di kejauhan.
Aku mengalihkan tatapan dari buku sketsa di pangkuan dan mulai memindai sekitar dengan kebingungan.
Sejak kapan di taman samping fakultas bisa kedengaran suara lonceng?
Aku menajamkan pendengaran. Namun, tidak ada lagi yang terjadi--sepertinya barusan memang salah dengar--dan aku memutuskan untuk melanjutkan sketsa bunga daffodil yang sejak tadi kukerjakan. Kelas selanjutnya masih satu jam lagi dan menggambar adalah kegiatan yang kupilih untuk mengisi waktu luang.
Kufokuskan lagi perhatian pada rumpun bunga kuning cerah di depanku, bersiap untuk kembali menorehkan goresan baru di kertas, dan saat itulah dentang lonceng kembali terdengar. Dua kali. Tiga kali. Empat kali. Bunyi selanjutnya selalu lebih keras dibanding pendahulunya.
Aku bangkit meninggalkan pohon rindang tempatku duduk bersandar dan celingukan mengamati sekitar dengan lebih seksama.
Ini aneh.
Beberapa mahasiswa di sekitarku tetap beraktivitas seperti biasa. Tidak seorang pun tampak heran mendengar lonceng yang tidak biasa ini. Padahal bunyinya tidak bisa dibilang pelan.
"Kembalilah."
Di tengah kebisingan--yang tampaknya hanya bisa didengar olehku--terdengar suara seorang laki-laki. Suara lirih itu berasal dari sebelah kiriku dan diucapkan begitu dekat dengan telinga, membuatku refleks menyentuh kuping seraya memutar tubuh.
Tidak ada siapa pun.
Bulu tengkukku mulai berdiri.
Sementara itu, bunyi lonceng terdengar makin nyaring, meredam hiruk-pikuk di sekelilingku.
"Kumohonkembalilah."
Aku tidak mengerti. Kali ini tubuhku seperti bergerak tanpa seizinku. Tanganku melepas pensil dan buku sketsa yang sedari tadi kupegang erat, membiarkannya jatuh menghantam rerumputan. Sementara kakiku mulai mengambil langkah pertama menuju sumber suara.
Suara lonceng terdengar kian membahana.
Padahal hanya satu langkah, tapi setelah itu semuanya langsung berubah menjadi tidak masuk akal.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.